2024-07-30 07:18:38
Logo OJK (foto: Amartha)Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bahwa aturan mengenai transparansi suku bunga dasar kredit (SBDK) bagi Bank Umum Konvensional (BUK) akan segera diterbitkan dalam beberapa minggu mendatang.
Dilansir dari Bisnis.com pada Selasa (30/7/2024), Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Edina Rae, menyebut bahwa proses konsultasi dengan Komisi XI DPR RI serta harmonisasi dengan Kementerian Hukum dan HAM telah selesai.
"Saat ini tinggal penyelesaian teknis hukum," ujar Dian usai acara Bisnis Indonesia Midyear Challenges 2024 pada Senin (29/7/2024). Dian menjelaskan bahwa aturan ini bertujuan untuk meningkatkan transparansi suku bunga yang ditetapkan oleh bank. Dengan adanya aturan ini,
diharapkan masyarakat dapat lebih mudah memahami dan membandingkan suku bunga dasar antarbank, sehingga konsumen dapat membuat keputusan yang lebih baik dan menguntungkan saat memilih layanan perbankan.
Berdasarkan POJK 37/2019 dan SEOJK 8/2020 yang saat ini masih berlaku, nasabah dapat mengakses informasi SBDK melalui situs web dan papan pengumuman di kantor bank. Bank-bank juga telah menginformasikan suku bunga kredit (SBK) melalui media yang sama. "Diharapkan transparansi SBDK dapat segera diterbitkan," kata Dian dalam pernyataan tertulis pada Senin (15/7/2024).
SBDK merupakan suku bunga terendah yang mencerminkan kewajaran biaya yang dikeluarkan oleh bank, termasuk ekspektasi keuntungan yang diharapkan. Komponen SBDK meliputi Harga Pokok Dana Kredit (HPDK) yang berasal dari kegiatan penghimpunan dana, biaya overhead, dan marjin keuntungan bank.
Pengungkapan suku bunga kredit kepada OJK juga mencakup estimasi premi risiko yang disesuaikan dengan profil risiko masing-masing debitur. Melalui kebijakan ini, diharapkan persaingan suku bunga antarbank akan semakin sehat dan bank-bank terpacu untuk menjadi lebih efisien agar dapat menawarkan suku bunga yang lebih kompetitif.
OJK juga akan terus melakukan pengawasan terkait tata kelola pelaporan dan perhitungan komponen pembentuk SBDK. Aturan transparansi SBDK telah menjadi pembahasan sejak pertengahan 2023, namun perilisan kebijakan ini tertunda dari target semula yang direncanakan rampung pada akhir 2023.
Aturan ini muncul di tengah upaya pengendalian margin bunga bersih (net interest margin/NIM) perbankan yang dinilai masih tinggi dan terus meningkat. NIM adalah selisih antara suku bunga kredit yang diberikan perbankan dengan suku bunga yang dibayarkan kepada pemilik dana pihak ketiga (DPK) dalam bentuk simpanan atau pinjaman dana dari pihak lain.
Semakin besar angka NIM, semakin besar potensi keuntungan perbankan dari dana yang disalurkan. Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), Trioksa Siahaan, mendukung tujuan aturan ini untuk mengendalikan NIM dan meningkatkan edukasi nasabah mengenai komponen dalam penetapan suku bunga.
NIM bank umum per Juni 2024 mencapai 4,56%, stabil dari bulan sebelumnya. Secara tahunan, NIM mengalami penyusutan 23 basis poin (bps) dari Mei 2023 yang mencapai 4,79%.
Trioksa menyatakan bahwa transparansi akan membuat masyarakat memilih bunga yang lebih rendah, sehingga tercipta efisiensi dan NIM yang terkendali. Namun, ia mengingatkan bahwa regulator perlu memperhatikan mekanisme aturan sejauh mana transparansi perlu dipublikasikan oleh perbankan, agar informasi rahasia tetap terjaga.
"Oleh karena itu, ketika publikasi dilakukan, perlu diatur seberapa detail komponen yang perlu dipublikasikan sehingga tidak mengungkap informasi rahasia bank kepada masyarakat," jelasnya kepada Bisnis beberapa waktu lalu.
Dengan adanya aturan transparansi SBDK ini, diharapkan perbankan di Indonesia dapat lebih efisien dan kompetitif, serta memberikan layanan yang lebih baik kepada nasabah.
Selain itu, nasabah juga diharapkan lebih memahami dan dapat membandingkan suku bunga antarbank dengan lebih mudah, sehingga dapat membuat keputusan yang lebih baik dalam memilih layanan perbankan yang sesuai dengan kebutuhan mereka.