2024-07-10 02:33:21
Kantor Krom Bank (foto: TrenAsia)Transaksi judi online semakin meresahkan masyarakat, terutama karena kemudahan dalam pembukaan rekening di bank. Bank digital, seperti Krom Bank, telah melakukan berbagai langkah antisipatif untuk menangani isu ini.
Presiden Direktur PT Krom Bank Indonesia Tbk. (BBSI) Anton Hermawan menegaskan bahwa bank digital seperti Krom Bank selalu mengikuti semua regulasi yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), termasuk dalam hal pembukaan rekening.
Meskipun sulit untuk mendeteksi tujuan pembukaan rekening yang akan digunakan untuk judi online, bank tetap melakukan verifikasi identitas secara digital atau e-KYC dengan ketat.
Anton Hermawan menyatakan, "Kami telah mempersiapkan berbagai cara untuk menangani masalah ini. Kami mencegah pembukaan rekening yang dilakukan oleh pihak yang tidak berwenang," ungkapnya dalam sebuah diskusi media terbatas pada Selasa (9/7/2024).
Masalah lain yang muncul adalah teknologi deepfake yang semakin berkembang. Penyalahgunaan deepfake memungkinkan seseorang untuk menggunakan identitas orang lain dalam proses verifikasi digital, termasuk dalam pembukaan rekening bank. Selain itu, bank digital juga aktif berkoordinasi dengan otoritas dan lembaga terkait untuk menghalangi transaksi judi online.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebelumnya telah memerintahkan bank untuk memblokir lebih dari 7.000 rekening yang digunakan dalam aktivitas ilegal, termasuk judi online. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyatakan bahwa individu yang terlibat dalam aktivitas ilegal akan diidentifikasi dan dimasukkan ke dalam daftar hitam.
Konsekuensi dari masuk ke dalam daftar hitam ini adalah larangan untuk membuka rekening di bank. "Jika mereka dikeluarkan dari sistem keuangan Indonesia, mereka tidak dapat hidup dan beraktivitas secara normal," ujarnya dalam Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) OJK pada Senin (8/7/2024).
OJK melakukan kampanye masif bersama pihak perbankan dalam upaya pemberantasan judi online. Selain itu, OJK juga terus melakukan koordinasi dengan pimpinan bank untuk memastikan penanganan judi online dilakukan secara sistematis dan efektif.
Dian juga menambahkan bahwa OJK terus mengintensifkan upaya minimalisir jual beli rekening dengan meminta bank untuk melakukan edukasi publik kepada nasabahnya. "Kami berharap bank dapat mengoptimalkan teknologi informasi (TI) untuk mengidentifikasi kejahatan ekonomi termasuk judi online," tuturnya.
Terkait pemblokiran rekening, bank melakukan profiling nasabah. Hasil profiling tersebut kemudian dimasukkan ke dalam Sistem Informasi Program APU PPT (SIGAP). "Kami bertukar data antarbank terkait rekening-rekening tersebut, sehingga semua bank mengetahui siapa saja yang terlibat dalam transaksi judi online," ujarnya.
OJK juga terus menyempurnakan parameter untuk mendeteksi transaksi judi online dengan menggunakan sistem TI yang dimiliki oleh bank. Dian mengakui bahwa deteksi dini terhadap jual beli rekening masih sulit dilakukan.
Oleh karena itu, bank harus terus mengupayakan profil risiko pada setiap nasabah serta memantau kesesuaian profil tersebut dengan transaksi yang terjadi. "Tidak ada orang yang membuka rekening dan mengatakan akan menjual rekeningnya," ucapnya.
Parameter untuk memberantas judi online melalui jual beli rekening berbeda dengan kasus pencucian uang. Jika pencucian uang melibatkan transaksi besar, judi online biasanya melibatkan transaksi kecil, bahkan hanya sebesar Rp10.000.
"Transaksi kecil ini yang sebelumnya tidak terdeteksi, sekarang kami gunakan parameter untuk mendeteksi transaksi kecil yang sering terjadi dan segera ditarik. Ini juga menjadi salah satu indikator," jelasnya.
Dengan berbagai upaya tersebut, diharapkan bank dan otoritas terkait dapat lebih efektif dalam menangani transaksi judi online, sehingga dampak negatif yang ditimbulkan oleh aktivitas ilegal ini dapat diminimalisir.