DPR Khawatir Kredit Macet UMKM Terus Membengkak, OJK Beri Penjelasan

2024-07-13 01:45:15

News Image Potret Pedagang Sayur di Pasar (foto: UMKM Indonesia)

Rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL), termasuk kredit macet untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) terus meningkat akibat ketidakpastian bisnis selama pandemi Covid-19. Ada usulan untuk menghapus buku dan menghapus tagih kredit macet UMKM.

Wakil Ketua Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Sarmuji menyatakan bahwa berakhirnya program restrukturisasi kredit Covid-19 pada Maret 2024 akan berdampak pada bank. "Saya khawatir UMKM yang lahir atau diberi kredit selama pandemi akan menghadapi kesulitan besar," ujarnya saat rapat dengar pendapat pada 8 Juli 2024.

Menurut Sarmuji, UMKM kesulitan membayar kredit karena dampak pandemi Covid-19 yang di luar kendali mereka. "Bukan karena kesengajaan, tapi karena memang tidak bisa melanjutkan, jika tidak ada keputusan dari bank, masalah ini akan terus berlarut-larut," tuturnya.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), rasio NPL UMKM meningkat. Pada Mei 2024, rasio NPL UMKM mencapai 4,27%, naik sedikit dari bulan sebelumnya, April 2024, yang berada pada 4,26%.

NPL UMKM juga mengalami kenaikan signifikan sepanjang tahun berjalan, dibandingkan Desember 2023 yang masih berada pada 3,71%. Oleh karena itu, Komisi VI mengusulkan agar bank menerapkan kebijakan hapus buku dan hapus tagih kredit macet UMKM dengan syarat yang sangat selektif, terutama bagi nasabah dengan pinjaman kecil, dari Rp25 juta hingga maksimal Rp50 juta.

Selain itu, nasib UMKM yang memiliki tunggakan di bank harus jelas. Karena beban kredit macet di bank, UMKM tidak bisa melanjutkan bisnisnya. "Selama utang mereka tidak dibayar, padahal gagal karena pandemi atau bencana, mereka tidak bisa lagi mencoba bisnis karena utang yang tidak bisa dibayar," katanya.

Dia menambahkan bahwa bank memiliki cadangan yang cukup untuk menjalankan kebijakan hapus buku dan hapus tagih kredit macet. OJK juga telah mempersiapkan kebijakan hapus buku dan hapus tagih kredit macet UMKM.

OJK: Hapus Buku Jadi Tantangan Bank BUMN

Dilansir dari Bisnis.com pada Sabtu (13/7/2024), Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Edina Rae mengatakan bahwa proses tersebut masih dalam tahap penyesuaian dan finalisasi bersama beberapa RPP lainnya. “RPP [hapus buku dan hapus tagih kredit macet] sedang dalam proses, mudah-mudahan bisa selesai lebih cepat,” ujarnya di Gedung DPR RI pada 27 Juni 2024.

Namun, Dian tidak memberikan komentar lebih lanjut mengenai target waktu penyelesaian regulasi tersebut. Dia menyarankan agar pertanyaan lebih lanjut diajukan kepada Kementerian Keuangan.

Menurut Dian, hapus buku dan hapus tagihan kredit macet UMKM telah dilakukan oleh perbankan swasta, tetapi menjadi tantangan bagi bank BUMN karena melibatkan komponen uang negara. "Ini yang menjadi masalah utama bagi Himbara [himpunan bank milik negara], karena melibatkan kekayaan negara yang disisihkan," ucapnya.

Dian menambahkan bahwa hapus buku tidak menghilangkan kewajiban nasabah untuk membayar utang, sedangkan hapus tagih atau pemutihan adalah penghapusan tagihan yang dapat memberikan kesempatan kepada nasabah untuk memulihkan reputasi dan mendapatkan kredit baru.

Dian juga menyebutkan usulan dari OJK agar kebijakan hapus tagih bersifat one-time policy untuk kredit bermasalah yang telah direstrukturisasi dan dihapus buku minimal 10 tahun sejak aturan berlaku, serta bank dan lembaga keuangan non-bank BUMN hanya dapat melakukan penghapus tagihan kredit macet paling lama 1 tahun sejak aturan efektif.

Kebijakan hapus buku dan hapus tagih kredit macet UMKM diatur dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK). Hal ini bertujuan untuk membantu bank BUMN dalam menjalankan hapus buku dan hapus tagih kredit macet UMKM tanpa dianggap merugikan negara. 

Seiring bergulirnya aturan ini, beberapa bank BUMN mencatat peningkatan nilai hapus buku kredit macet. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) mencatatkan hapus buku kredit macet sebesar Rp9,6 triliun pada Maret 2024, naik dari Rp4,4 triliun pada Maret 2023.

Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan bahwa sejak rencana kebijakan hapus tagih, banyak nasabah yang sebelumnya lancar dalam pembayaran kredit meminta agar status kredit mereka menjadi macet untuk memenuhi syarat hapus buku. Namun, BRI menjamin bahwa aturan tersebut akan tetap dilaksanakan jika sudah menjadi keputusan.

Selain BRI, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) mencatatkan hapus buku kredit macet sebesar Rp3,92 triliun, naik dari Rp2,7 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya. Direktur Utama BNI Royke Tumilaar menekankan pentingnya persiapan matang dalam mengimplementasikan kebijakan hapus tagih terkait utang atau kredit, untuk menghindari moral hazard.

Baca Juga

Semua Berita