2024-07-05 00:57:09
Kantor KPPU (foto: Koran TEMPO)Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mendesak pemerintah untuk tidak menyerahkan pembiayaan pendidikan tinggi melalui pinjaman online (pinjol) sepenuhnya kepada mekanisme pasar.
Dilansir dari Bisnis.com pada Jumat (5/7/2024), Anggota KPPU, Rhido Jusmadi, menegaskan bahwa pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud), harus mengawasi penggunaan pinjol untuk biaya kuliah.
Rhido menyampaikan bahwa pemerintah perlu memastikan proses pembiayaan pendidikan dengan pinjol tidak sepenuhnya diserahkan kepada mekanisme pasar untuk menghindari liberalisasi yang terlalu terbuka dalam pengadaan pinjaman.
"Kami berharap tidak sepenuhnya diserahkan ke mekanisme pasar sehingga tidak terjadi proses liberalisasi yang sangat terbuka dalam pengadaan pinjaman," ujar Rhido pada Rabu (3/7/2024).
Lebih lanjut, Rhido berpendapat bahwa pemerintah seharusnya mendorong alternatif sumber pembiayaan kuliah lainnya. Menurutnya, beberapa regulasi menunjukkan bahwa pemerintah masih bertanggung jawab dalam penyediaan dana pendidikan tinggi.
Alih-alih mendorong mahasiswa menggunakan pinjol, KPPU lebih berharap pada program student loan yang diinisiasi oleh pemerintah untuk mendanai kuliah mahasiswa. "Dengan begitu dapat memberikan kenyamanan dan perlindungan kepada mahasiswa dan orang tua," jelas Rhido.
Pada hari yang sama, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendi, menyatakan dukungannya terhadap skema pembayaran uang kuliah tunggal (UKT) menggunakan pinjaman online.
Muhadjir menilai tidak ada yang salah dengan sistem pinjol, dan jika terjadi penipuan, kesalahan tersebut ada pada oknum perusahaan pinjol, bukan sistemnya.
"Pokoknya ada semua inisiatif baik untuk membantu kesulitan mahasiswa harus kita dukung. Termasuk pinjol, asal itu resmi dan bisa dipertanggungjawabkan, transparan, dan dipastikan tidak akan merugikan mahasiswa," jelas Muhadjir di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (2/7/2024).
Muhadjir tidak menampik adanya anggapan bahwa skema pinjol untuk membayar UKT adalah bentuk komersialisasi pendidikan. Namun, menurutnya, anggapan tersebut hanya sebuah penilaian yang salah. Muhadjir tetap menilai bahwa pinjol untuk membayar UKT bisa membantu mahasiswa yang kesulitan membayar biaya kuliah.
"Jadi, itu soal penilaian yang menyesatkan saja itu. Buktinya ada kampus bagus di DKI yang sudah bekerja sama untuk memberikan bantuan pinjol," katanya.
Dalam konteks ini, Rhido menyoroti pentingnya peran pemerintah dalam mengawasi dan mengatur penggunaan pinjol untuk pembiayaan pendidikan tinggi. Ia menegaskan bahwa tanpa pengawasan yang ketat, ada risiko bahwa pinjol akan digunakan secara tidak bijaksana, yang pada akhirnya dapat merugikan mahasiswa dan orang tua mereka.
Rhido juga menekankan perlunya solusi pembiayaan yang lebih aman dan berkelanjutan, seperti program pinjaman mahasiswa yang didanai oleh pemerintah.
Muhadjir, di sisi lain, menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan pinjol. Ia berpendapat bahwa dengan pengawasan yang tepat, pinjol dapat menjadi alat yang efektif untuk membantu mahasiswa membayar biaya kuliah.
Menurutnya, selama pinjol dikelola dengan baik dan diawasi secara ketat, kekhawatiran tentang potensi penyalahgunaan dapat diminimalkan.
Secara keseluruhan, perdebatan mengenai penggunaan pinjol untuk biaya kuliah mencerminkan tantangan yang lebih besar dalam mencari solusi pembiayaan pendidikan yang adil dan berkelanjutan.
Di saat KPPU mendorong pemerintah untuk mempertimbangkan alternatif lain dan mengawasi penggunaan pinjol dengan ketat, Menko PMK Muhadjir Effendi melihat potensi pinjol sebagai alat bantu yang, jika dikelola dengan benar, dapat memberikan manfaat signifikan bagi mahasiswa yang membutuhkan.
Kedua perspektif ini menyoroti perlunya pendekatan yang seimbang dalam menyusun kebijakan pembiayaan pendidikan tinggi di Indonesia.