2024-08-14 04:10:31
Ilustrasi Perbankan (foto: Unsplash)Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa sejumlah bank di Indonesia telah melakukan revisi proyeksi laba mereka untuk tahun 2024 dengan memangkas target laba.
Hal ini disebabkan oleh kondisi suku bunga global yang masih tinggi, serta peningkatan biaya dana akibat ketatnya persaingan untuk memperoleh dana murah di pasar.
Dilansir dari Bisnis.com pada Rabu (14/8/2024), Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyatakan bahwa sementara suku bunga kredit relatif stabil, suku bunga dana pihak ketiga (DPK) mengalami kenaikan, sehingga mempengaruhi profitabilitas bank.
Meskipun demikian, Dian menjelaskan bahwa sesuai dengan Rencana Bisnis Bank (RBB) yang telah direvisi, margin bunga bersih (net interest margin/NIM) bank pada akhir tahun 2024 diperkirakan masih akan stabil dibandingkan dengan semester pertama tahun ini.
Ini terlihat dari kinerja laba perbankan hingga Juni 2024 yang lebih baik dari proyeksi awal tahun. Dian juga optimis bahwa penyaluran kredit perbankan di tahun 2024 masih akan mencatat pertumbuhan double digit, meskipun mungkin tidak sekuat tahun sebelumnya.
Salah satu bank yang telah melakukan penyesuaian adalah PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BTN). Direktur Utama BTN, Nixon L.P. Napitupulu, mengatakan bahwa perseroan lebih realistis dalam menetapkan target pertumbuhan laba, dengan menurunkannya dari 10%-11% menjadi sekitar 1%.
Keputusan ini diambil karena kebijakan suku bunga global yang bertahan pada level tinggi lebih lama dari yang diperkirakan. Namun, Nixon menyebutkan bahwa biaya dana (cost of fund) BTN telah mengalami penurunan dan saat ini berada di bawah 4%.
Untuk menghadapi tantangan ini, BTN telah melakukan restrukturisasi pengelolaan pendanaan dan meluncurkan program baru bernama Prospera, yang berhasil menurunkan biaya dana dari 4,2% menjadi 3,9%.
PT Bank Mega Tbk. (Bank Mega) juga menghadapi tantangan serupa. Corporate Secretary Bank Mega, Christiana M. Damanik, mengungkapkan bahwa persaingan suku bunga di pasar dan peningkatan biaya operasional telah mempengaruhi kinerja bank tersebut per Juni 2024.
Akibatnya, Bank Mega merevisi Rencana Bisnis Bank (RBB) mereka. Bank Mega mencatat laba bersih sebesar Rp1,22 triliun pada semester pertama 2024, turun 37,67% secara tahunan dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp1,97 triliun.
Ke depannya, Bank Mega akan lebih fokus pada pertumbuhan dana ritel, terutama Current Account Savings Account (CASA), guna menekan biaya dana. Bank ini juga berencana meningkatkan kredit melalui pembiayaan sindikasi, bilateral, dan indirect channel.
Dari kalangan perbankan syariah, Ketua Bidang Regulasi Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo), Pandji P. Djajanegara, menyatakan bahwa bank syariah menghadapi kenaikan biaya penempatan dana, yang menyebabkan mereka menahan laju pembiayaan dan berpotensi menurunkan margin bunga bersih.
Namun, untuk unit usaha syariah di CIMB Niaga yang dipimpin oleh Pandji, tidak ada koreksi laba karena sejak awal tahun mereka tidak menetapkan anggaran yang agresif, melainkan fokus pada konsolidasi dan persiapan untuk spin-off.
Presiden Direktur PT Bank CIMB Niaga Tbk. (BNGA), Lani Darmawan, mengungkapkan bahwa perseroan tidak merevisi RBB mereka hingga akhir tahun 2024. Lani menyatakan bahwa NIM CIMB Niaga telah mengalami penurunan hampir dua tahun berturut-turut, mencapai 4,21% pada Juni 2024, turun 40 bps dari tahun sebelumnya.
Oleh karena itu, bank ini fokus pada manajemen biaya yang efisien dan kualitas aset yang baik. Rasio kredit bermasalah (NPL) CIMB Niaga terjaga di level 2,1%, dengan pertumbuhan profitabilitas sebesar 5,5%.
Sementara itu, dari kelompok bank kecil (KBMI I), PT Bank Oke Tbk. (Bank Oke) juga tidak melakukan revisi target laba mereka.
Direktur Kepatuhan Bank Oke, Efdinal Alamsyah, menyatakan bahwa untuk menjaga kinerja bisnis hingga akhir tahun, bank ini akan melakukan optimalisasi struktur pinjaman dan simpanan, meningkatkan pendapatan non-bunga, serta menjaga kualitas aset dengan lebih konservatif dalam proses underwriting kredit.
Bank Oke juga akan melakukan efisiensi operasional dan cross-selling produk serta layanan kepada nasabah yang ada. Target laba mereka sebesar Rp30 miliar, dan hingga akhir Juli 2024, bank ini telah mencatat laba sebesar Rp21 miliar.
Di sisi lain, Direktur Segara Research Institute, Piter Abdullah, menyatakan bahwa meskipun banyak bank melakukan pemangkasan laba, hal ini tidak akan menghambat rencana ekspansi dan inovasi produk perbankan yang telah direncanakan sejak awal tahun.
Menurutnya, bank justru akan semakin meningkatkan inovasi produk dan layanan perbankan untuk menciptakan sumber keuntungan baru, termasuk pendapatan non-bunga. Inovasi sektor perbankan dinilai sangat penting di periode ini untuk menjaga pertumbuhan dan stabilitas kinerja perbankan di tengah tantangan ekonomi global yang masih berlangsung.