2024-08-15 03:22:30
Kawasan SCBD Jakarta (foto: Wikipedia)Pada tahun ini, industri asuransi kesehatan menghadapi sorotan tajam setelah terjadi kenaikan premi yang mencapai hingga 30%, jauh di atas kenaikan tahunan yang biasanya berada di kisaran 10%.
Ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Budi Herawan, mengungkapkan bahwa kondisi industri asuransi kesehatan pada tahun lalu mengalami tekanan. Perusahaan asuransi terlibat dalam 'perang harga', dengan menawarkan produk asuransi yang lebih murah guna menarik lebih banyak pemegang polis.
Namun, dampak dari perang harga ini baru terasa pada tahun ini, ketika inflasi biaya medis melonjak tajam, sehingga memaksa perusahaan asuransi menaikkan premi untuk menjaga kelangsungan bisnis mereka.
"Rata-rata kenaikan premi asuransi kesehatan di asuransi umum mencapai 20%—30% tahun ini. Tahun lalu masih terjadi perang tarif," ujar Budi dalam keterangannya pada Rabu (14/8/2024).
Meski perolehan premi meningkat sepanjang tahun ini, jumlah pemegang polis tidak mengalami pertumbuhan yang signifikan. Akibatnya, peningkatan pendapatan lebih disebabkan oleh kenaikan tarif premi, bukan oleh peningkatan jumlah pemegang polis.
AAUI mencatat bahwa perolehan premi asuransi kesehatan di asuransi umum untuk periode Januari hingga Juni 2024 mencapai Rp4,81 triliun, tumbuh 16,88% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Pemegang polis asuransi kesehatan di asuransi umum biasanya adalah kelompok peserta yang terdiri dari para pegawai perusahaan. Namun, meski terjadi perang harga, jumlah pemegang polis baru tidak mengalami kenaikan yang signifikan.
Budi mengakui bahwa perang tarif ini merupakan rapor merah bagi industri asuransi. "Ini rapor merah kami. Apakah kami ingin terus mendapatkan rapor merah seperti ini? Tentu tidak," ujarnya.
Kenaikan premi asuransi kesehatan dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk premi murni, burning cost, harga obat dan biaya rumah sakit, serta inflasi medis yang terus meningkat. Semua ini harus dipertimbangkan dengan baik mengingat daya beli masyarakat yang sedang melemah.
Berdasarkan riset Mercer Marsh Benefits (MMB) Health Trends 2024, inflasi medis di Indonesia diperkirakan masih akan berada di kisaran 13% tahun ini, tidak jauh berbeda dari tahun lalu yang mencapai 13,6%.
Tingkat inflasi medis ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi umum Indonesia yang pada Juli 2024 tercatat sebesar 2,13% (year-on-year), dengan puncaknya pada Februari 2023 sebesar 5,47%.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ogi Prastomiyono, mengakui bahwa inflasi medis yang tinggi menjadi faktor utama yang mendorong kenaikan premi asuransi kesehatan.
"Tingginya inflasi medis ini memaksa perusahaan asuransi untuk menaikkan premi, agar mereka tetap dapat menyediakan dana yang cukup untuk menanggung biaya kesehatan pemegang polis," jelasnya.
Saat ini, OJK sedang menyusun regulasi baru yang diharapkan dapat memperkuat industri asuransi kesehatan dan mencegah lonjakan premi yang signifikan di masa mendatang. "Masih dalam tahap kajian untuk menentukan apa saja yang perlu diatur," tambah Ogi.
Dilansir dari Bisnis.com pada Kamis (15/8/2024), Abitani Taim, Ketua Sekolah Tinggi Manajemen Risiko dan Asuransi (STIMRA), menegaskan bahwa perusahaan asuransi harus mencari cara untuk mengantisipasi inflasi medis agar kenaikan premi tidak memberatkan masyarakat.
Ia mengakui bahwa kenaikan premi adalah suatu keharusan agar perusahaan dapat memenuhi kewajiban pembayaran klaim. Namun, di sisi lain, perusahaan asuransi juga harus memperhatikan daya beli masyarakat yang sedang menurun.
"Strategi yang bisa dilakukan adalah meningkatkan efisiensi dan mengoptimalkan penggunaan teknologi dalam operasional perusahaan, sehingga kenaikan premi dapat diimbangi dengan pengurangan biaya operasional," sarannya.
Sementara itu, Karin Zulkarnaen, Chief Customer and Marketing Officer PT Prudential Life Assurance (Prudential Indonesia), menyatakan bahwa perusahaan juga akan menaikkan tarif premi asuransi kesehatan sebagai respons terhadap tingginya inflasi medis dan peningkatan klaim.
"Mulai Agustus 2024, akan ada penyesuaian premi atau biaya asuransi sebesar 39% untuk produk asuransi kesehatan Prudential Indonesia yang sudah ada sebelum 2024," ujarnya.
Dalam menghadapi kondisi ini, perusahaan asuransi dituntut untuk lebih bijak dalam menyesuaikan produk yang benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat, dengan tetap berkomitmen untuk memberikan perlindungan jangka panjang yang optimal.