2024-07-17 01:21:24
Fintech Lending (foto: The Jakarta Post)Penyelenggara peer-to-peer (P2P) lending atau pinjaman online (pinjol), Modal Rakyat, terus berupaya menjaga rasio TWP90 tetap di bawah 5%, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Rasio TWP90 menunjukkan tingkat wanprestasi atau keterlambatan pembayaran lebih dari 90 hari sejak jatuh tempo. Apabila rasio TWP90 melebihi 5%, hal ini menandakan tingginya kelalaian pemenuhan kewajiban oleh debitur, yang dapat dikategorikan sebagai kredit macet.
Dilansir dari Bisnis.com pada Rabu (17/7/2024), Direktur Utama Modal Rakyat Indonesia, Christian Hanggra, menyatakan bahwa Modal Rakyat telah menerapkan berbagai strategi untuk menjaga rasio TWP90 tetap di bawah 5%. Salah satunya adalah dengan menjaga proses penyaringan kredit yang ketat.
"Kami menggunakan algoritma berbasis data dan teknologi untuk melakukan penyaringan calon peminjam secara ketat. Hal ini memastikan bahwa hanya peminjam yang memenuhi syarat dengan kualitas kelayakan yang baik yang dapat mengakses dana," ungkap Christian.
Selain itu, Modal Rakyat juga secara berkala mengevaluasi dan memantau kinerja portofolio pinjaman serta kondisi keuangan peminjam. Strategi kedua ini membantu memastikan bahwa segala potensi masalah dapat diidentifikasi dan ditangani sejak dini.
Di samping itu, Modal Rakyat juga memberikan edukasi dan pembinaan kepada para peminjam mengenai pengelolaan keuangan yang baik, sehingga mereka dapat memenuhi kewajiban pembayaran tepat waktu.
Penerapan strategi-strategi tersebut telah membantu Modal Rakyat dalam menjaga tren rasio Non-Performing Loan (NPL) tetap terkendali dan di bawah batas yang ditetapkan oleh OJK.
"Kami terus melakukan upaya-upaya preventif untuk menjaga agar rasio kredit macet tetap rendah, termasuk meningkatkan kualitas analisis kredit dan memperbaiki proses penagihan. Tingkat keberhasilan total kami saat ini mencapai 99,95%, yang merupakan perbandingan nilai kredit bermasalah terhadap total nilai pendanaan yang berhasil disalurkan selama ini," tambah Christian.
Pada Mei 2024, OJK mencatat terdapat 15 penyelenggara pinjol legal yang memiliki TWP90 di atas 5%. Christian mengungkapkan bahwa beberapa kendala yang menyebabkan tingginya tingkat gagal bayar di perusahaan pinjol.
Kendala tersebut antara lain adalah kurangnya analisis kredit yang mendalam, kondisi ekonomi yang tidak stabil, keterbatasan data dan informasi peminjam, serta kurangnya edukasi keuangan. "Peminjam yang kurang memahami pentingnya manajemen keuangan yang baik lebih rentan terhadap wanprestasi," jelasnya.
Secara nasional, rasio TWP90 berdasarkan catatan OJK masih terjaga. OJK mencatat pertumbuhan outstanding pembiayaan pinjol pada Mei 2024 meningkat 25,44% yoy menjadi Rp 64,56 triliun. TWP90 berada dalam kondisi terjaga di posisi 2,91%, dibandingkan dengan April 2024 yang mencapai 2,79%.
Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Entjik S Djafar, menegaskan bahwa penyelenggara fintech P2P lending harus memperketat penilaian calon peminjam sebelum mencairkan kredit.
Langkah ini diambil untuk mencegah risiko gagal bayar. Entjik menyatakan bahwa risiko gagal bayar dapat diminimalisir melalui penerapan langkah-langkah mitigasi yang kuat dan tepat. AFPI berkomitmen menjaga kualitas penyaluran pinjaman dan meminimalkan risiko gagal bayar dengan berbagai strategi mitigasi.
"Penyelenggara fintech lending diimbau untuk menerapkan langkah-langkah guna menjaga tingkat gagal bayar di bawah batas OJK, seperti meningkatkan standar penilaian kredit melalui pengembangan teknologi mitigasi risiko serta penguatan edukasi dan literasi keuangan bagi peminjam," kata Entjik pada Senin (15/7/2024).
Data OJK hingga Mei 2024 menunjukkan terdapat sedikitnya 15 penyelenggara pinjol legal yang memiliki tingkat wanprestasi 90 hari (TWP90) di atas 5%. TWP90 menunjukkan tingkat kelalaian penyelesaian kewajiban yang melebihi 90 hari sejak tanggal jatuh tempo. Ambang batas yang ditetapkan OJK adalah 5%, sehingga TWP90 di atas 5% menunjukkan kelalaian pemenuhan kewajiban yang cukup tinggi.
Group CEO & Co-Founder PT Akseleran, Ivan Nikolas, menyatakan bahwa pihaknya melakukan penilaian pinjaman secara hati-hati untuk menekan tingkat kredit macet. "Produk yang kami tawarkan adalah cashflow-based loan product seperti invoice financing, PO financing, dan inventory financing.
Kami menganalisis arus kasnya, memeriksa validitas invoice atau PO, serta mengecek riwayat kredit," jelas Ivan. Kebijakan ini memungkinkan Akseleran untuk secara konsisten memitigasi risiko kredit dengan baik.
Sejak 2020, Akseleran mencatat Non-Performing Loan (NPL) yang stabil di bawah 1%. TWP90 Akseleran per 8 Juli berada di 0,21%, relatif stabil dari akhir Juni yang berada di 0,19% dan akhir Mei sekitar 0,23%. "Kuncinya adalah penilaian pinjaman yang hati-hati. Jika penilaian dilakukan dengan hati-hati, risiko dapat dimitigasi dengan baik sehingga TWP bisa terjaga," tegas Ivan.