2024-05-31 04:22:38
Ilustrasi Bank DigitalMargin bunga bersih (Net Interest Margin/NIM) bank-bank digital di Indonesia mencatatkan angka tertinggi di industri perbankan nasional. PT Bank Amar Indonesia Tbk. (AMAR) mencatatkan NIM sebesar 22,73% pada Maret 2024, menjadikannya yang tertinggi di industri. Bank digital lainnya seperti PT Bank Neo Commerce Tbk. (BBYB) atau BNC mencatatkan NIM hingga 19,92% pada Maret 2024.
Sementara itu, PT Krom Bank Indonesia Tbk. (BBSI), bank digital milik Kredivo Group, memiliki NIM tinggi di level 20,58%. Selain itu, PT Bank Seabank Indonesia, bank digital yang dimiliki oleh Shopee atau Sea Group, mencatatkan NIM di level 15,41% per Maret 2024.
Sebagai perbandingan, bank-bank besar seperti Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) mencatatkan NIM sebesar 6,59% pada kuartal I/2024. PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) mencatatkan NIM sebesar 4,01%, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) sebesar 4,89%, dan PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) sebesar 5,62%.
Dilansir dari Bisnis.com pada Jum'at (31/05/2024), Senior Vice President Finance Amar Bank, David Wirawan, menjelaskan bahwa tingginya NIM bank digital disebabkan oleh segmentasi pasar yang berbeda. "Kami menyasar segmen ritel mikro, yang tentunya memiliki profil risiko lebih tinggi," ujarnya pada acara public expose Rabu (29/5/2024). Segmentasi pasar ini tidak banyak digarap oleh perbankan konvensional, melainkan lebih banyak digarap oleh fintech.
Dengan risiko tinggi pada segmen tersebut, bank digital mengkompensasi dengan menetapkan bunga kredit yang tinggi pula. "Itu yang menghasilkan NIM yang lebih tinggi," ujarnya. Meski demikian, menurut David, NIM bank digital seperti AMAR sudah disesuaikan dengan manajemen risiko, termasuk pencadangan yang tinggi. Dengan demikian, secara riil, NIM bank digital sama saja dengan bank-bank lainnya.
Direktur Utama SeaBank Indonesia, Sasmaya Tuhuleley, juga mengungkapkan hal serupa. NIM bank digital tinggi karena bunga kredit yang dipatok juga tinggi, sesuai dengan segmentasi debitur berisiko tinggi yang mereka sasar. "Jadi, otomatis risiko tinggi, NIM tinggi. Namun pada akhirnya, setelah dengan pencadangan, jadinya sama saja. Sisa dari NIM kami masukkan pencadangan," ujarnya.
Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), Amin Nurdin, juga menyatakan bahwa tingginya NIM bank digital disebabkan oleh suku bunga yang lebih tinggi dibandingkan bank konvensional. "Yang menyebabkan tingginya NIM adalah tingkat suku bunga dan likuiditas yang dimiliki bank. Jadi, wajar kalau NIM bank digital jauh lebih tinggi karena mereka menetapkan suku bunga yang tinggi," ujarnya.
Amin menjelaskan bahwa bank digital mendapatkan pendanaan dengan suku bunga simpanan yang tinggi, kemudian melempar suku bunga pinjaman kepada debitur di atas rata-rata industri. Hal ini menyebabkan NIM lebih tinggi dibandingkan bank-bank besar.
Secara keseluruhan, tingginya NIM bank digital merupakan hasil dari strategi mereka dalam menyasar segmen pasar berisiko tinggi dengan bunga kredit yang tinggi. Meski demikian, dengan manajemen risiko yang baik, termasuk pencadangan yang memadai, bank digital dapat mempertahankan stabilitas dan kesehatan keuangan mereka.
Fenomena ini menunjukkan dinamika baru dalam industri perbankan di Indonesia, di mana bank digital mampu bersaing dan bahkan mengungguli bank-bank konvensional dalam hal margin bunga bersih.