2024-06-10 05:15:18
Ilustrasi Kredit Kendaraan (foto: Axis Bank)Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru-baru ini mengeluarkan peraturan baru terkait perlindungan konsumen dalam penagihan kredit bermasalah atau debt collector kendaraan bermotor. Namun, kebijakan ini justru membuat pelaku usaha multifinance lebih berhati-hati dalam memberikan pinjaman kendaraan, sehingga laju bisnis pembiayaan menjadi tersendat.
Hal ini disampaikan oleh Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, dan Lembaga Keuangan Mikro OJK, Ahmad Nasrullah, dalam Forum Group Discussion dengan editor media massa di Batam, pada Sabtu (8/6/2024).
Nasrullah mengungkapkan bahwa pihaknya baru-baru ini mengundang para pelaku industri multifinance untuk bersama-sama menyusun peta jalan pertumbuhan pembiayaan kendaraan bermotor hingga dua digit dalam lima tahun ke depan.
Dalam pertemuan tersebut, OJK meminta industri multifinance untuk memacu pertumbuhan pembiayaan sekitar 17% dalam lima tahun ke depan. Namun, para pelaku industri mengaku tidak berani terlalu ekspansif dalam menyalurkan pembiayaan.
"Komentar mereka, 'dengan POJK 22 kami tidak berani terlalu ekspansif', karena ruang gerak multifinance dalam pemulihan penagihan dibatasi," kata Nasrullah.
Bahkan, beberapa pelaku usaha di industri multifinance merevisi rencana bisnis mereka akibat banyaknya pembatasan dalam penagihan kredit kendaraan bermasalah yang diatur dalam peraturan baru ini. Peraturan tersebut dinilai merugikan pelaku usaha.
Untuk informasi tambahan, nilai piutang pembiayaan multifinance pada April 2024 mengalami perlambatan ke angka Rp486,35 triliun. Nilai ini tumbuh sebesar 10,82% secara tahunan (year-on-year/YoY), sedangkan pada April 2023 nilai piutang pembiayaan multifinance tumbuh 15,13% YoY. Pertumbuhan pada akhir Desember 2023 juga lebih tinggi, yaitu sebesar 13,23% secara tahunan.
Seperti diketahui, OJK telah merilis aturan baru terkait mekanisme penagihan kredit dan pembiayaan melalui POJK Nomor 22 Tahun 2023, yang menggantikan POJK Nomor 6 Tahun 2022 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan.
Dalam aturan tersebut disebutkan bahwa penagihan kredit atau pembiayaan tidak boleh dilakukan secara sembarangan. "Penagihan wajib dilaksanakan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat dan ketentuan peraturan perundang-undangan," tulis OJK.
Peraturan baru ini menegaskan bahwa proses penagihan harus dilakukan dengan memperhatikan etika dan norma yang berlaku di masyarakat serta ketentuan hukum yang ada. Hal ini dilakukan untuk melindungi konsumen dari praktik penagihan yang tidak etis dan sewenang-wenang yang kerap dilakukan oleh debt collector.
Namun, kebijakan ini membuat pelaku industri multifinance harus lebih berhati-hati dalam menyalurkan pembiayaan, mengingat adanya risiko kredit bermasalah yang bisa mempengaruhi kinerja bisnis mereka. Banyak dari mereka yang akhirnya merevisi rencana bisnis dan menunda ekspansi karena khawatir tidak dapat melakukan penagihan secara efektif di bawah aturan baru tersebut.
Salah satu pelaku usaha dalam industri otomotif mengungkapkan bahwa industri multifinance tengah mengalami perlambatan dalam pemberian kredit akibat meningkatnya kasus pembiayaan bermasalah. Dilansir oleh Bisnis.com pada Senin (10/6/2024), hal ini terjadi karena adanya pembatasan penarikan kendaraan yang memiliki masalah.
"Pelaku usaha multifinance sedang menghadapi tantangan, karena pembiayaan bermasalah meningkat. Mereka lebih memilih untuk membiayai pembeli kendaraan yang sudah terbukti aman, daripada mencari pelanggan baru," ujar sumber yang meminta namanya tidak disebutkan.
Dalam beberapa bulan terakhir, terjadi peningkatan kasus pembiayaan bermasalah di industri multifinance, yang terlihat dari rasio non-performing financing (NPF) naik menjadi 2,8% pada bulan April 2024 dari sebelumnya 2,4%.
Meskipun demikian, Nasrullah menjelaskan bahwa rasio NPF masih berada dalam batas toleransi yang ditetapkan oleh OJK sebesar 5%. Ketika ditanya apakah kenaikan NPF disebabkan oleh aturan baru penagihan oleh debt collector, Nasrullah belum dapat memastikannya.
"Kenaikan NPF dalam pembiayaan, mungkin disebabkan oleh pembatasan penagihan yang diatur dalam POJK 22? Aturan ini baru diberlakukan, kami masih dalam tahap analisis," ujarnya.
Nasrullah mengakui bahwa POJK 22 mempengaruhi ekspansi bisnis multifinance. Namun, menurutnya, dalam peraturan tersebut sebenarnya juga memberikan perlindungan kepada pelaku usaha dalam menjalankan bisnis mereka.
"Jika kita baca POJK, Pasal 6 menyatakan bahwa pelaku usaha mendapatkan perlindungan hukum jika ada niat buruk dari konsumen. Jadi, ketentuan penagihan tidak berlaku bagi konsumen yang berniat untuk menunggak pembayaran."
Sementara itu, Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi Aman Santosa menambahkan bahwa peraturan OJK dirancang untuk melindungi baik pelaku usaha maupun konsumen. Dia menekankan bahwa aturan tersebut dapat dievaluasi jika tidak sesuai dengan kepentingan industri.
"Market conduct yang dikelola bersama di bawah satu atap memungkinkan kita untuk menyusun kebijakan bersama. Dewan Komisioner OJK mengawasi implementasi POJK, sehingga aturan tersebut mencerminkan harapan dari dewan komisioner."
Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK, Mirza Adityaswara, juga menyatakan bahwa OJK terus memantau perkembangan industri multifinance yang mengalami penurunan pembiayaan. "Kami akan terus memonitor perkembangan industri ini."