komparase.com

Komisi VI DPR Desak Peninjauan Ulang Kebijakan Investasi Asuransi Milik Negara

Jumat, 28 Juni 2024 | 11:00 WIB
Loket Taspen (foto: Urbanasia)
Loket Taspen (foto: Urbanasia)

Komisi VI DPR RI mendesak adanya peninjauan ulang kebijakan investasi di perusahaan asuransi milik negara seperti Asabri, Jiwasraya, Taspen, dan Dana Pensiun BUMN.

Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Aria Bima, menyoroti adanya celah regulasi yang memungkinkan terjadinya skandal keuangan di perusahaan-perusahaan ini, yang mengancam masa depan keuangan para pegawai, ASN, serta anggota TNI dan Polri.

Aria Bima mempertanyakan aturan hukum yang mengatur investasi perusahaan-perusahaan ini, baik itu dalam bentuk surat berharga maupun investasi di sektor riil. Dalam rapat dengar pendapat dengan direksi Taspen pada 24 Juni 2024, Aria menekankan pentingnya mengkaji regulasi investasi untuk mengidentifikasi kesenjangan antara praktik investasi dan payung hukum yang ada. Menurutnya, kesenjangan ini membuka peluang terjadinya tindak pidana korupsi.

"Banyak BUMN yang melakukan investasi dengan surat berharga. Jika nilai surat berharga tersebut turun, kerugian dianggap sebagai hal biasa dalam bisnis," ujar Aria. Namun, dia menegaskan bahwa perlu ditelusuri apakah kerugian tersebut memang murni akibat risiko bisnis atau justru hasil dari praktik investasi yang tidak benar.

Dia mencontohkan investasi yang sebenarnya tidak layak secara ekonomi dan melanggar hukum tetapi tetap dilakukan penempatan dana.

Politisi senior dari PDI Perjuangan ini menyoroti terus terjadinya investasi fiktif di perusahaan negara. Modus ini, kata Aria, terungkap dalam kasus Jiwasraya, yang banyak nasabahnya merupakan pensiunan BUMN, serta Asabri yang menangani pensiunan TNI, Polri, dan PNS di lingkungan Kementerian Pertahanan.

Modus serupa juga terlihat pada kasus Taspen yang mengelola pensiun para Aparatur Sipil Negara (ASN). "Modus seperti Taspen membeli MTN dengan nilai lebih tinggi dari harga pasar," ungkapnya. Investasi fiktif ini, menurut Aria, dilakukan dengan sangat rapi dan tersembunyi sehingga sulit terdeteksi selama bertahun-tahun.

Aria juga mengungkapkan kekhawatirannya mengenai ancaman terhadap pemenuhan kewajiban di dana pensiun milik BUMN. Berdasarkan informasi yang diperolehnya, sebanyak 22 dari 48 dana pensiun BUMN tidak memiliki kecukupan dana untuk membayar hak pensiun dengan rasio kecukupan dana (RKD) di bawah 100%.

Selain itu, tujuh dana pensiun BUMN telah diaudit oleh BPKP karena hasil investasinya mencurigakan, dengan tingkat pengembalian di bawah 4%.

DPR: Butuh Rp12 Triliun Agar Dana Pensiun BUMN Memenuhi RKD

Aria menyebutkan bahwa Kementerian BUMN memperkirakan dibutuhkan dana sebesar Rp12 triliun hingga Rp13 triliun untuk memastikan dana pensiun BUMN dapat memenuhi regulasi RKD. Plt Direktur Utama PT Taspen (Persero), Rony Hanityo Aprianto, menanggapi bahwa sejauh ini payung hukum investasi diatur oleh Menteri Keuangan melalui PMK 66 dan 52 tahun 2021, yang terus diperbarui. "Ini diperbarui terus," kata Rony.

Menurut Aria, regulasi yang ada saat ini belum mampu mencegah terjadinya penyimpangan investasi di perusahaan asuransi dan dana pensiun milik negara. Oleh karena itu, dia mengusulkan agar pemerintah segera meninjau ulang dan memperketat regulasi investasi di sektor ini. 

Peninjauan ulang ini diharapkan dapat menghilangkan celah hukum yang selama ini dimanfaatkan oleh oknum-oknum untuk melakukan praktik korupsi. Selain itu, Aria juga mengimbau adanya peningkatan pengawasan dan transparansi dalam pengelolaan dana pensiun agar hak-hak para pegawai, ASN, serta anggota TNI dan Polri dapat terjamin.

Dengan adanya peninjauan ulang dan pembenahan regulasi, diharapkan skandal keuangan seperti yang terjadi di Jiwasraya, Asabri, dan Taspen tidak akan terulang di masa mendatang. Pemerintah juga perlu memastikan bahwa dana pensiun BUMN dikelola dengan baik dan aman sehingga memberikan kepastian bagi para pensiunan di hari tua mereka.

Topik

Komentar

Berita

Telah Dipilih

Silahkan Pilih yang Lain.

x

Belum memiliki akun? Daftar di Sini