Peningkatan Rasio Kredit Bermasalah di BPR Setelah Berakhirnya Restrukturisasi Kredit Covid-19

2024-06-30 02:14:36

News Image Kantor OJK (foto: Investing.com)

Setelah kebijakan restrukturisasi kredit Covid-19 berakhir pada Maret 2024, rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) semakin meningkat.

Berdasarkan data terbaru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam Statistik Perbankan Indonesia, rasio NPL BPR mencapai 11,2% pada April 2024, naik dari 10,7% pada Maret 2024. Angka ini juga lebih tinggi dibandingkan April 2023, di mana rasio NPL BPR berada di level 8,97%.

Khusus kredit macet, nilai di BPR per April 2024 mencapai Rp10,64 triliun, naik dari Rp10,27 triliun pada Maret 2024. Secara tahunan, nilai kredit macet BPR ini melonjak 33,97% dibandingkan April 2023, yang hanya sebesar Rp7,94 triliun.

Dilansir dari Bisnis.com pada Minggu (30/6/2024), Ketua Umum Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo), Tedy Alamsyah, menyatakan bahwa kualitas kredit saat ini menjadi perhatian utama industri BPR.

"Nilai NPL saat ini memang jauh di atas batas yang ditetapkan oleh regulator, sehingga perlu ada upaya bersama dari seluruh pelaku industri untuk memperbaiki kinerjanya, baik dari sisi hulu maupun hilir dari penyaluran kredit," ungkap Tedy dalam sebuah wawancara dengan Bisnis beberapa waktu lalu.

Tedy menambahkan bahwa peningkatan rasio NPL ini disebabkan oleh berakhirnya masa relaksasi kredit. "Rasio NPL cenderung meningkat seiring dengan berakhirnya masa relaksasi kredit," jelasnya.

Dalam kaitannya dengan kredit bermasalah di BPR, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menekankan pentingnya prinsip kehati-hatian bagi BPR sebagai lembaga intermediasi yang menghimpun dan menyalurkan dana kepada masyarakat.

Menurutnya, bank harus memiliki kebijakan yang jelas dalam pemberian kredit, penilaian kualitas kredit, serta profesionalisme dan integritas dari jajaran direksi, dewan komisaris, dan pegawai yang bertugas di bidang perkreditan.

Penerbitan POJK Baru

Untuk menjaga kualitas kredit di BPR, OJK telah menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 1 Tahun 2024 tentang Kualitas Aset Bank Perkreditan Rakyat. Peraturan ini merupakan penyempurnaan dari POJK-POJK sebelumnya dan berfungsi sebagai evaluasi terhadap permasalahan serta penyelesaian pemberian kredit di BPR pasca pandemi Covid-19. Selain itu, aturan ini juga bertujuan untuk menyelaraskan dengan ketentuan terkini dan memperbaiki pengaturan yang berbasis prinsip.

"BPR perlu memastikan pengelolaan aset, terutama aset produktif berupa kredit yang diberikan, dilakukan dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko," ujar Dian dalam jawaban tertulisnya beberapa waktu lalu.

Dengan kondisi ini, industri BPR diharapkan dapat terus memperbaiki dan mengoptimalkan proses penyaluran kreditnya. Upaya ini meliputi penilaian yang lebih ketat terhadap calon debitur, peningkatan kualitas manajemen risiko, serta pengawasan yang lebih baik dari regulator. Semua langkah ini diharapkan dapat membantu menekan rasio NPL dan memastikan kualitas kredit tetap terjaga.

Secara keseluruhan, industri BPR harus berkolaborasi untuk mengatasi tantangan yang muncul pasca pandemi. Sinergi antara regulator, pelaku industri, dan masyarakat sangat penting untuk memastikan stabilitas dan keberlanjutan sektor perbankan ini. Dengan demikian, BPR dapat terus berperan sebagai lembaga intermediasi yang efektif dalam mendukung perekonomian nasional.

Perbaikan kinerja kredit di BPR akan memerlukan waktu dan upaya yang konsisten. Namun, dengan langkah-langkah yang tepat dan dukungan dari berbagai pihak, diharapkan rasio kredit bermasalah dapat ditekan kembali ke level yang lebih sehat. Ini akan menjadi indikator positif bagi keberlangsungan industri BPR dan memberikan kepercayaan lebih kepada para pemangku kepentingan.

Baca Juga

Semua Berita