2024-08-08 09:27:56
Kantor Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) (foto: Bisnis.com)Industri asuransi jiwa sedang menghadapi tantangan signifikan akibat penurunan hasil investasi yang mencapai 29,99% year-on-year (yoy) menjadi Rp11,46 triliun pada Juni 2024. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, menyampaikan bahwa penurunan terbesar terjadi pada produk PAYDI, khususnya dalam instrumen saham dan reksadana.
“Instrumen saham dan reksadana menjadi tempat penempatan investasi utama asuransi jiwa, masing-masing sebesar 26% dan 14% dari total investasi,” jelasnya dalam keterangan tertulis pada Selasa (7/8/2024).
Ogi menjelaskan bahwa penurunan hasil investasi ini dipengaruhi oleh kondisi ekonomi yang menghambat arus investasi di pasar modal, termasuk penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang lebih dari 6% sejak awal tahun.
Untuk menghadapi penurunan ini, perusahaan asuransi diimbau untuk meninjau kembali strategi investasinya dan beralih ke instrumen yang menawarkan imbal hasil lebih baik.
“Perusahaan asuransi harus berpegang pada prinsip liability driven investment untuk memastikan kecukupan investasi dan likuiditas yang diperlukan untuk membayar manfaat kepada pemegang polis di masa depan,” tambah Ogi.
Menanggapi situasi ini, Direktur Utama Simas Jiwa, Dewi Listyaningtyas, mengungkapkan bahwa perusahaannya telah melakukan pergeseran dari produk unit linked alias PAYDI ke produk asuransi jiwa tradisional.
“Kami masih menjual unit link, tapi tidak seagresif tahun sebelumnya. Meskipun porsi unit link tetap besar, kami secara bertahap beralih ke produk tradisional,” ujarnya pada Rabu (7/8/2024).
Dewi menjelaskan bahwa alasan utama pergeseran ini adalah pertumbuhan yang lebih cepat pada produk asuransi jiwa tradisional dibandingkan dengan unit link. “Unit link sangat dipengaruhi oleh pasar, tetapi secara umum, industri menunjukkan pertumbuhan yang lebih kuat pada produk tradisional,” katanya.
Ia juga mengungkapkan bahwa produk asuransi jiwa tradisional di Simas Jiwa mengalami pertumbuhan yang signifikan, mencapai 60% pada semester I/2024, dan perusahaan optimistis bahwa produk ini akan tumbuh sebesar 160% sepanjang tahun 2024.
Dewi menegaskan bahwa strategi investasi perusahaan akan disesuaikan berdasarkan jenis produk yang ditawarkan. “Hasil investasi di Simas Jiwa sangat bergantung pada jenis produk.
Kami menerapkan manajemen aset dan kewajiban (ALM) yang mencocokkan setiap produk dengan hasil investasi sesuai target. Untuk fixed income, return sekitar 7%,” ujarnya.
Selain itu, Dewi juga menjelaskan bahwa meskipun perusahaan masih menawarkan produk unit linked, mereka tidak seagresif sebelumnya dalam menjualnya. "Kami melakukan pergeseran secara bertahap ke produk tradisional yang lebih stabil dan tidak terlalu terpengaruh oleh fluktuasi pasar," tambahnya.
Secara keseluruhan, langkah-langkah ini mencerminkan upaya industri asuransi jiwa untuk beradaptasi dengan kondisi pasar yang menantang dan memastikan stabilitas keuangan perusahaan serta keamanan bagi para pemegang polis. Dewi menekankan pentingnya strategi investasi yang hati-hati dan terarah untuk menjaga kepercayaan nasabah serta kelangsungan bisnis di tengah dinamika pasar yang fluktuatif.
Melalui perubahan strategi ini, industri asuransi jiwa diharapkan dapat mengatasi tantangan yang ada dan terus berkembang meskipun di tengah tekanan ekonomi dan pasar yang tidak stabil.
Perusahaan seperti Simas Jiwa menunjukkan bahwa dengan penyesuaian yang tepat dan strategi investasi yang cermat, mereka dapat tetap memberikan nilai bagi nasabah dan menjaga pertumbuhan yang sehat.
Dalam menghadapi masa depan, industri asuransi jiwa perlu terus memantau perkembangan pasar dan menyesuaikan strategi mereka agar tetap relevan dan kompetitif. Dengan demikian, mereka tidak hanya bertahan tetapi juga berkembang di tengah berbagai tantangan yang mungkin muncul.