Ini Alasan Mobil Listrik Belum Jadi Kendaraan Utama

Senin, 30 Oktober 2023 | 07:47 WIB

News Image Ilustrasi Mobil Listrik

Alasan belum banyak mobil listrik bersliweran di jalanan Indonesia akhirnya terjawab. Bukan karena belum ada keinginan membeli melainkan menjadikannya sebagai kendaraan sekunder. Hal ini diungkapkan oleh President & Executive Chief Engineer  Toyota Daihatsu Engineering & Manufacturing Yoshinki Konishi selama pagelaran Japan Mobility Show (JMS) 2023. 

"Kami melihat, setelah berdiskusi dengan konsumen, mobil listrik mereka adalah mobil kedua atau ketiga, bukan mobil utamanya,” ujar Yoshinki Konishi dilansir dari ANTARA pada Senin, 30 Oktober 2023.

Yoshinki menyebutkan mobil listrik dijadikan sebagai kendaraan sekunder bukan hanya di Indonesia melainkan beberapa negara di Asia. Pemilik mobil listrik masih menggunakan kendaraan berbahan bensin sebagai mobil utama lantaran bisa digunakan untuk menempuh jarak yang lebih jauh hingga lintas kota.

Sementara mobil listrik saat ini masih terbatas terlebih untuk stasiun pengisian daya (SPKLU). Alhasil, mobil listrik hanya digunakan untuk beberapa kepentingan saja namun lebih sering memakai kendaraan utama berbahan bensin.

Yoshinki menyebutkan kebiasaan menjadikan mobil listrik sebagai kebutuhan sekunder terjadi di kota-kota besar di Asia. Hal ini dikarenakan kota-kota tersebut tidak membebankan biaya listrik yang begitu mahal dan insfrastruktur yang relatif memadai.

“Konsumen punya kalkulasi sendiri, dimana sebagai mobil kedua atau ketiga, mobil listrik adalah yang terbaik,” imbuhnya.

Kendati demikian, para pemilik mobil listrik ini rupanya tidak mempermasalahkan terkait jarak di mana jarak tempuh mobil konvensional lebih jauh dibanding kendaraan bertenaga listrik. Di sisi lain, mobil listrik tetap digunakan karena lebih menguntungkan. Pasalnya, bahan bakar minyak saat ini semakin tinggi dibanding penggunaan listrik.

“Kami juga bertanya pada konsumen, bagaimana dengan masalah jarak tempuh? Mereka tidak memiliki komplain,” tutur Yoshinki.

Yoshinki menjelaskan bahwa produsen otomotif di Jepang sedang berupaya untuk menekan harga kendaraan listrik khususnya komponen utamanya selaku tenaga utama yakni baterai. Pasalnya, baterai masih terbilang mahal bahkan harga baterai sepertiga atau setengah dari harga baru mobil itu sendiri.

Untuk meratakan mobil listrik di suatu negara, Toyota melakukan pendekatan multi-pathaway. Dengan pendekatan ini, perusahaan menawarkan beragam  jenis kendaraan elektrifikasi seperti hybrid electric vehicle (HEV), plug-in hybrid electric vehicle (PHEV), battery electric vehicle (BEV), hingga fuel cell electric vehicle.

Yoshinki menyebutkan perataan mobil listrik ke seluruh negeri dibutuhkan kerja sama dengan pemerintah dalam hal pembiayaan. Di sisi lain, stasiun pengisian daya harus dibangun demi memberikan kenyamanan pengendara mobil listrik melakukan charging di suatu tempat. 

Seiring dengan perkataan Yoshink, pemerintah Indonesia memberikan 'subsidi' senilai Rp 80 juta untuk pembelian mobil listrik. Sementara itu, SPKLU di Indonesia telah tersedia 846 unit dan berencana meningkatkan hingga 1.715 unit pada 2023.