2024-06-13 18:33:02
properti (foto: nirwana tunggal)Tren kenaikan harga rumah di Indonesia tengah mencatat puncaknya, mencakup baik segmen rumah subsidi maupun komersial. Penyusutan daya beli telah membuat harga rumah subsidi pada tahun ini melonjak dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, dengan variasi harga yang tergantung pada lokasi geografis masing-masing.
Harga rumah subsidi bervariasi di setiap wilayah Indonesia. Di wilayah Jawa (kecuali Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) dan Sumatra (kecuali Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Kepulauan Mentawai), harga mencapai Rp166 juta.
Wilayah Kalimantan (kecuali Kabupaten Murung Raya dan Kabupaten Mahakam Ulu) memiliki harga sekitar Rp182 juta, sedangkan di wilayah Sulawesi, Bangka Belitung, Kepulauan Mentawai, dan Kepulauan Riau (kecuali Kepulauan Anambas), harga mencapai Rp173 juta.
Di wilayah Maluku, Maluku Utara, Bali dan Nusa Tenggara, Jabodetabek, Kepulauan Anambas, Kabupaten Murung Raya, dan Kabupaten Mahakam Ulu, harga mencapai Rp185 juta. Sementara di wilayah Papua, harga mencapai Rp240 juta.
Sementara itu, harga rumah komersial di pasar primer, yang meliputi rumah baru yang belum pernah dihuni, tetap tinggi. Berdasarkan laporan LPEM FEB UI, kota Medan mencatat harga tertinggi di Indonesia, setara dengan 23,5 kali rata-rata pendapatan tahunan.
Disusul oleh Surabaya dengan harga rata-rata rumah sebesar 21,33 kali gaji, Batam dengan 20,94 kali gaji, Makassar dengan 19,78 kali gaji, dan Jakarta dengan 19,76 kali rata-rata gaji tahunan.
Mengapa harga rumah di Indonesia terus meningkat? Menurut Steve Sudijanto, seorang Pengamat Properti dan Direktur PT. Global Asset Management, faktor utama adalah inflasi. Inflasi menyebabkan kenaikan berbagai biaya konstruksi, termasuk harga tanah dan bahan bangunan, seperti besi, semen, dan beton.
Komponen mekanik dan elektrik juga ikut meningkat, termasuk kabel listrik, fitting, dan pipa. Sebagai akibatnya, harga rumah baru cenderung lebih tinggi karena semua biaya konstruksi tersebut ditambahkan ke dalam harga jual.
Salah satu solusi yang ditawarkan Steve adalah mempertimbangkan untuk membeli rumah bekas atau rumah sekunder. Rumah bekas sering kali terletak di lokasi strategis dengan infrastruktur yang sudah matang, dan cenderung lebih ekonomis karena tidak terpengaruh langsung oleh kenaikan harga bahan bangunan baru.
Alternatif lain adalah memanfaatkan proyek perumahan yang terbengkalai. Banyak proyek real estate yang telah mencapai tahap penyelesaian tetapi belum terjual, dan proyek-proyek tersebut dapat diambil alih untuk dipugar atau dilanjutkan.
Dengan melakukan evaluasi terhadap perumahan terbengkalai ini, harga jual dapat disesuaikan untuk menjadi lebih terjangkau dibandingkan dengan rumah baru, sambil memanfaatkan aset yang sudah ada.