Perbankan Kurangi Pendanaan ke Fintech P2P Lending, Ini Alasannya

2024-05-27 02:41:10

News Image Ilustrasi P2P Lending (foto: Cyberthreat.id)

Sejumlah bank dilaporkan mulai mengurangi porsi penyaluran kredit melalui skema channeling dengan mitra perusahaan fintech peer-to-peer (P2P) lending. Alasan utama dari pengurangan ini adalah tingginya potensi risiko yang muncul di industri fintech lending.

Namun, berdasarkan data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Maret 2024, pendanaan dari perbankan masih berkontribusi sebesar Rp33,09 triliun, atau sekitar 53,21% dari total outstanding pinjaman. Angka ini menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2023, di mana kontribusi pendanaan perbankan hanya mencapai 44,57% dari total penyaluran.

Dilansir oleh Kontan.com pada Senin (27/05/2024), Nailul Huda, pengamat sekaligus Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), menyatakan bahwa pengurangan pendanaan oleh perbankan ini tidak terlepas dari tingginya risiko di industri fintech lending.

Nailul menjelaskan bahwa belakangan ini risiko di industri fintech P2P lending memang semakin besar, dengan banyaknya kasus gagal bayar yang terjadi. "Hal tersebut juga menyebabkan biaya risiko menjadi tinggi. Dengan demikian, minat perbankan terhadap fintech lending bisa menurun," ujarnya kepada Kontan.

Nailul juga menyoroti bahwa keuntungan lender melalui bunga manfaat semakin menyusut akibat aturan dari OJK yang membatasi bunga menjadi 0,3% untuk konsumtif dan 0,1% untuk produktif. "Istilahnya, tidak cuan lagi bagi lender," ungkapnya.

Menurutnya, berkurangnya channeling perbankan ini bisa menjadi sinyal alarm berbahaya bagi industri P2P lending, karena hampir 60% porsi lender adalah institusi perbankan. Jika porsi ini berkurang, akan sangat memengaruhi penyaluran hingga kinerja keuangan fintech lending. Nailul memprediksi bahwa penyaluran akan mulai menunjukkan perlambatan ketika investasi dari lender institusi perbankan menurun.

Bank Mundur, Lender Individu jadi Incaran

Meskipun demikian, Nailul berharap bahwa fintech P2P lending dapat memberikan layanan dan suku bunga yang lebih atraktif bagi lender individu. Dengan demikian, jika porsi pendanaan dari perbankan berkurang, bisa diantisipasi dengan penambahan dari lender individu. "Tantangannya saat ini adalah memperbesar kembali porsi lender individu. Tentu bukan hal yang mudah, tetapi OJK seharusnya bisa memberikan peraturan yang mendukung hal tersebut," katanya.

Untuk memperbesar porsi lender individu, Nailul menyarankan agar fintech lending memberikan produk jaminan asuransi investasi bagi lender individu serta menghitung kembali pengaturan bunga harian acuan OJK. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan fintech P2P lending bisa tetap bertahan dan berkembang meskipun porsi pendanaan dari perbankan mengalami penurunan.

Lebih lanjut, Nailul menjelaskan bahwa risiko yang tinggi di industri fintech lending disebabkan oleh banyak faktor, termasuk tingginya kasus gagal bayar yang merugikan lender. Selain itu, kebijakan OJK yang membatasi bunga pinjaman juga menjadi faktor yang mengurangi daya tarik bagi lender. Nailul menyatakan bahwa untuk menghadapi tantangan ini, fintech lending perlu berinovasi dan menawarkan produk yang lebih menarik bagi lender individu.

Menurut Nailul, salah satu cara untuk menarik minat lender individu adalah dengan menawarkan jaminan asuransi investasi yang dapat memberikan rasa aman bagi lender. Selain itu, fintech lending juga perlu mempertimbangkan untuk menyesuaikan kembali pengaturan bunga harian sesuai dengan kondisi pasar. Dengan demikian, diharapkan lender individu dapat merasa lebih tertarik dan nyaman untuk berinvestasi di platform fintech lending.

Nailul menambahkan bahwa dukungan dari OJK juga sangat penting dalam menghadapi tantangan ini. OJK diharapkan dapat memberikan peraturan yang mendukung pertumbuhan dan keberlanjutan industri fintech lending. Dengan adanya peraturan yang tepat, fintech lending dapat memberikan layanan yang lebih baik dan menarik bagi lender individu, sehingga dapat mengimbangi penurunan porsi pendanaan dari perbankan.

Secara keseluruhan, Nailul berharap bahwa industri fintech lending dapat terus berkembang dan memberikan kontribusi positif bagi perekonomian. Meskipun menghadapi tantangan yang besar, dengan inovasi dan dukungan dari regulator, fintech lending diharapkan dapat tetap bertahan dan menarik minat lender individu untuk berinvestasi.

Baca Juga

Semua Berita