10 Bank Bangkrut di 4 Bulan Pertama 2024, Intip Kinerja BPR/BPRS di Awal Tahun Ini

2024-04-22 04:42:03

News Image bank bangkrut 2

Dalam empat bulan pertama tahun 2024, setidaknya sudah ada 10 bank perekonomian rakyat (BPR) konvensional dan syariah yang mengalami kebangkrutan di Indonesia. Kinerja awal tahun dari bank-bank ini menunjukkan sejumlah masalah yang mengarah pada keputusan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mencabut izin usaha mereka. OJK telah melakukan langkah-langkah penguatan otoritas untuk mengatasi masalah ini, terutama dalam mengawasi dan mengatur sektor BPR dan BPRS agar lebih stabil dan terkendali.

 

Kabarnya, OJK baru-baru ini mencabut izin usaha Bank Perekonomian Syariah (BPRS) Saka Dana Mulia di Kudus setelah libur lebaran tahun 2024. Kejadian ini menambah daftar bank syariah yang harus menutup usahanya tahun ini, termasuk BPRS Mojo Artho Kota Mojokerto (Perseroda) yang izinnya dicabut pada Januari 2024. Dengan demikian, keseluruhan sudah ada 10 BPR dan BPRS yang mengalami kebangkrutan di awal tahun ini, memperlihatkan kekhawatiran akan kesehatan sektor perbankan ini.

 

Menurut data terbaru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang dirilis baru-baru ini, industri Bank Perekonomian Syariah (BPRS) mencatat laba sebesar Rp27 miliar pada bulan Januari 2024, mengalami penurunan sebesar 29,03% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang sebesar Rp11,46 miliar pada Januari 2023. Meskipun demikian, dari sisi dana pihak ketiga (DPK), BPRS telah berhasil mengumpulkan dana sebesar Rp1,7 triliun, mengalami pertumbuhan sebesar 27,33% dari periode yang sama pada tahun sebelumnya yang sebesar Rp1,33 triliun. Adapun, dalam hal pembiayaan, terjadi peningkatan sebesar 17,7% menjadi Rp17,05 triliun pada bulan Januari 2024 dibandingkan dengan periode sebelumnya yang sebesar Rp14,49 triliun. Peningkatan ini juga mendorong pertumbuhan aset BPRS sebesar 13,89% atau mencapai Rp22,99 triliun pada bulan yang sama.

 

Namun, seiring dengan pertumbuhan pembiayaan, rasio pembiayaan bermasalah (nonperforming financing/NPF) juga mengalami kenaikan sebesar 53 basis poin (bps) menjadi 6,99% dari 6,46%. Jumlah kredit yang gagal bayar dari BPRS pun meningkat dari Rp935,64 miliar pada bulan Januari 2023 menjadi Rp1,19 triliun pada bulan Januari 2024. Sementara itu, dari data Bisnis, Bank Perekonomian Rakyat (BPR) mencatatkan kerugian sebesar Rp55 miliar pada bulan Januari 2024. Hal ini berbeda dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya atau bulan Januari 2023, di mana BPR mencatat laba sebesar Rp240 miliar. Pada akhir tahun sebelumnya atau bulan Desember 2023, laba BPR mencapai Rp1,94 triliun. 

 

Kualitas aset bank juga menunjukkan penurunan dengan rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) industri BPR meningkat dari 8,34% pada bulan Januari 2023 menjadi 10,25% pada bulan Januari 2024. Jumlah kredit macet dari BPR meningkat dari Rp7,49 triliun pada bulan Januari 2023 menjadi Rp9,59 triliun pada bulan Januari 2024. Namun demikian, penyaluran kredit dari BPR tumbuh sebesar 9,26% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi Rp141,17 triliun pada bulan Januari 2024. Dana pihak ketiga (DPK) juga tumbuh sebesar 9,09% yoy menjadi Rp138,27 triliun pada bulan Januari 2024. OJK mencatat bahwa di tengah banyaknya bank yang bangkrut, regulator terus memperkuat BPR/BPRS dengan mendorong konsolidasi serta penyesuaian regulasi dan pengawasan.

 

OJK terus berupaya memperkuat pengawasan dan regulasi untuk menghindari kebangkrutan lebih lanjut dalam sektor BPR dan BPRS. Penutupan izin usaha yang dilakukan terhadap sejumlah bank menunjukkan pentingnya tindakan cepat dan tegas untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan melindungi kepentingan nasabah serta pemangku kepentingan lainnya.

Baca Juga

Semua Berita