2024-06-25 11:50:39
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar (foto: Bisnis.com)Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menempatkan literasi keuangan sebagai prioritas utama di tengah pesatnya digitalisasi sektor jasa keuangan. Hal ini disebabkan oleh maraknya praktik ilegal seperti pinjaman online (pinjol) ilegal dan judi online, yang disebut oleh Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, sebagai 'anak haram' dari digitalisasi keuangan.
Dilansir dari Bisnis.com pada Selasa (25/06/2024), Mahendra menegaskan bahwa digitalisasi memang membawa manfaat besar bagi masyarakat, khususnya dalam hal akses yang lebih mudah terhadap layanan keuangan. Namun, ada dampak negatif yang tidak bisa diabaikan.
"Ada hal-hal yang tidak diinginkan seperti korban pinjol ilegal, investasi bodong, dan pengaruh negatif dari judi online. Ini adalah 'anak haram' dari digitalisasi keuangan," kata Mahendra dalam acara Talkshow Edukasi Keuangan Bundaku pada Selasa (25/6/2024).
Dalam menghadapi tantangan ini, OJK menekankan pentingnya literasi keuangan bagi masyarakat agar dapat memahami risiko dari berbagai penawaran produk jasa keuangan, terutama yang bersifat ilegal.
Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan 2023, terdapat kesenjangan antara literasi keuangan dan inklusi keuangan. Indeks inklusi keuangan Indonesia mencapai 75,02% pada 2023, sementara literasi keuangan hanya mencapai 65,4%, menciptakan gap sebesar 9,6%.
Untuk mengatasi masalah pinjol ilegal, OJK melalui Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI) telah menemukan dan memblokir 824 entitas keuangan ilegal pada periode April hingga Mei 2024.
Dari jumlah tersebut, 654 entitas adalah pinjol ilegal yang tersebar di berbagai situs dan aplikasi. Selain itu, Satgas PASTI juga memblokir 41 konten penawaran pinjaman pribadi (pinpri) yang berpotensi merugikan masyarakat dan melanggar ketentuan penyebaran data pribadi.
Tidak hanya itu, Satgas PASTI juga memblokir 129 tawaran investasi ilegal yang menggunakan modus meniru atau menduplikasi nama produk, situs, atau media sosial entitas berizin untuk melakukan penipuan.
OJK juga aktif dalam memerangi judi online dengan memblokir 4.921 rekening bank berdasarkan data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). "OJK meminta perbankan melakukan verifikasi dan tracing profiling terhadap transaksi yang terindikasi sebagai judi online," ujar Mahendra.
Daftar rekening nasabah yang terlibat dalam judi online juga dimasukkan dalam sistem pencegahan pendanaan terorisme untuk mempersempit ruang gerak pelaku judi online.
Upaya pemblokiran rekening terkait judi online ini didukung oleh regulasi yang kuat. Berdasarkan pasal 36A ayat (1) huruf c, angka 33 dalam Pasal 14 dan Pasal 52 ayat (4) huruf c angka 42 dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK), OJK memiliki wewenang untuk memerintahkan bank melakukan pemblokiran rekening tertentu dalam rangka pelaksanaan tugas pengawasan.
Selain itu, untuk memperkuat integritas sektor jasa keuangan, OJK telah menerbitkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 8 Tahun 2023 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang, Pencegahan Pendanaan Terorisme, dan Pencegahan Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal di Sektor Jasa Keuangan (POJK APU-PPT).
POJK ini merupakan penyempurnaan dari peraturan sebelumnya yaitu POJK Nomor 12/POJK.01/2017 yang diubah melalui POJK Nomor 23/POJK.01/2019. Langkah ini menegaskan komitmen OJK dalam menjaga integritas sektor jasa keuangan.
OJK juga menerbitkan POJK Nomor 17 Tahun 2023 tentang Penerapan Tata Kelola bagi Bank Umum, yang bertujuan untuk memastikan bank umum berkembang secara sehat dan berkelanjutan dengan mengedepankan nilai, etika, prinsip, dan menjunjung tinggi integritas. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sektor jasa keuangan dan memperkuat sistem keuangan nasional.
Dengan langkah-langkah tersebut, OJK berkomitmen untuk terus meningkatkan literasi keuangan masyarakat serta menjaga integritas dan stabilitas sektor jasa keuangan di era digitalisasi.