2024-07-17 01:11:09
Pameran Indonesia Re (foto: Bisnis.com)PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) atau Indonesia Re menekankan pentingnya kesadaran dalam merespons era baru yang mengandalkan data untuk pengambilan keputusan di industri asuransi.
Delil Khairat, Direktur Teknik & Operasi Indonesia Re, menyatakan bahwa kesadaran penuh diperlukan untuk menghadapi perubahan dan ketidakpastian dalam industri ini. Transformasi industri, menurutnya, harus didukung dengan data yang lengkap, komprehensif, dan terstruktur dengan baik.
Data tersebut harus dapat diutilisasi, dianalisis, dan diolah sedemikian rupa untuk memberikan wawasan kepada semua pelaku industri, sehingga bisa digunakan untuk pengambilan keputusan yang lebih baik.
Delil juga menyoroti bahwa pengelolaan data dalam jumlah besar memerlukan teknologi canggih. Ia menekankan peran penting teknologi kecerdasan buatan (AI) dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan data di industri asuransi. "AI dapat digunakan dalam pengambilan keputusan untuk mengelola data," ujarnya.
Untuk mempercepat akselerasi data ini, Indonesia Re akan kembali mengadakan Indonesia Re International Conference (IIC) tahun ini. Acara yang akan diselenggarakan pada 24-25 Juli mendatang ini mengusung tema 'Accelerating Transformation in Insurance: Driving Growth, Strengthening, Resilience'.
Dengan tema ini, perusahaan berusaha mendorong transformasi dalam ekosistem perasuransian di Indonesia.
Benny Waworuntu, Direktur Utama Indonesia Re, menegaskan bahwa transformasi merupakan langkah penting bagi perusahaan asuransi dan reasuransi agar tetap kompetitif, memastikan pertumbuhan yang berkelanjutan, dan mempertahankan relevansi di industri.
Implementasi dan kemajuan dalam data analitik, kecerdasan buatan, sumber daya manusia, serta Environmental, Social, and Governance (ESG) memegang peran sentral dalam proses transformasi ini. "Konferensi ini harus benar-benar bisa menganalisa dan mengidentifikasi masalah-masalah yang ada di industri kami," kata Benny.
Ia menilai industri asuransi memiliki peran krusial dalam menjaga stabilitas ekonomi dan kualitas hidup masyarakat. Seiring dengan perkembangan zaman, kompleksitas masalah global semakin meningkat sehingga kebutuhan masyarakat akan proteksi asuransi juga meningkat.
Optimalisasi dukungan dan layanan reasuransi menjadi salah satu faktor kunci dalam menciptakan ekosistem asuransi yang stabil serta memaksimalkan kontribusi industri asuransi dalam mencapai target Sustainable Development Goals (SDGs) pada 2030.
Selain transformasi, konferensi pers tersebut juga akan membahas berbagai topik progresif terkait optimalisasi peran reasuransi dalam manajemen risiko menuju Indonesia Emas 2045, serta membahas rekayasa data di industri asuransi.
Salah satu tantangan yang dihadapi industri reasuransi di Indonesia saat ini adalah kapasitas modal. Benny Waworuntu menyatakan bahwa bisnis reasuransi masih menghadapi kondisi yang menantang, terutama terkait dengan permodalan dan kapabilitas.
"Bisnis reasuransi saat ini masih dalam tekanan, terutama karena dua hal penting yaitu kapasitas permodalan dan kapabilitas atau keterampilan," katanya saat konferensi pers di Jakarta, Selasa (16/7/2024).
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengatur batas ekuitas perusahaan asuransi dan reasuransi melalui POJK Nomor 23 Tahun 2023 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah.
Regulasi ini menetapkan ekuitas minimal yang harus dipenuhi perusahaan reasuransi sebesar Rp500 miliar pada tahap pertama tahun 2026. Pada tahap kedua tahun 2028, ekuitas minimal ditingkatkan menjadi Rp1 triliun untuk reasuransi Kelompok Perusahaan Perasuransian Berdasarkan Ekuitas (KPPE) 1 dan Rp2 triliun untuk perusahaan reasuransi KPPE 2.
Indonesia Re telah memenuhi ketentuan ekuitas tersebut. Berdasarkan laporan keuangan nonkonsolidasi semester I/2024, total ekuitas Indonesia Re tercatat sebesar Rp2,72 triliun, meningkat dibandingkan semester I/2023 yang senilai Rp2,6 triliun.
Benny menyatakan bahwa POJK 23/2023 dapat membantu permodalan perusahaan reasuransi di Indonesia. "Secara perlahan tetapi pasti, semua akan dipaksa untuk meningkatkan permodalan," tegasnya.
Menurut survei OJK terhadap industri perasuransian tahun 2023, sebanyak 93% pelaku industri optimistis bahwa perusahaan mereka akan bertumbuh lebih baik dalam lima tahun ke depan. Meskipun begitu, 33% pelaku industri berpendapat bahwa pertumbuhan industri asuransi di Indonesia tidak sebaik pertumbuhan di luar negeri.
Benny menambahkan bahwa masalah yang dihadapi perusahaan reasuransi di dalam negeri tidak akan selesai hanya dengan pemenuhan permodalan. Faktor-faktor seperti persaingan, peraturan, dan dukungan pemerintah juga menjadi tantangan yang komprehensif. "Tidak bisa dengan mudah diselesaikan," ujarnya.
Sepanjang 2023, industri perasuransian di Indonesia mengalami pasar yang mengeras (hardening market), yang diyakini dapat memicu penurunan kinerja industri asuransi karena peningkatan tarif premi.
"Mungkin memang kemarin kita mengalami hard market, tetapi apakah masih terjadi? Hard market perlahan mulai melunak, tetapi kita tidak bisa mengatakan bahwa dengan melunaknya hard market, mencari kapasitas menjadi lebih mudah," tegasnya.