2024-07-29 00:53:30
Loket Bank BCA (foto: Tribunnews)Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) Jahja Setiaatmadja mengungkapkan alasan di balik seringnya perseroan melakukan penyesuaian suku bunga deposito.
Dia menegaskan bahwa kondisi likuiditas BCA tetap memadai meskipun berada di era bunga tinggi. Hal ini terlihat dari loan to deposit ratio (LDR) yang berada di level 72,74% per Juni 2024. Meski BCA berada dalam kondisi likuid yang baik, Jahja menyatakan bahwa kondisi likuiditas sering kali memengaruhi suku bunga deposito.
“Jika kita lihat di pasar, memang terjadi peningkatan suku bunga deposito,” ungkapnya dalam Konferensi Pers Paparan Kinerja Semester I/2024, Rabu (24/7/2024). Menurutnya, ini mencerminkan bahwa pasar semakin ketat, di mana ada kebutuhan likuiditas yang lebih besar dari beberapa bank.
“[Meskipun] pasar berbeda-beda, ada player seperti BCA dan beberapa bank lain yang sangat likuid, tetapi ada juga bank-bank yang membutuhkan likuiditas. Nah, hal ini yang memicu kenaikan suku bunga deposito,” tambahnya.
Oleh karena itu, dalam menghadapi kondisi pasar yang lebih ketat dan kenaikan suku bunga deposito, BCA pun melakukan penyesuaian suku bunga deposito mereka.
“Di BCA, sejak tahun lalu kami sudah menurunkan suku bunga deposito, namun terakhir kami menyesuaikan kembali, yaitu menaikkan suku bunga deposito,” kata Jahja.
Sebagai informasi, BCA memang telah memperbarui suku bunga deposito per 24 Juni 2024, di mana 10 hari sebelumnya, yakni 14 Juni 2024, perseroan sempat menaikkan bunga di beberapa tenor.
Kini, per 24 Juni 2024, tenor 1 bulan mengalami kenaikan. Awalnya, bunga deposito rupiah BCA untuk tenor 1 bulan dengan nominal di bawah Rp2 miliar ditetapkan sebesar 3%, kini menjadi 3,25%.
Artinya, naik 25 basis poin (bps). Sementara itu, untuk simpanan lainnya tidak berubah, misalnya dengan nominal di bawah Rp2 miliar untuk tenor 3 bulan, masih di level 3,25%.
Lalu, untuk tenor 1 bulan dengan nominal simpanan di atas Rp2 miliar juga menjadi 3,25%. Begitu pula dengan keseluruhan tenor 3 bulan untuk simpanan di atas Rp2 miliar yang mengalami kenaikan 10 bps menjadi 3,25%.
Sebelumnya, Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan mengatakan bahwa hal ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor. Mulai dari kebijakan bank, bunga yang kurang kompetitif di pasar, hingga kebutuhan tambahan likuiditas perbankan. “Bisa juga memang bunga deposito di BRI sudah tinggi dan di BCA masih rendah,” sebagaimana dilansir dari Bisnis.com pada Senin (29/7/2024).
Di sisi lain, Direktur Segara Research Institut Piter Abdullah menyatakan bahwa kondisi naik turunnya suku bunga deposito perlu diteliti lebih dalam, tidak bisa hanya berdasarkan angka suku bunga yang terlihat di publik.
Meskipun secara umum, bank yang menaikkan suku bunga adalah bank yang mengalami likuiditas yang tidak begitu banyak. “Suku bunga [deposito] bukan satu-satunya ukuran [untuk mengevaluasi kondisi suatu bank].
Ukuran lain yang perlu dipertimbangkan adalah berapa banyak cash, giro di bank sentral [BI], kepemilikan Surat Berharga Negara (SBN), dan Loan to Deposit Ratio [LDR],” ujarnya.
Perubahan suku bunga deposito di BCA mencerminkan dinamika pasar yang lebih luas dan kebutuhan likuiditas bank. Dalam konteks ini, meskipun BCA memiliki likuiditas yang baik, penyesuaian suku bunga tetap diperlukan untuk menyesuaikan dengan kondisi pasar yang ketat.
Hal ini menunjukkan bagaimana kebijakan suku bunga deposito dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal dan internal, termasuk kondisi likuiditas bank lain dan kebijakan moneter yang berlaku.
Dengan demikian, memahami alasan di balik perubahan suku bunga deposito menjadi penting untuk mendapatkan gambaran yang lebih komprehensif tentang dinamika perbankan di Indonesia.