Presdir BCA Ungkap Pinjol dan Judol Gerogoti Daya Beli Masyarakat

2024-08-08 09:42:48

News Image Ilustrasi Judi Online (foto: Heylaw.id)

Dilansir dari Bisnis.com pada Kamis (8/8/2024), Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), Jahja Setiaatmadja, mengungkapkan bahwa praktik pinjaman online (pinjol) ilegal dan judi online yang marak telah merusak daya beli masyarakat Indonesia.

Dalam pembukaan BCA UMKM Fest 2024 di Jakarta Selatan pada Rabu (7/8/2024), Jahja menjelaskan bahwa layanan peer-to-peer (P2P) lending ilegal banyak disalahgunakan karena kemudahan persyaratannya, yang hanya membutuhkan data pribadi berupa KTP.

“Kami menemukan bahwa satu orang bisa mendapatkan pinjaman dari lebih dari 20 pinjol karena sangat mudah, cukup memberikan KTP saja sudah bisa meminjam,” ungkapnya. Akibatnya, banyak masyarakat yang terjebak dalam lingkaran ‘gali lubang tutup lubang’ yang akhirnya menyebabkan kredit macet.

Menanggapi hal ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memberlakukan aturan ketat bagi pinjol yang tidak resmi. Namun, Jahja menambahkan bahwa masalah ini belum selesai. Pola yang sama juga terjadi dalam praktik judi online.

Jahja menjelaskan bahwa transaksi terkait judi online tidak hanya melibatkan entitas bank, tetapi juga entitas lain seperti e-commerce dan e-wallet. “Ini semua menggerus daya beli masyarakat.

Dampaknya sangat terasa. Bahkan bukan hanya UMKM, kelompok usaha menengah juga mengeluhkan kerugian dalam berdagang,” jelasnya. Menurutnya, hal ini menjadi tantangan dalam mengembangkan UMKM. Jahja berharap agar situasi makroekonomi ke depan bisa membaik.

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan adanya belasan ribu pengaduan masyarakat terkait lembaga jasa keuangan hingga 31 Juli 2024, termasuk aduan mengenai pinjol.

OJK Catat Puluhan Ribu Pengaduan Terkait Pinjol

Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan dan Perlindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, mengungkapkan bahwa pengaduan yang masuk melalui Aplikasi Portal Perlindungan Konsumen (APPK) hingga akhir Juli 2024 tercatat sebanyak 17.003 pengaduan.

“Dari pengaduan tersebut, sebanyak 6.005 berasal dari sektor perbankan, 6.289 dari industri financial technology, 3.701 dari perusahaan pembiayaan, 756 dari perusahaan asuransi, dan sisanya dari sektor pasar modal dan industri keuangan non-bank (IKNB) lainnya,” ujarnya dalam Konferensi Pers Hasil RDK Bulanan Juli 2024 pada Senin (5/8/2024).

Selain itu, OJK menerima 10.104 pengaduan entitas ilegal, dengan 9.596 pengaduan terkait pinjol ilegal dan 508 mengenai investasi ilegal. 

Jahja menekankan bahwa fenomena ini sangat mengkhawatirkan karena menggerus daya beli masyarakat. “Dampaknya nyata terasa. Bukan hanya UMKM, kelompok usaha menengah juga mengeluhkan kerugian dalam perdagangan mereka,” kata Jahja. Ia menambahkan bahwa masalah ini merupakan tantangan besar dalam mengembangkan UMKM. 

Untuk mengatasi masalah ini, OJK telah memberlakukan sejumlah aturan ketat untuk menindak pinjol ilegal. Namun, masalah tersebut tidak hanya terbatas pada pinjol ilegal.

Transaksi judi online juga turut berkontribusi terhadap penurunan daya beli masyarakat. Jahja menjelaskan bahwa transaksi judi online melibatkan berbagai entitas, termasuk bank, e-commerce, dan e-wallet. Hal ini semakin memperparah situasi ekonomi masyarakat.

“Kami melihat bagaimana masyarakat terjebak dalam lingkaran utang karena pinjol ilegal. Mereka meminjam dari satu pinjol untuk membayar utang di pinjol lain, dan akhirnya terjerat utang yang semakin besar,” jelas Jahja. Ia berharap agar OJK terus memperketat pengawasan dan regulasi terhadap pinjol ilegal dan praktik judi online.

Di sisi lain, Friderica Widyasari Dewi dari OJK menegaskan bahwa pihaknya akan terus berupaya melindungi konsumen dan menindak tegas entitas-entitas ilegal yang merugikan masyarakat.

“Kami akan terus memperkuat regulasi dan pengawasan untuk memastikan bahwa lembaga jasa keuangan beroperasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan melindungi konsumen dari praktik-praktik yang merugikan,” ujarnya.

Jahja berharap agar situasi makroekonomi ke depan dapat membaik dan tantangan dalam mengembangkan UMKM bisa diatasi dengan baik. Dengan demikian, daya beli masyarakat dapat pulih dan perekonomian bisa kembali stabil.

Baca Juga

Semua Berita