2024-07-15 05:48:21
Loket Bank BCA Semarang (foto: Tribun Jateng)Dalam kondisi likuiditas perbankan yang semakin ketat, pemberian bunga spesial untuk simpanan nasabah bagaikan obat pahit bagi industri perbankan. Meskipun mampu meningkatkan likuiditas, tetapi juga mengakibatkan peningkatan beban bunga atau cost of fund bagi bank.
Saat ini, ketatnya likuiditas masih menjadi tantangan besar bagi industri perbankan. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Mei menunjukkan rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) berada di level 84,80%, lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang sebesar 84,49%.
Dilansir dari Kontan pada Senin (15/7/2024), Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN), Nixon L.P. Napitupulu, mengungkapkan bahwa BTN juga merasakan adanya permintaan suku bunga spesial seiring kenaikan suku bunga acuan. Ia lebih suka menyebut kondisi ini sebagai "likuiditas mahal" daripada "likuiditas ketat."
Nixon menjelaskan bahwa banyak nasabah BTN yang mengalihkan dana mereka dari tabungan murah ke deposito, yang tentu saja meningkatkan beban bunga bank. Menurutnya, kenaikan suku bunga acuan dan instrumen SRBI yang diterbitkan BI dengan imbal hasil 7% telah mendorong nasabah institusi meminta bunga spesial yang bisa mencapai lebih dari 7%.
“Institusi besar pasti meminta bunga tinggi. Contohnya, akhir tahun lalu sudah ada bidding di atas 7%, termasuk dari institusi pemerintah yang biasanya juga meminta bunga tinggi,” kata Nixon.
Direktur Distribution and Institutional Funding BTN, Jasmin, menambahkan bahwa saat ini sekitar 25% hingga 35% dari total Dana Pihak Ketiga (DPK) menggunakan bunga spesial. Dengan DPK per Mei 2024 sebesar Rp 360,76 triliun, simpanan dengan bunga spesial mencapai sekitar Rp 126,6 triliun.
“Terutama diisi oleh nasabah lembaga yang sensitif terhadap bunga,” ujar Jasmin. Meski demikian, BTN mulai mengurangi simpanan mahal tersebut melalui repricing suku bunga tinggi ke rendah saat jatuh tempo dan diversifikasi nasabah untuk mengurangi ketergantungan pada nasabah tertentu.
EVP Corporate Communication & Social Responsibility PT Bank Central Asia Tbk (BCA), Hera F. Haryn, mengatakan bahwa BCA juga memiliki nasabah korporasi yang mendapat bunga deposito spesial, namun bunga tersebut diberikan sesuai kebutuhan dan kriteria tertentu setelah melalui penilaian.
Bunga spesial yang diberikan BCA tetap di bawah penjaminan LPS, dengan bunga deposito (dalam rupiah) bervariasi antara 2,00%-3,25% tergantung tenor.
Tidak hanya di bank besar, pemberian bunga spesial juga terjadi di bank daerah dan BPR. Direktur Pemasaran PT Bank BPD DIY, Agus Tri Murjanto, mengatakan bahwa BPD DIY masih mempertimbangkan bunga spesial untuk nasabah dengan deposito minimal Rp 1 miliar, selama rate tersebut masih bisa ditempatkan kembali dengan spread positif.
Bunga spesial yang ditawarkan BPD DIY tidak melebihi bunga penjaminan LPS yang berada di level 4,25%, dan hanya sekitar 7% dari total DPK yang sebesar Rp 13,6 triliun yang mendapat bunga spesial.
Direktur Utama BPR Hasamitra, I Nyoman Supartha atau Mansu, mengatakan bahwa pemberian bunga spesial dipertimbangkan berdasarkan likuiditas yang dimiliki. Jika dibutuhkan, bunga spesial dinegosiasikan di kisaran 5,6% hingga 6% dari rate counter sebesar 5,5%, tergantung nominal simpanan nasabah yang minimal Rp 500 juta.
Senior bankir dan mantan Direktur Utama Maybank Indonesia, Taswin Zakaria, mengatakan bahwa dari perspektif cost of fund, pemberian bunga spesial merugikan perbankan. Selain itu, dalam jangka panjang, akan ada moral hazard karena bank rentan dipermainkan nasabah yang paham kebutuhan likuiditas bank.
“Persaingan likuiditas antar bank akibat permainan special rate ini menyebabkan nasabah berpindah dari satu bank ke bank lain untuk mendapatkan bunga tinggi,” ujar Taswin. Ia menyarankan bank untuk meningkatkan transaksi karena bank yang menjadi pilihan utama nasabah untuk bertransaksi tidak perlu memberikan bunga spesial.
“Endapan dana nasabah untuk keperluan transaksi cukup menjadi sumber dana murah, meski tidak banyak bank yang bisa seperti ini,” pungkasnya.