Update BNI: Siapkan Rp1,9 Triliun untuk Keamanan Siber Hingga Rencana Jual Saham BSI

2024-07-06 23:49:36

News Image Menara BNI (foto: BNI)

PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) menganggarkan biaya modal (capital expenditure/capex) untuk teknologi informasi (IT) sebesar Rp1,9 triliun pada 2024. Dana ini akan digunakan untuk pengembangan perbankan digital dan peningkatan keamanan siber.

Direktur Teknologi dan Operasi BNI, Toto Prasetio, mengungkapkan bahwa alokasi belanja IT tahun ini meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh transformasi besar yang sedang dijalankan BNI. Setelah meluncurkan aplikasi super wondr untuk segmen ritel, BNI juga berencana meluncurkan portal layanan digital untuk segmen wholesale dalam waktu dekat.

Prasetio menjelaskan bahwa portal baru ini akan menjadi platform terpadu yang mencakup berbagai layanan seperti manajemen kas, trade finance, supply chain, dan valuta asing. Langkah ini diambil untuk memperkuat layanan perbankan wholesale BNI agar lebih efisien dan terintegrasi.

Selain itu, BNI juga memperbarui sistem manajemen pinjaman mereka, yang mencakup proses evaluasi risiko peminjam atau underwriting. Pembaruan ini berlaku untuk segmen ritel maupun wholesale, dengan tujuan menghasilkan profil pinjaman yang lebih baik melalui proses terpusat menggunakan sistem scoring, pengetahuan, dan kalkulasi arus kas.

Sebesar 10%-15% dari anggaran IT akan dialokasikan untuk peningkatan keamanan sistem guna menghindari risiko insiden keamanan yang dapat mengganggu operasi perbankan. Prasetio menekankan bahwa keamanan merupakan fondasi utama yang sangat penting bagi masa depan BNI. Ia menjelaskan bahwa pengembangan di sisi keamanan akan menjadi sangat signifikan, mengingat pentingnya melindungi sistem perbankan dari ancaman siber.

Untuk mencapai tujuan ini, BNI menggunakan pendekatan komprehensif dengan beberapa lapisan keamanan dalam mengembangkan aplikasi super wondr. Lapisan pertama adalah edukasi kepada nasabah untuk menjaga kata sandi mereka dengan hati-hati guna mencegah terjadinya rekayasa sosial.

Lapisan kedua melibatkan kontrol aplikasi untuk memastikan bahwa setiap aplikasi yang digunakan memenuhi standar keamanan yang ditetapkan. Lapisan ketiga adalah penerapan teknologi keamanan, termasuk pemanfaatan kecerdasan buatan (AI) untuk deteksi liveness dan penggunaan otentikasi multi-faktor (MFA).

Lapisan terakhir adalah sistem anti-penipuan yang akan menolak transaksi yang terdeteksi sebagai anomali. Semua langkah ini diterapkan agar wondr by BNI menjadi aplikasi dengan keamanan yang terbaik.

Ekspansi Anak Usaha, BNI Jual Saham BSI?

Selain fokus pada pengembangan teknologi dan keamanan, BNI juga berencana untuk melepas kepemilikan saham di PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BSI) secara bertahap.

Direktur Utama BNI, Royke Tumilaar, menjelaskan bahwa meskipun BNI masih mempertahankan kepemilikan saham di BSI, ada kemungkinan untuk menjual sebagian saham tersebut guna mendanai ekspansi ke anak perusahaan lain seperti BNI Life atau BNI Asset Management.

Dilansir dari Bisnis.com pada Minggu (7/7/2024), Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga, sebelumnya menyatakan bahwa akan ada divestasi kepemilikan saham BNI dan BRI di BSI.

Hal ini juga dikonfirmasi oleh Investor Relations Group Head BSI, Rizky Budinanda, yang mengatakan bahwa proses divestasi sedang berlangsung dan BSI akan mengikuti arahan pemegang saham. Budinanda menambahkan bahwa BSI telah memberikan usulan kepada BNI, BRI, Mandiri, dan Kementerian BUMN tentang langkah-langkah yang dapat meningkatkan nilai aset BSI.

Saat ini, BNI memiliki 23,24% saham di BSI atau setara dengan 10,72 miliar saham, sementara BRI memiliki 7,09 miliar saham atau 15,38%. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) tetap menjadi pemegang saham pengendali dengan kepemilikan 51,47% saham di BSI. Kepemilikan publik di BSI sebesar 9,87% atau sekitar 4,54 miliar saham. 

Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo, menyatakan bahwa hingga kini belum ada investor strategis dari Timur Tengah yang ideal untuk BSI. Oleh karena itu, opsi yang tersedia adalah meningkatkan porsi kepemilikan saham publik atau free float. Peningkatan free float diharapkan dapat memberikan stabilitas dan meningkatkan nilai BSI di pasar saham. Kartika, yang akrab disapa Tiko, menambahkan bahwa opsi ini muncul karena hingga kini belum ada investor privat dari Timur Tengah yang dianggap ideal.

Langkah ini sejalan dengan tujuan BNI untuk terus memperkuat posisi mereka di industri perbankan melalui inovasi teknologi dan strategi keuangan yang tepat. Transformasi besar yang sedang berlangsung mencerminkan komitmen BNI untuk terus berkembang dan meningkatkan kualitas layanan bagi nasabah mereka. BNI berharap dapat menjaga momentum pertumbuhan ini dan menghadapi tantangan di masa depan dengan lebih siap.

Selain itu, BNI juga tengah memperkuat hubungan dengan nasabah melalui pendekatan digital yang lebih personal. Dalam era di mana digitalisasi menjadi semakin penting, BNI berusaha untuk memberikan layanan yang lebih cepat, aman, dan efisien melalui inovasi teknologi.

Hal ini termasuk pengembangan produk dan layanan baru yang sesuai dengan kebutuhan nasabah modern. Upaya ini diharapkan dapat meningkatkan kepuasan nasabah dan memperkuat loyalitas mereka terhadap BNI.

Dengan berbagai langkah strategis ini, BNI tidak hanya berfokus pada peningkatan teknologi dan keamanan, tetapi juga pada pertumbuhan bisnis yang berkelanjutan. Investasi dalam teknologi dan inovasi diharapkan dapat memberikan nilai tambah bagi para pemegang saham dan meningkatkan daya saing BNI di pasar perbankan. Transformasi yang sedang berlangsung di BNI mencerminkan visi perusahaan untuk menjadi bank terdepan yang memberikan solusi keuangan terbaik bagi masyarakat.

Baca Juga

Semua Berita