2024-08-04 02:52:14
Loket BSI Kudus (foto: Marketeers)Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru saja merilis indeks literasi dan inklusi keuangan penduduk Indonesia untuk tahun 2024. Berdasarkan laporan tersebut, indeks literasi keuangan di Indonesia mencapai 65,43%, sedangkan indeks inklusi keuangan sebesar 75,02%.
Namun, angka ini menunjukkan kesenjangan yang cukup besar dengan sektor keuangan syariah, di mana indeks literasi keuangan syariah hanya 39,11%, dan indeks inklusi keuangan syariah lebih rendah lagi, yakni 12,88%.
Menanggapi situasi ini, Ekonom dan Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, mengkritisi peran PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BRIS). Sebagai informasi, BSI terbentuk pada 1 Februari 2021 melalui penggabungan PT Bank BRIsyariah Tbk, PT Bank Syariah Mandiri, dan PT Bank BNI Syariah.
Namun, Nailul menyatakan bahwa produk keuangan syariah masih belum mampu mengalahkan perbankan konvensional dalam hal penetrasi pasar. Bahkan, secara aset, BSI sebagai bank syariah terbesar di Indonesia belum masuk dalam kategori bank KBMI IV, yaitu bank dengan modal inti lebih dari Rp 70 triliun sesuai dengan POJK No.12/POJK.03/2021 tentang Konsolidasi Bank Umum.
"BSI masih kalah bersaing dengan bank besar seperti BCA, BRI, BNI, dan Bank Mandiri. Hal ini juga mempengaruhi penetrasi pasar mereka yang masih kalah dibandingkan empat bank tersebut," ujar Nailul sebagaimana dilansir dari Bisnis.com pada Jumat (2/8/2024).
Dia menambahkan bahwa penetrasi yang lemah tersebut berdampak pada tingkat inklusi keuangan syariah. Selain itu, jangkauan pasar syariah yang diincar oleh BSI dan bank syariah lainnya masih terbatas pada wilayah perkotaan karena keterbatasan fasilitas seperti ATM, kantor cabang, dan fasilitas lainnya.
Menurut Nailul, BSI dan bank syariah lainnya hanya fokus di kota besar dan sulit bersaing dengan BRI yang memiliki jaringan hingga ke kecamatan. "Di kota-kota besar, mereka juga harus bersaing dengan bank KBMI IV dan KBMI III lainnya," tambahnya.
Di sisi lain, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, berpendapat bahwa tingkat literasi keuangan syariah sebesar 39,11% sudah cukup baik.
Namun, tingkat inklusi keuangan syariah yang hanya 12,88% masih perlu ditingkatkan. "Masyarakat sebenarnya sudah memahami konsep keuangan syariah, tetapi akses ke layanan keuangan syariah masih sulit dijangkau," ujarnya saat konferensi pers online pada Jumat (2/8/2024).
Friderica menambahkan bahwa ketika OJK melakukan kunjungan ke Yogyakarta, mereka menemukan masyarakat yang ingin memiliki rekening syariah namun kesulitan karena tidak ada cabang bank syariah di daerah mereka.
"Kami menemukan bahwa meskipun masyarakat di Yogyakarta ingin membuka rekening syariah, mereka kesulitan karena tidak ada cabang di wilayah mereka dan akses internet juga terbatas, padahal ini di Pulau Jawa, apalagi di luar Jawa," jelasnya.
Secara keseluruhan, tantangan yang dihadapi oleh perbankan syariah di Indonesia menunjukkan bahwa masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk meningkatkan inklusi keuangan syariah.
Dengan meningkatkan jangkauan layanan, terutama di daerah-daerah yang kurang terlayani, diharapkan penetrasi dan inklusi keuangan syariah dapat terus meningkat, sehingga dapat bersaing dengan perbankan konvensional dan memberikan layanan keuangan yang lebih inklusif bagi seluruh masyarakat Indonesia.