2024-06-01 03:17:54
Kantor Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) (foto: AAJI)Industri asuransi jiwa mengalami penurunan sebesar 0,8% secara tahunan (year-on-year/yoy) pada kuartal I/2024, dengan premi bisnis baru turun menjadi Rp26,65 triliun. Pada kuartal I/2023, premi bisnis baru mencapai Rp26,87 triliun, yang mana juga menunjukkan penurunan sebesar 11,5% dibandingkan pada kuartal I/2022 yang mencapai Rp30,37 triliun.
Dilansir dari Bisnis.com pada Sabtu (1/6/2024), penurunan premi bisnis baru ini dibahas oleh konferensi pers Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI). "Industri asuransi jiwa mencatatkan premi bisnis baru sebesar Rp26,65 triliun, turun sebesar 0,8%. Premi bisnis baru berkontribusi 57% terhadap total pendapatan premi," ungkap Ketua Dewan Pengurus AAJI dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (29/5/2024).
Total pendapatan premi industri asuransi jiwa pada kuartal I/2024 mencapai Rp46 triliun. Budi menjelaskan bahwa premi asuransi kumpulan menunjukkan kenaikan sebesar 3,3% menjadi Rp19,35 triliun dari sebelumnya Rp18,74 triliun pada kuartal I/2023.
Pada periode yang sama, premi kumpulan juga naik 0,6% dibandingkan Rp18,62 triliun pada kuartal I/2022. Meskipun terdapat penurunan pada premi bisnis baru, Budi menilai peningkatan bisnis lanjutan juga merupakan hal positif bagi industri asuransi jiwa. "Artinya, nasabah yang telah menjadi pemegang polis tahun lalu tetap bertahan, menunjukkan peningkatan loyalitas dan kepercayaan," kata Budi.
Budi juga menyebut bahwa premi bisnis baru pada periode ini didominasi oleh pembayaran berkala (regular premium) dibandingkan premi tunggal (single premium), sehingga angkanya mungkin terlihat lebih kecil di awal. "Apakah ini buruk? Tidak, sebagian praktisi memandangnya sebagai penjualan yang lebih berkualitas karena lebih berkelanjutan untuk pendapatan di tahun-tahun berikutnya," jelasnya.
Peningkatan premi berkala menunjukkan bahwa motivasi dan mekanisme penjualan di industri asuransi jiwa sudah terbentuk dengan baik. Untuk menghasilkan premi sebesar Rp10 miliar dari pembayaran berkala, dibutuhkan 1.000 polis, sedangkan untuk premi tunggal cukup dengan satu polis. "Ini menunjukkan armada dan kanal-kanal penjualan sudah lebih kuat, sehingga preminya terlihat lebih kecil jika dibandingkan dengan premi tunggal," tambahnya.
Menurut catatan AAJI, premi berdasarkan tipe pembayaran berkala meningkat 4,5% menjadi Rp27,23 triliun pada kuartal I/2024 dari Rp26,06 triliun sebelumnya. Sementara itu, premi tunggal turun 4% menjadi Rp18,77 triliun dari Rp19,54 triliun pada kuartal I/2023.
Perusahaan asuransi jiwa PT BNI Life Insurance (BNI Life) juga mencatatkan penurunan premi bisnis baru. Plt. Direktur Utama BNI Life, Eben Eser Nainggolan, mengungkapkan bahwa premi bisnis baru BNI Life sampai dengan kuartal I/2024 mencapai Rp730 miliar, turun 2,5% dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp749 miliar.
"Sedangkan untuk Annualized Premium Equivalent (APE) mengalami penurunan sebesar 20% dari Rp481 miliar menjadi Rp386 miliar pada kuartal I/2024," kata Eben kepada Bisnis, Kamis (30/5/2024). Namun, premi bisnis lanjutan BNI Life meningkat 2,6% menjadi Rp601 miliar dari Rp586 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Eben menjelaskan bahwa perusahaan terus mengimplementasikan strategi untuk meningkatkan premi bisnis baru dan lanjutan. Upaya untuk meningkatkan bisnis baru termasuk mengoptimalkan sinergi dengan BNI, melakukan revitalisasi produk, serta meningkatkan kinerja tenaga pemasar melalui program pemasaran dan pelatihan.
Sementara itu, peningkatan premi lanjutan dilakukan melalui implementasi bPOS, yang memungkinkan nasabah melakukan perubahan data polis secara online, memastikan kualitas penjaminan, dan memperbaiki layanan customer service. "Langkah-langkah ini diharapkan dapat meningkatkan premi lanjutan dan memberikan pengalaman terbaik bagi nasabah," tambah Eben.
PT Asuransi BRI Life (BRI Life) juga mencatat penurunan nilai premi baru ekuivalen yang disetahunkan (APE) hingga Maret 2024 sekitar 7% yoy. Direktur Utama BRI Life, Aris Hartanto, menyatakan bahwa hal ini sejalan dengan industri yang juga mengalami penurunan. Menurutnya, secara industri, perolehan premi baru mengalami kontraksi karena adanya gejolak ekonomi, tahap pemulihan pasca Covid-19, dan situasi geopolitik.
Selain itu, tantangan terkait unit linked membuat industri asuransi jiwa lebih berhati-hati. "APE kami terkontraksi 7%, dari Rp845 miliar tahun lalu menjadi Rp786 miliar, sejalan dengan industri. Namun, kontraksi ini lebih rendah dibandingkan dengan industri secara keseluruhan," kata Aris dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (28/5/2024).