2024-07-04 03:41:10
Kantor Bank Indonesia (foto: Bisnis.com)Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), Destry Damayanti, menyebutkan beberapa syarat agar suku bunga acuan atau BI Rate bisa turun dari level 6,25%.
Dilansir dari Bisnis.com pada Kamis (4/7/2024), Destry menjelaskan bahwa penurunan BI Rate sangat bergantung pada data terkini, termasuk kondisi domestik. BI tengah mempersiapkan berbagai skenario dalam menghadapi penurunan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed) yang diperkirakan akan terjadi satu kali pada kuartal IV/2024.
“Itu sangat bergantung pada data, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Jika kondisi dalam negeri stabil, inflasi terjaga, dan volatilitas rupiah dapat dikendalikan, serta kredit mulai terdorong, maka kita bisa mempertimbangkan penurunan BI Rate,” ujarnya dalam acara Investor Network Summit 2024 pada Rabu (3/7/2024).
Destry juga menjelaskan bahwa BI terus memantau kebijakan The Fed. Selain itu, bank sentral juga fokus pada kondisi global yang penuh ketidakpastian dan memiliki dampak cepat terhadap perekonomian Indonesia.
Di sisi domestik, pertumbuhan ekonomi masih cukup baik, dengan sumber pertumbuhan yang seimbang. BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 berada di kisaran 4,7%-5,3%, sementara tahun ini pertumbuhan ekonomi diproyeksikan berada di kisaran 4,5-5,3%.
“Konsumsi meningkat, investasi ada, sehingga perekonomian domestik cukup tangguh,” tambahnya.
Destry mengakui bahwa BI terus memantau kondisi negara lain, terutama AS yang menunjukkan tren suku bunga tinggi dalam jangka panjang. “Kita pasti akan merespon dengan berbagai kebijakan, bukan hanya mengandalkan BI Rate. Kita punya beragam kebijakan untuk menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi,” jelasnya.
Salah satu upaya BI untuk memperdalam pasar tanpa harus menaikkan BI Rate terlalu tinggi adalah dengan menerbitkan instrumen baru seperti Sekuritas Rupiah BI (SRBI) agar arus masuk modal ke Indonesia meningkat.
“Kita juga punya kebijakan makroprudensial untuk memastikan pertumbuhan ekonomi yang stabil,” katanya. Dengan kebijakan-kebijakan ini, Destry berharap Indonesia dapat mencapai pertumbuhan ekonomi yang stabil sekitar 5% pasca Covid-19.
Head of Research/Chief Economist PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Rully Arya Wisnubroto, menyebutkan bahwa volatilitas rupiah yang mencapai Rp16.300-Rp16.400 per dolar AS saat ini membuat ruang untuk penurunan suku bunga menjadi terbatas.
“Kondisi ini mendukung BI untuk terus melaksanakan kebijakan pro-stabilitas karena risiko ketidakstabilan jangka menengah lebih besar dibandingkan risiko pertumbuhan,” jelas Rully.
Dia juga menambahkan bahwa suku bunga tinggi di AS dan sentimen global mempengaruhi arus modal asing keluar dari pasar saham dan obligasi di Indonesia. Oleh karena itu, BI memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan di level 6,25% pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode 19-20 Juni 2024.
“Rapat Dewan Gubernur BI pada 19 dan 20 Juni 2024 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate di level 6,25%,” kata Perry Warjiyo dalam konferensi pers RDG BI pada Kamis (20/6/2024).
Suku bunga Deposit Facility ditetapkan sebesar 5,50% dan suku bunga Lending Facility sebesar 7,00%. Perry menjelaskan bahwa keputusan ini konsisten dengan kebijakan moneter pro-stabilitas serta langkah pre-emptive dan forward-looking untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam sasaran 2,5±1% pada 2024 dan 2025.
“Kebijakan ini didukung oleh penguatan operasi moneter untuk memperkuat stabilitas rupiah dan masuknya aliran modal asing,” tambahnya.
Dengan demikian, BI terus berupaya menjaga keseimbangan antara stabilitas makroekonomi dan pertumbuhan ekonomi melalui berbagai kebijakan yang tidak hanya bergantung pada suku bunga acuan.