2024-06-29 04:16:16
Pameran UMKM Bank BRI (foto: Jatimpedia)Pemerintah mengusulkan perpanjangan kebijakan stimulus restrukturisasi kredit akibat Covid-19 hingga 2025.
Dilansir dari Bisnis.com pada Sabtu (29/6/2024), Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), Amin Nurdin, mengatakan bahwa perpanjangan ini akan menguntungkan hingga outstanding restrukturisasi di perbankan berkurang.
Selain itu, masalah kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) khusus di kredit usaha rakyat (KUR) serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) akan membaik. Debitur juga mampu melakukan pembayaran secara teratur sehingga tidak membebani bank.
Menurut Amin, bank yang paling diuntungkan dari perpanjangan restrukturisasi kredit Covid-19 adalah bank yang banyak menyalurkan kredit ke UMKM, seperti PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI).
"BRI dan bank lain yang banyak menyalurkan kredit UMKM, termasuk BPD, akan banyak mendapatkan dampak positif dan memberi nafas lega," kata Amin pada Jumat (28/6/2024). Bank-bank tersebut dapat menjaga NPL dan menekan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) agar tidak terlalu besar, sehingga laba bisa meningkat sampai akhir tahun ini dan tahun depan.
BRI dikenal sebagai bank yang banyak menyalurkan kredit ke segmen UMKM dengan porsi penyaluran kredit UMKM mencapai 83,25%. Direktur Utama BRI, Sunarso, sebelumnya mengungkapkan bahwa kebijakan restrukturisasi kredit Covid-19 terbukti mampu menyelamatkan banyak bisnis UMKM selama pandemi Covid-19 yang mulai meluas di Indonesia pada 2020.
Namun, BRI telah menjalankan strategi soft landing untuk mengantisipasi dampak berakhirnya restrukturisasi kredit Covid-19. "Agar tidak berdampak signifikan pada kualitas kredit maupun kinerja keuangan BRI secara umum,” kata Sunarso pada beberapa waktu lalu (1/4/2024).
BRI tercatat memiliki outstanding kredit restrukturisasi Covid-19 sebesar Rp41,5 triliun hingga Maret 2024. BRI juga mencatatkan NPL gross sebesar 3,27% per Maret 2024, naik dibandingkan Maret 2023 yang sebesar 3,02%. NPL net juga naik dari 0,82% menjadi 1%.
Direktur Utama PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. atau Bank BJB (BJBR), Yuddy Renaldi, mengatakan bahwa berakhirnya kebijakan relaksasi Covid-19 akan berdampak positif pada beberapa akun, khususnya pada segmen yang belum pulih pascapandemi.
“Iya, ini termasuk di BJB, selain terdampak oleh dinamika perekonomian pascapandemi,” ujarnya. Namun, kata Yuddy, meski tidak diperpanjang, perbankan telah mengantisipasi dengan pembentukan pencadangan yang memadai, sehingga tidak akan berdampak signifikan pada permodalan dan rentabilitas bank.
Bank BJB mencatatkan NPL gross sebesar 1,46% pada Maret 2024, naik dari Maret 2023 yang sebesar 1,21%. NPL net juga naik dari 0,53% menjadi 0,85%.
Meski memberikan dampak positif bagi sejumlah bank, Pengamat Ekonomi Aviliani mengingatkan agar perpanjangan restrukturisasi kredit Covid-19 tidak malah menciptakan moral hazard. "Restrukturisasi itu tidak untuk umum, tetapi untuk yang benar-benar membutuhkan dan masih punya masalah," tuturnya.
Direktur Kepatuhan PT Bank Oke Indonesia Tbk. (DNAR), Efdinal Alamsyah, juga mengatakan bahwa dalam wacana perpanjangan restrukturisasi kredit Covid-19, beberapa hal perlu menjadi pertimbangan. "Jika ingin melakukan perpanjangan stimulus restrukturisasi Covid-19 sampai 2025, perpanjangan yang terlalu lama bisa menciptakan moral hazard," katanya.
Menurutnya, debitur mungkin tidak memiliki insentif untuk memperbaiki kondisi keuangan mereka karena adanya harapan keringanan yang terus ada. Selain itu, perpanjangan stimulus restrukturisasi kredit Covid-19 bisa saja hanya menunda masalah.
"Restrukturisasi kredit yang berkepanjangan bisa hanya menunda masalah, pada akhirnya debitur tidak mampu memulihkan bisnis mereka, dan akan terjadi peningkatan kredit macet setelah masa restrukturisasi berakhir," tuturnya.
Perpanjangan restrukturisasi kredit Covid-19 juga dapat menjadi beban bagi bank. Jika bank terus menanggung kredit yang direstrukturisasi, hal ini pada akhirnya bisa mengganggu profitabilitas dan kemampuan bank untuk memberikan kredit baru.
"Jadi, perpanjangan stimulus restrukturisasi kredit Covid-19 benar-benar harus memperhatikan kondisi ekonomi saat ini, tingkat pemulihan sektor-sektor yang paling terdampak, dan kapasitas sistem perbankan untuk menyerap risiko tambahan," katanya.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, mengatakan bahwa dalam pengambilan keputusan untuk pengakhiran restrukturisasi kredit Covid-19, OJK telah menghitung dampaknya.
OJK juga mempertimbangkan kecukupan modal, pencadangan atau CKPN, likuiditas, dan kapasitas untuk pertumbuhan kredit lembaga jasa keuangan. Meski begitu, OJK paham atas usulan dari pemerintah agar restrukturisasi kredit Covid-19 diperpanjang.
"Ada perhatian khusus terhadap potensi pertumbuhan kredit di segmen tertentu," ujarnya setelah acara Talkshow Edukasi Keuangan Bundaku pada Selasa (25/6/2024). OJK pun akan mendalami usulan dari pemerintah terkait perpanjangan restrukturisasi kredit Covid-19. "Kami akan melakukan evaluasi, baik terkait yang telah diselesaikan di Maret lalu, maupun juga terhadap isu perpanjangan restrukturisasi kredit Covid-19. Ada potensi keterbatasan pertumbuhan kredit di segmen tertentu," ujarnya.
Pemerintah memang meminta perpanjangan kebijakan stimulus restrukturisasi kredit perbankan yang terdampak Covid-19 hingga 2025. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa perpanjang kebijakan restrukturisasi kredit merupakan arahan dari Presiden Joko Widodo yang akan diusulkan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
"Tadi ada arahan dari Presiden bahwa kredit restrukturisasi akibat Covid-19 yang seharusnya jatuh tempo pada Maret 2024 diusulkan ke OJK, melalui KSSK dan Gubernur BI untuk diperpanjang hingga 2025," katanya di kompleks Istana Kepresidenan, Senin (24/6/2024).
Airlangga menjelaskan bahwa tujuan perpanjangan stimulus tersebut adalah untuk mengurangi beban perbankan dalam mencadangkan kerugian akibat kenaikan kredit bermasalah. Sisa kredit yang direstrukturisasi per 31 Maret 2024 adalah sebesar Rp228,03 triliun, menurun dari akhir 2023 yang sebesar Rp265,78 triliun.