2024-12-21 04:20:42
Ilustrasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Ditanggung Pemerintah (DTP). Sumber foto: Voi.idPemerintah Indonesia kembali mengumumkan kebijakan insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk sektor properti yang akan diberlakukan pada tahun 2025.
Kebijakan ini merupakan bagian dari paket stimulus ekonomi yang bertujuan mendukung perekonomian, khususnya bagi masyarakat kelas menengah yang tengah mencari rumah dengan harga terjangkau. Hal ini tentu menjadi kabar baik bagi calon pembeli rumah di masa depan, karena insentif ini bisa meringankan beban mereka dalam pembelian properti.
Insentif PPN DTP untuk sektor properti akan diberikan untuk pembelian rumah dengan harga jual maksimal Rp5 miliar. Namun, dasar pengenaan pajak ini akan dibatasi sampai dengan Rp2 miliar.
Ini berarti, hanya rumah dengan harga tertentu yang akan mendapatkan insentif tersebut, memberikan kemudahan lebih bagi pembeli rumah di segmen menengah.
Untuk periode pertama, yaitu dari Januari hingga Juni 2025, pemerintah akan memberikan insentif PPN sebesar 100%. Artinya, pembeli rumah bisa mendapatkan diskon besar-besaran dalam bentuk pembebasan PPN yang cukup signifikan.
Sementara itu, untuk periode berikutnya, dari Juli hingga Desember 2025, insentif akan sedikit berkurang menjadi 50%. Meski demikian, kebijakan ini tetap memberi kesempatan kepada banyak orang untuk membeli properti dengan biaya yang lebih terjangkau, khususnya bagi mereka yang belum memiliki rumah.
Wakil Ketua DPP Real Estat Indonesia (REI), Bambang Ekajaya, menanggapi kebijakan ini dengan beberapa usulan dan perhatian. Bambang menyatakan bahwa insentif PPN DTP yang diberikan pemerintah sebaiknya diperluas agar bisa dinikmati oleh lebih banyak pengembang, terutama pengembang kelas menengah.
“Biasanya, yang bisa menikmati fasilitas PPN DTP adalah pengembang besar yang memiliki hunian memadai dengan modal yang kuat,” ujar Bambang dikutip dari Kompas.com.
Oleh karena itu, ia mengusulkan agar pemerintah mempertimbangkan pemberian insentif untuk pengembang yang menyediakan rumah indent (belum jadi), dengan catatan bahwa besaran insentif bisa lebih kecil, misalnya hanya 50%. Dengan demikian, pengembang kelas menengah juga akan mendapatkan manfaat dari kebijakan tersebut.
Bambang juga mengusulkan agar pemberian insentif PPN DTP ini dilaksanakan dengan syarat dan ketentuan yang ketat. Salah satu syaratnya adalah pengembang yang ingin mendapatkan insentif ini harus memiliki properti yang siap diserahkan kepada pembeli dalam waktu maksimal satu tahun atau memiliki reputasi yang baik dalam proyek-proyek sebelumnya.
Bagi pembeli rumah, kebijakan ini tentu menjadi peluang besar untuk memiliki hunian dengan harga yang lebih terjangkau, terutama bagi mereka yang mencari rumah di segmen harga Rp2 miliar hingga Rp5 miliar.
Insentif PPN DTP memberikan keringanan yang sangat membantu, karena PPN merupakan salah satu komponen biaya yang cukup tinggi dalam pembelian properti. Dengan adanya insentif ini, calon pembeli bisa menghemat pengeluaran mereka, baik untuk pembelian rumah siap huni maupun rumah indent.
Di sisi lain, pengembang properti juga akan merasakan dampak positif dari kebijakan ini. Pengembang besar yang memiliki rumah siap huni dapat memanfaatkan insentif ini untuk meningkatkan penjualan mereka. Namun, pengembang kelas menengah yang menyediakan rumah indent pun perlu mendapat perhatian agar mereka tidak terpinggirkan.
Dengan memperluas kriteria insentif kepada pengembang kelas menengah, pemerintah dapat merangsang lebih banyak pengembang untuk memproduksi rumah yang terjangkau dan berkualitas, mempercepat proses pembangunan, serta meningkatkan kesejahteraan sektor properti secara keseluruhan.
Meskipun kebijakan PPN DTP untuk sektor properti sangat menggembirakan, implementasinya tentu tidak tanpa tantangan. Salah satu tantangan utama adalah memastikan bahwa pengembang yang mendapatkan insentif benar-benar memenuhi syarat yang telah ditetapkan.
Sebagai penutup, kebijakan PPN DTP properti yang direncanakan akan diberlakukan pada 2025 menawarkan peluang besar bagi sektor properti di Indonesia. Jika dilaksanakan dengan baik dan dengan memperhatikan kebutuhan pengembang kelas menengah.
Writer