2024-08-07 00:28:00
Ilustrasi BPR (foto: Harian Disway)Bank Perkreditan Rakyat (BPR), baik konvensional maupun syariah, hanya memiliki waktu lima bulan lagi untuk memenuhi persyaratan modal inti minimum sebesar Rp 6 miliar. Langkah-langkah strategis perlu segera diambil oleh para pemegang saham BPR agar bank mereka tidak kehilangan izin operasional.
Dilansir dari Kontan pada Rabu (7/8/2024), Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyadari bahwa masih banyak BPR yang belum mencapai ketentuan permodalan tersebut. Data terbaru pada Maret 2024 menunjukkan bahwa sekitar 5% dari total 1.500 BPR di Indonesia masih belum memenuhi persyaratan modal inti.
Dian menyatakan bahwa saat ini terdapat beberapa alternatif yang bisa ditempuh oleh pemegang saham untuk meningkatkan modal inti BPR mereka. Beberapa pemegang saham telah menunjukkan kesediaannya untuk menambah modal.
Namun, bagi yang tidak mampu, ada opsi lain yang dapat dipertimbangkan seperti merger dengan BPR lain atau membuka peluang bagi investor baru untuk mengakuisisi BPR tersebut.
Selain itu, OJK juga akan memberikan akses pendanaan bagi BPR, termasuk membuka peluang masuk ke pasar modal. Meski begitu, Dian menegaskan bahwa tidak semua BPR bisa masuk ke pasar modal karena ada persyaratan khusus yang harus dipenuhi. “Kami akan memastikan semua ketentuan terkait BPR ini dapat ditegakkan,” ujar Dian.
Lebih lanjut, Dian menambahkan bahwa seluruh pengawas BPR di Indonesia saat ini sudah melakukan pengawasan ketat. Setelah beberapa kali pertemuan, OJK telah memiliki peta yang jelas mengenai arah pengembangan BPR dan permasalahan yang dihadapi BPR.
“Memang ada kemungkinan beberapa BPR akan ditutup karena masih ada yang mengalami masalah,” tambahnya.
Ketua Umum Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo), Teddy Alamsyah, menyatakan bahwa masih banyak BPR yang belum memenuhi persyaratan modal inti minimum. Meski begitu, ia tidak tahu jumlah pastinya.
Teddy mengatakan bahwa Perbarindo telah melakukan roadshow ke beberapa daerah untuk berdiskusi dengan para pemegang saham dan pengurus BPR mengenai kendala utama yang mereka hadapi.
Beberapa BPR di wilayah tersebut sedang berusaha bangkit dari dampak pandemi sehingga rencana aksi yang telah disusun mengalami perubahan. Ini menunjukkan masifnya dampak pandemi pada perekonomian, bahkan hingga saat ini.
“Kita harus memahami, karena pandemi datang tanpa terduga,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Umum Kompartemen BPR Syariah (BPRS) Asbisindo, Cahyo Kartiko, mengungkapkan bahwa banyak pemegang saham BPRS ragu akan potensi bisnis BPRS di masa depan. Banyak BPRS yang saat ini mengalami kerugian, sehingga mereka tidak yakin apakah penambahan modal akan mampu mengembangkan bisnis mereka.
“Kadang pemegang saham memerlukan dorongan agar termotivasi untuk mempertahankan dan mengembangkan BPRS mereka,” kata Cahyo. Asosiasi, lanjut Cahyo, terus melakukan komunikasi dengan pemegang saham. Jika diperlukan, asosiasi siap mencarikan investor baru untuk BPRS.
“Saya berharap mereka bisa mempertahankan BPRS mereka karena jumlahnya masih sedikit, jadi populasinya harus ditambah, bukan berkurang,” ujar Cahyo.Menurut survei asosiasi per Maret 2024, terdapat 11 BPRS dengan modal inti kurang dari Rp 3 miliar dan 18 BPRS dengan modal inti antara Rp 3 miliar hingga Rp 6 miliar.
Dengan demikian, pemegang saham BPR dan BPRS harus segera mengambil langkah-langkah konkret untuk memenuhi persyaratan modal inti yang ditetapkan. Kolaborasi dan dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah dan OJK, sangat diperlukan agar BPR dan BPRS dapat terus beroperasi dan berkembang, memberikan kontribusi positif bagi perekonomian nasional.