2024-08-06 13:22:28
Ilustrasi P2P Lending (foto: Cyberthreat.id)Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa total pembiayaan di industri pinjaman online (pinjol) atau peer-to-peer (P2P) lending mencapai Rp66,79 triliun pada semester pertama 2024.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PMVL) OJK, Agusman, mengungkapkan bahwa total pembiayaan ini mengalami kenaikan signifikan sebesar 26,73% secara tahunan (year-on-year/yoy).
“Di sektor fintech P2P lending, outstanding pembiayaan pada bulan Juni 2024 terus meningkat hingga 26,73% year-on-year,” ujarnya dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner (RDK) yang digelar secara daring pada Senin (5/8/2024). Dia menjelaskan bahwa angka tersebut lebih tinggi dibandingkan perhitungan pada bulan Mei yang mencatat kenaikan 25,44%.
Di sisi lain, tingkat risiko kredit macet atau TWP90 secara agregat pada bulan ini tetap terjaga di level 2,79%, sedikit lebih rendah dibandingkan dengan bulan Mei yang sebesar 2,91%. Agusman juga mengungkapkan bahwa beberapa perusahaan multifinance dan fintech P2P lending belum memenuhi aturan modal minimum per Juni 2024.
Laporan dari OJK menunjukkan bahwa ada 7 dari 147 perusahaan multifinance yang belum memenuhi persyaratan modal minimum senilai Rp100 miliar. Jumlah ini tidak berubah dibandingkan dengan Mei 2024.
Selain itu, terdapat 28 dari 98 P2P lending yang belum memenuhi persyaratan ekuitas minimum Rp7,5 miliar yang mulai berlaku pada 4 Juni 2024. Menurut Pasal 50 Peraturan OJK (POJK) No. 10/2022, penyelenggara P2P lending wajib memiliki ekuitas minimal Rp12,5 miliar, yang pelaksanaannya dilakukan secara bertahap.
Pada tahun pertama sejak aturan diundangkan, P2P lending diwajibkan memiliki modal minimal Rp2,5 miliar. Pada tahun kedua, minimal ekuitas yang harus dimiliki adalah Rp7,5 miliar.
Sedangkan ekuitas minimal Rp12,5 miliar akan berlaku tiga tahun sejak aturan tersebut diundangkan. Oleh karena itu, jumlah penyelenggara pinjol legal yang belum memenuhi ekuitas minimum meningkat dari 1 perusahaan pada Mei 2024 menjadi lebih banyak pada bulan Juni.
Perkembangan ini menunjukkan bahwa meskipun ada peningkatan dalam pembiayaan P2P lending, masih ada tantangan terkait pemenuhan modal minimum yang ditetapkan oleh OJK.
Penting bagi perusahaan fintech dan multifinance untuk segera menyesuaikan diri dengan regulasi tersebut guna memastikan kelangsungan operasional mereka di masa depan. OJK terus memantau dan memberikan arahan kepada para penyelenggara jasa keuangan agar mereka dapat memenuhi ketentuan yang berlaku dan menjaga stabilitas industri.
Agusman menegaskan bahwa OJK akan terus berkomitmen dalam pengawasan dan pengaturan sektor fintech, khususnya P2P lending, untuk melindungi kepentingan konsumen dan menjaga integritas pasar keuangan.
Dukungan dari semua pihak terkait, termasuk para pelaku industri, sangat diperlukan agar pertumbuhan yang terjadi dapat berjalan beriringan dengan peningkatan kualitas dan pemenuhan regulasi yang ada.
Dalam konteks ini, pelaku industri fintech diharapkan dapat lebih proaktif dalam meningkatkan ekuitas dan memenuhi persyaratan modal minimum yang ditetapkan.
Dengan begitu, industri ini dapat terus berkembang dan memberikan kontribusi positif bagi perekonomian, terutama dalam menyediakan akses pembiayaan yang lebih luas bagi masyarakat dan UMKM.
Selain itu, peningkatan pembiayaan di sektor P2P lending juga diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, khususnya bagi sektor-sektor produktif yang memerlukan akses pendanaan untuk ekspansi dan pengembangan usaha.
OJK juga mengimbau kepada masyarakat untuk selalu berhati-hati dan bijak dalam memilih layanan fintech, serta memastikan bahwa penyelenggara yang dipilih telah terdaftar dan diawasi oleh OJK.
Peran OJK sebagai regulator dan pengawas menjadi sangat vital dalam menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan industri ini, sekaligus melindungi kepentingan konsumen dan menjaga stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan.