Siasat BRI Atasi Bengkaknya Kredit Macet UMKM

2024-07-29 01:02:37

News Image Loket Bank BRI (foto: Tempo)

PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI) merespons meningkatnya kredit macet pada sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dengan menerapkan beberapa strategi, termasuk penyaluran kredit secara selektif dan penghapusan buku kredit macet.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pada Mei 2024, rasio kredit bermasalah (NPL) UMKM mencapai 4,27%, naik dari 4,26% di bulan sebelumnya dan 3,71% pada Desember 2023.

Direktur Utama BRI, Sunarso, mengakui bahwa segmen UMKM menghadapi tantangan besar dalam mengelola kredit macet tahun ini. Untuk mengatasi masalah ini, BRI memperketat penerimaan risiko dan menyalurkan kredit secara lebih selektif. "Kami tetap tumbuh di UMKM secara selektif, dengan penerimaan risiko yang lebih ketat," ujar Sunarso dalam paparan kinerjanya.

Selain itu, BRI telah menyiapkan skema restrukturisasi komersial bagi UMKM yang kesulitan membayar tagihan kredit, mengingat kebijakan restrukturisasi kredit khusus Covid-19 telah berakhir pada Maret 2024.

Jika UMKM tidak dapat diselamatkan, BRI akan melakukan penghapusan buku kredit macet. "Cadangan kami saat ini lebih dari dua kali lipat untuk menghadapi penghapusan buku," tambah Sunarso.

Per Juni 2024, rasio pencadangan kredit bermasalah BRI mencapai 211,6%. Pada kuartal II 2024, BRI telah menyalurkan kredit sebesar Rp1.336,78 triliun, dengan 81,96% dialokasikan ke segmen UMKM.

Meski terjadi peningkatan kredit macet di beberapa segmen, segmen kredit menengah justru mengalami penurunan NPL dari 2,7% pada Juni 2023 menjadi 1,75% pada Juni 2024.

Pemerintah: Pembengkakan NPL UMKM Jadi Sorotan

Pembengkakan NPL UMKM mendapat perhatian serius dari pemerintah dan regulator. Pemerintah mengusulkan perpanjangan kebijakan restrukturisasi kredit Covid-19 hingga 2025.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyatakan bahwa perpanjangan ini diusulkan untuk mengurangi beban perbankan dalam mencadangkan kerugian akibat kenaikan kredit bermasalah.

"Ada arahan dari Presiden agar restrukturisasi kredit Covid-19 yang seharusnya berakhir pada Maret 2024 diperpanjang hingga 2025," ungkapnya.

Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menjelaskan bahwa OJK mempertimbangkan berbagai faktor seperti kecukupan modal, pencadangan, likuiditas, dan kapasitas pertumbuhan kredit dalam mengakhiri kebijakan restrukturisasi pada Maret 2024. Namun, OJK memahami usulan pemerintah dan akan mengevaluasi kemungkinan perpanjangan.

Selain itu, ada usulan untuk penerapan aturan penghapusan buku dan penghapusan tagih kredit macet UMKM. Wakil Ketua Komisi VI DPR, Sarmuji, menyoroti kesulitan UMKM yang mendapatkan kredit pada masa pandemi.

"UMKM yang lahir saat pandemi menghadapi situasi sulit dan potensi gagal bayar yang besar," ujarnya. Ia mengusulkan agar bank menghapus buku dan tagih kredit macet UMKM dengan syarat selektif, terutama bagi pinjaman kecil antara Rp25 juta hingga Rp50 juta.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Edina Rae, mengungkapkan bahwa OJK sedang menyiapkan aturan penghapusan buku dan tagih kredit macet UMKM.

Ia menekankan bahwa penghapusan buku dan tagih sudah lazim dilakukan oleh bank swasta, namun tantangan muncul saat bank BUMN melakukannya. "Bank BUMN menghadapi situasi sulit karena melibatkan komponen uang negara," ujarnya.

Aturan ini diharapkan dapat membantu bank BUMN dalam menjalankan penghapusan buku dan tagih kredit macet UMKM tanpa dianggap sebagai kerugian keuangan negara, melainkan sebagai kerugian yang diatur oleh undang-undang. Dengan demikian, bank BUMN dapat lebih fleksibel dalam menangani kredit macet di segmen UMKM.

Baca Juga

Semua Berita