Ramai Isu PHK Massal Commonwealth, Bagaimana Seharusnya Perhitungan Uang Pensiun dan Pesangon?

Jumat, 26 Juli 2024 | 09:07 WIB

News Image Kantor Cabang Bank Commonwealth (foto: Bisnis.com)

Ribuan pekerja Bank Commonwealth dilaporkan terancam terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) setelah PT Bank OCBC NISP Tbk. (NISP) mengakuisisi 99% sahamnya.

Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) mendesak agar PT Bank Commonwealth tidak mencampurkan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) dengan uang pesangon pekerja yang terancam PHK. Menurut OPSI, pencampuran tersebut bisa mengurangi jumlah pesangon yang diterima oleh pekerja yang terdampak PHK. 

Ketentuan mengenai dana pensiun dan uang pesangon diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, serta Pemutusan Hubungan Kerja.

Dalam Pasal 58 ayat 1, peraturan ini menyatakan bahwa pengusaha yang mendaftarkan pekerjanya dalam program pensiun sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang dana pensiun, iuran yang dibayarkan oleh pengusaha dapat diperhitungkan sebagai bagian dari pemenuhan kewajiban pengusaha atas uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, serta uang pisah akibat PHK.

Pasal 58 ayat 2 menambahkan, jika manfaat dari program pensiun lebih kecil daripada uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja serta uang pisah, maka selisihnya harus dibayar oleh pengusaha. Adapun pelaksanaan ketentuan pada ayat 1 diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.

Sebagai contoh perhitungan kewajiban pengusaha sesuai PP 35/2021, berikut adalah ilustrasinya:

1. Uang pesangon yang seharusnya diterima pekerja sebesar Rp15.000.000.

2. Manfaat atau jaminan pensiun dari program pensiun sebesar Rp10.000.000.

Dalam program pensiun, iuran yang ditanggung oleh pengusaha adalah 60% dan pekerja 40%. Dengan perhitungan tersebut, iuran yang sudah dibayar oleh pengusaha adalah 60% x Rp10.000.000 = Rp6.000.000, dan iuran yang dibayar oleh pekerja adalah 40% x Rp10.000.000 = Rp4.000.000. Maka, kekurangan yang masih harus dibayar oleh pengusaha adalah Rp15.000.000 - Rp6.000.000 = Rp9.000.000.

Dengan demikian, uang yang diterima oleh pekerja saat PHK terdiri atas:

1. Rp6.000.000, yang merupakan santunan dari penyelenggara program pensiun yang iurannya 60% dibayar oleh pengusaha.

2. Rp4.000.000, yang merupakan santunan dari penyelenggara program pensiun yang iurannya 40% dibayar oleh pekerja.

3. Rp9.000.000, yang merupakan kekurangan pesangon yang harus dibayar oleh pengusaha.

Sehingga, total keseluruhan yang diterima pekerja mencapai Rp19.000.000. Jika jumlah iuran yang dibayar pengusaha lebih besar daripada uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang pisah pekerja, maka selisihnya akan dibayarkan kepada pekerja.

Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK, Syarifudin Yunus, mengatakan bahwa secara regulasi, iuran DPLK dari pemberi kerja dapat dikompensasikan sebagai uang pesangon atau uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan yang ada di PP 35/2021, sebagaimana juga diatur dalam UU 13/2003 sebelumnya.

Ia menekankan pentingnya edukasi bagi pemberi kerja dan pekerja terkait mekanisme DPLK dan uang pesangon PHK ini.

Menurutnya, kewajiban pembayaran uang pesangon atau uang pensiun lebih baik didanakan oleh pemberi kerja sejak dini ke DPLK, karena cepat atau lambat dana tersebut harus dibayarkan.

Jika pemberi kerja telah mendanakan melalui DPLK, tentunya akan lebih baik, karena jika tidak, kita tidak tahu apakah dana tersebut tersedia atau tidak di pemberi kerja. 

"Setiap pemberi kerja pasti tahu kewajiban atas uang pesangon terhadap pekerjanya. Oleh karena itu, lebih baik mendanakan melalui DPLK, agar saat diperlukan, dananya sudah tersedia dan hak karyawan tetap dibayarkan sesuai regulasi yang berlaku," ujar Syarifudin.

Ia menegaskan bahwa edukasi dan pemahaman tentang DPLK perlu disosialisasikan kepada pemberi kerja dan pekerja. "Kewajiban uang pesangon atau uang pensiun lebih baik didanakan pemberi kerja sejak dini ke DPLK, karena cepat atau lambat pasti harus dibayarkan," tegasnya.

Berita Terkait Kartu Kredit