2024-06-22 03:03:20
Co-founder dan CEO KoinWorks Benedicto Haryono (foto: Antara News)Dana pinjaman online (pinjol) terindikasi sering disalahgunakan untuk transaksi judi online. Salah satu platform peer-to-peer (P2P) lending, KoinWorks, memiliki langkah-langkah untuk mencegah penyalahgunaan ini.
Dilansir dari detikFinance pada Sabtu (22/6/2024), CEO dan Co-Founder KoinWorks, Benedicto Haryono, menyatakan bahwa pihaknya tidak memberikan pendanaan melalui bentuk cash atau tunai. Selain itu, KoinWorks juga bekerja sama dengan platform P2P lending lainnya untuk menghindari hal tersebut.
"Kalau dari kita di level mikro, kita lebih banyak tidak memberikan cash. Kita berikan mereka suplai," ujar Ben kepada media di Jakarta, Rabu (19/6/2024).
Meski demikian, Ben menekankan bahwa langkah-langkah tersebut tidak sepenuhnya dapat mengatasi penyalahgunaan dana pinjol. Menurutnya, tidak ada jaminan bahwa dana yang diberikan akan digunakan dengan tepat guna dan bukan untuk berjudi online.
Ben menambahkan bahwa pihaknya tidak memiliki kemampuan untuk melacak dan mengontrol penggunaan dana setelah diberikan. Verifikasi hanya bisa dilakukan di awal dengan cara seperti credit scoring dan pemeriksaan bukti usaha atau bisnis.
"Itu kita nggak bisa kontrol. Kita cuma bisa lakukan verifikasi, misalnya melihat karakter orangnya, ada bisnisnya atau tidak. Apa credit scoring bisa menjamin mereka tidak pernah berjudi? Kita nggak bisa. Yang bisa kita lakukan hanyalah verifikasi," tambahnya.
Di sisi lain, Director of Marcom & Community Development Asosiasi Financial Technology Indonesia (AFTECH), Abynprima Rizki, mengungkapkan keprihatinannya terhadap penyalahgunaan dana pinjol.
Menurutnya, dana pinjaman online sebenarnya bisa digunakan untuk hal yang lebih produktif dan meningkatkan kualitas hidup. Oleh karena itu, AFTECH bersama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus mengkampanyekan penggunaan pinjaman yang tepat guna.
"Seharusnya memungkinkan dilakukan kampanye bersama dengan regulator. Ini penting untuk mengkampanyekan pinjaman yang tepat guna. Pinjaman untuk judi online itu tidak tepat guna. Kita harus mengkampanyekan bersama agar pinjaman digunakan untuk hal yang lebih produktif sehingga kualitas hidup kita lebih baik," ujar Aby.
Aby yakin bahwa OJK telah melakukan berbagai langkah untuk mengkampanyekan penggunaan pinjaman yang tepat guna, misalnya dengan mengawasi perilaku pasar yang dilakukan oleh platform fintech lending.
"Dari sisi asosiasi, harus ada kode etik mengenai market conduct. Regulator cukup kencang mengawasi hal ini. Saya yakin OJK sudah melakukan pengawasan ini, termasuk teman-teman di fintech lending," jelasnya.
Sebelumnya, Koordinator Humas PPATK, Natsir Kongah, mengungkapkan bahwa pelaku judi online umumnya juga terlibat dalam perbuatan melawan hukum lainnya, seperti menggunakan pinjol dan melakukan penipuan. Hal ini disebabkan karena tidak memadainya modal pribadi untuk bermain judi online melalui penghasilan yang legal.
"Berdasarkan data yang kami terima, ada keterkaitan dengan perbuatan melawan hukum lainnya seperti pinjol dan penipuan karena tidak memadainya penghasilan yang legal untuk berpartisipasi dalam judi online," kata Natsir.
Natsir juga menyebutkan bahwa berdasarkan data transaksi yang berhasil dilacak, judi online sering dimainkan oleh anak-anak yang berstatus pelajar. Selain siswa SD dan SMP, para pengemis hingga pensiunan juga terlibat dalam judi online.
Berdasarkan data hingga kuartal I-2024, perputaran uang dalam judi online mencapai Rp600 triliun. Natsir menyatakan bahwa 80% pemain judi online memasang taruhan relatif kecil, yaitu sebesar Rp 100 ribu.
"Berdasarkan data PPATK, lebih dari 80% (hampir 3 juta anggota masyarakat) yang bermain judi online memasang taruhan dengan nilai transaksi relatif kecil (Rp 100 ribu)," ujarnya.