Bank Mandiri (BMRI) dan BCA (BBCA) Yakin Pertumbuhan Kredit Bank Subur di Tengah Suku Bunga Tinggi

2024-05-28 04:08:33

News Image Foto Kantor Cabang Bank Mandiri

Optimisme menyelimuti sektor perbankan Indonesia dalam menyalurkan kredit, dengan Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) dan Bank Central Asia Tbk. (BBCA) memperkirakan pertumbuhan kredit mencapai dua digit di era suku bunga tinggi. Bank Indonesia memproyeksikan pertumbuhan kredit tahun ini mencapai 10-12% secara tahunan.

Berdasarkan laporan Analisis Uang Beredar per April 2024, penyaluran kredit perbankan mencapai Rp7.247,7 triliun, tumbuh 12,3% secara year-on-year (yoy) setelah Maret tumbuh sebesar 11,9% yoy.

Dilansir oleh Bisnis.com pada Senin (27/05/2024), pertumbuhan ini didorong oleh penyaluran kredit kepada debitur korporasi yang meningkat sebesar 17% yoy dan kredit perorangan sebesar 7,2% yoy. Berdasarkan jenis penggunaan, kredit modal kerja tumbuh 12,4% yoy, kredit investasi naik 14,6% yoy, dan kredit konsumsi meningkat 10% yoy.

Bank Mandiri berkomitmen untuk mengoptimalkan penyaluran kredit guna mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Hingga Maret 2024, Bank Mandiri telah menyalurkan kredit konsolidasi sebesar Rp1.435 triliun, meningkat 19,1% yoy.

VP Corporate Communication Bank Mandiri, Ricky Andriano, menyebut pencapaian ini melampaui pertumbuhan kredit industri yang tumbuh sebesar 12,4% yoy pada akhir Maret 2024. "Tahun ini, Bank Mandiri memproyeksikan pertumbuhan kredit konsolidasi di kisaran 13-15% yoy," ujarnya.

Ricky menambahkan bahwa ke depan, pertumbuhan kredit akan memperhatikan portofolio yang prospektif dan tahan banting, seperti sektor perkebunan, industri makanan dan minuman, serta energi dan air. Selain itu, Bank Mandiri akan melanjutkan strategi pertumbuhan kredit melalui penguatan kompetensi inti di segmen wholesale, serta meningkatkan segmen ritel dengan pendekatan value chain berbasis ekosistem.

BCA: Kredit Investasi Tumbuh 25% Lebih

Sejalan dengan Bank Mandiri, EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA, Hera F. Haryn, menyatakan bahwa BCA juga akan mendukung pertumbuhan ekonomi melalui penyaluran kredit ke berbagai sektor sambil terus mengamati dinamika pasar. "Kami berharap total kredit BCA akan tumbuh di kisaran 9-10% tahun ini," katanya.

Per Maret 2024, kredit investasi BCA naik 25,8% yoy menjadi Rp277,7 triliun, dan kredit modal kerja tumbuh 12,7% menjadi Rp385,2 triliun. Sektor pertambangan non-migas dan jasa keuangan menjadi kontributor terbesar pertumbuhan ini.

Hera juga mencatat adanya peningkatan kredit konsumer sebesar 14,9% yoy menjadi Rp201,6 triliun per Maret 2024, dengan pertumbuhan signifikan pada kredit perumahan rakyat (KPR) yang naik 11% yoy mencapai Rp121,7 triliun. Selain itu, kredit kendaraan bermotor (KKB) tumbuh 22,2% yoy menjadi Rp59,8 triliun dan pinjaman konsumer lainnya mengalami peningkatan, terutama kartu kredit yang naik 22,6% yoy mencapai Rp17,1 triliun.

"Minat kredit konsumer terlihat terjaga dengan baik, tercermin dari tingginya antusiasme pengunjung BCA Expoversary 2024," ujarnya.

Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Abdul Manap Pulungan, menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang mendorong pertumbuhan kredit tahun ini. Pertama, efek low base tahun lalu. Kedua, momen Ramadan dan Lebaran yang mendorong pengusaha menambah permodalan dari bank untuk memenuhi permintaan yang meningkat. "Dengan situasi lebih stabil pasca Pemilu, permintaan kredit di sektor perbankan meningkat," katanya.

Abdul juga menyebut dua momentum besar di akhir tahun, yakni Pilkada dan Natal-Tahun Baru (Nataru), yang kemungkinan besar akan mendongkrak kredit modal kerja dan konsumsi.

"Target kredit 11% bisa tercapai, tetapi perlu diperhatikan agar tidak ada kebijakan yang menekan daya beli masyarakat, seperti kenaikan suku bunga atau kebijakan terkait harga," jelasnya. Dengan kenaikan PPN, masyarakat cenderung menahan konsumsi, yang berpengaruh pada permintaan pembiayaan dari korporasi.

Menurut Abdul, kredit investasi akan terus memimpin, diikuti oleh kredit modal kerja dan kredit konsumsi. "Polanya memang seperti ini selama beberapa bulan terakhir, karena inflasi bahan makanan yang tinggi membuat orang menahan konsumsi. Namun, kita lihat lagi pada masa liburan akhir tahun apakah ada peningkatan permintaan di sektor konsumsi," ucapnya.

Baca Juga

Semua Berita