2024-06-12 07:45:01
rumah (foto: detik.com)Kredit Pemilikan Rumah (KPR) telah lama menjadi alternatif yang populer bagi mereka yang ingin memiliki rumah dengan cara yang terjangkau dan cepat. Namun, saat ini, minat masyarakat Indonesia terhadap kepemilikan rumah melalui KPR terlihat menurun.
Banyak yang lebih memilih untuk menyewa atau tetap tinggal di rumah orang tua mereka daripada memilih KPR. Penyebab utamanya, menurut laporan terbaru dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), adalah harga rumah yang tinggi untuk tipe kecil dan tingginya tingkat suku bunga KPR di bank.
Data dari Survei Harga Properti Residensial (SHPR) Bank Indonesia menunjukkan bahwa pertumbuhan harga properti residensial di pasar primer mengalami perlambatan yang signifikan saat pandemi global COVID-19. Sebelum pandemi, kenaikan harga rata-rata tahunan tertinggi terjadi pada rumah tipe kecil, mencapai 4,41%. Namun, setelah pandemi, kenaikan tersebut menurun drastis menjadi hanya 1,86%.
Meskipun ada perlambatan pertumbuhan harga, harga rumah masih terus tinggi, terutama di kota-kota besar. Sebagai contoh, di Medan, harga rata-rata rumah setara dengan 23,5 kali rata-rata pendapatan tahunan.
Tidak hanya itu, harga rumah tipe menengah dan besar juga mengalami penurunan kenaikan harga, meskipun tidak sebesar tipe kecil. Rumah tipe menengah turun dari 2,45% sebelum pandemi menjadi 2,07% setelahnya, sementara rumah tipe besar dari 1,42% menjadi 1,13%.
Selain harga rumah yang tinggi, tingkat suku bunga KPR yang naik dalam beberapa bulan terakhir juga membuat masyarakat semakin enggan mengambil KPR. Meskipun tren pertumbuhan KPR mulai membaik, tingginya suku bunga membuat cicilan KPR menjadi lebih memberatkan bagi masyarakat. Hal ini tentu saja membuat mereka ragu untuk mengambil langkah membeli rumah melalui KPR.
Selain itu, situasi ekonomi yang tidak pasti selama pandemi COVID-19 juga menjadi faktor utama dalam menurunkan minat masyarakat untuk mengambil KPR. Ketidakpastian akan stabilitas pekerjaan dan pendapatan membuat banyak individu menjadi lebih hati-hati dalam mengambil keputusan pembelian rumah.
Mereka cenderung menunda rencana membeli rumah hingga situasi ekonomi lebih stabil dan masa depan lebih jelas. Hal ini memberikan dampak yang signifikan terhadap pasar properti, dengan penurunan aktivitas transaksi properti residensial yang cukup mencolok selama beberapa bulan terakhir.