2024-07-23 02:26:44
Ilustrasi Fintech P2P Lending (foto: Pngtree)Industri fintech peer-to-peer (P2P) lending, yang sering dikenal sebagai pinjaman online (pinjol), menunjukkan optimisme terkait perubahan peraturan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengenai peningkatan batas pinjaman untuk sektor produktif.
Peraturan yang berlaku saat ini membatasi pinjaman hingga Rp2 miliar untuk sektor ini, yang mencakup usaha yang memproduksi barang atau jasa, termasuk UMKM yang membutuhkan modal untuk operasional atau pengembangan usaha.
Dengan rencana kenaikan batas pinjaman ini, diharapkan pembiayaan untuk sektor produktif dapat meningkat setelah mengalami penurunan selama empat bulan terakhir.
Yasmine Meylia Sembiring, Direktur Eksekutif Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), menyatakan keyakinannya bahwa aturan baru OJK ini akan mendorong penyaluran pinjaman oleh fintech ke sektor produktif.
Menurutnya, AFPI berkomitmen untuk mendukung implementasi aturan tersebut dengan meningkatkan sinergi antara penyelenggara, asosiasi, dan regulator serta memperkuat edukasi mengenai fintech lending bagi pelaku usaha.
Modalku, salah satu penyelenggara fintech P2P lending, menyambut baik usulan kenaikan limit pinjaman ini. Arthur Adisusanto, Country Head Modalku, menilai langkah ini sebagai strategi yang tepat untuk memenuhi kebutuhan pendanaan yang lebih besar bagi UMKM, terutama yang berada di segmen menengah dan sudah berbadan usaha.
Ia percaya bahwa peningkatan limit pinjaman ini dapat memberikan dampak positif bagi pertumbuhan industri fintech lending. Namun, Arthur juga menekankan pentingnya praktik manajemen risiko yang ketat seiring dengan peningkatan limit pinjaman, serta mempertimbangkan peluncuran produk asuransi kredit yang sesuai untuk fintech P2P lending.
Indra Suryawan, Direktur Marketing PT Astra Welab Digital Arta (Maucash), juga menganggap bahwa inisiatif OJK untuk menaikkan batas pinjaman merupakan langkah yang baik. Menurutnya, aturan ini membuka peluang bagi industri untuk berkembang.
Maucash, yang telah menyalurkan pinjaman senilai Rp5,3 triliun hingga Juni 2024, melihat bahwa sektor produktif masih mendominasi portofolio pinjaman mereka sekitar 80%. Indra optimis bahwa meskipun terdapat penurunan dalam beberapa bulan terakhir, sektor produktif akan kembali meningkat hingga akhir tahun 2024.
Ivan Nikolas Tambunan, Group CEO & Co-Founder PT Akseleran Keuangan Inklusif Indonesia, berpendapat bahwa peningkatan batas pinjaman ini akan mendorong penyaluran yang lebih besar.
Ivan mengatakan bahwa selama beberapa tahun terakhir, mereka telah meminta regulator untuk meningkatkan batas pendanaan khusus untuk sektor produktif menjadi minimal Rp10 miliar.
Menurutnya, usaha menengah yang memiliki ekuitas hingga Rp10 miliar dan omzet hingga Rp50 miliar per tahun memerlukan modal kerja tambahan yang lebih besar dari batas saat ini. Ia percaya bahwa kebutuhan modal kerja tambahan untuk usaha dengan omzet tersebut bisa mencapai Rp10-15 miliar.
Secara keseluruhan, perubahan peraturan yang diusulkan ini ditargetkan dapat memperbaiki pembiayaan untuk sektor produktif, terutama bagi UMKM, dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih luas.
Selain itu, beberapa pihak juga menekankan perlunya pengawasan yang ketat dalam implementasi aturan baru ini untuk memastikan bahwa peningkatan batas pinjaman benar-benar membawa manfaat bagi sektor produktif tanpa menimbulkan risiko berlebihan.
Pengawasan yang efektif dan transparansi dalam penyaluran pinjaman akan menjadi kunci untuk mencegah potensi penyalahgunaan dan memastikan bahwa dana yang disalurkan tepat sasaran.
Dengan demikian, diharapkan industri fintech P2P lending dapat berperan optimal dalam mendukung pertumbuhan UMKM dan sektor produktif di Indonesia, sambil menjaga stabilitas dan kesehatan ekosistem keuangan.