2024-06-28 07:39:36
Loket Bank Muamalat (foto: Kr Jogja)Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) sebagai Pemegang Saham Pengendali (PSP) PT Bank Muamalat Indonesia Tbk. menginformasikan bahwa proses due diligence atau uji tuntas yang dilakukan oleh PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BTN) dalam rangka pemisahan unit usaha syariah (UUS) masih terus berlangsung.
Dilansir dari Bisnis.com pada Jumat (28/6/2024), Ahmad Zaky, Sekretaris BPKH RI, menyatakan bahwa hasil keputusan dari due diligence tersebut sepenuhnya berada di tangan BTN.
“Prosesnya masih berjalan, kami tidak memiliki hasil due diligence, tentu yang punya adalah BTN sebagai pihak yang berminat,” kata Zaky pada Kamis (27/6/2024). Zaky juga mengungkapkan bahwa semua kebutuhan data, termasuk data pengkreditan, telah diserahkan kepada BTN. Menurut pengamatan BPKH, BTN masih melakukan review atas hasil due diligence yang telah diperoleh.
“Timeline yang sudah dibuat memang sedang berjalan. Ada beberapa hal yang mungkin mundur karena masih dalam tahap review. Jawaban ya atau tidak masih dalam pertimbangan hasil due diligence tersebut,” jelas Zaky.
Mengenai opsi yang melibatkan bank lain, Zaky tidak ingin berkomentar karena itu berada di luar wewenang BPKH sebagai pemegang saham Bank Muamalat.
Diketahui bahwa proses ini berkaitan dengan aksi korporasi yang dilakukan BTN dengan Bank Muamalat untuk memenuhi mandat regulator terkait spin-off atau pemisahan unit usaha syariah (UUS) BTN, yaitu BTN Syariah, menjadi bank umum syariah (BUS). BTN berencana melakukan akuisisi terhadap Bank Muamalat sebagai bagian dari langkah aksi korporasi tersebut.
Namun, proses due diligence ini mengalami penundaan dari jadwal yang ditargetkan untuk selesai pada April 2024. Direktur Utama BTN, Nixon L.P. Napitupulu, menyatakan bahwa keterlambatan ini disebabkan oleh terlambatnya penerimaan data terkait pengkreditan.
"Masih belum selesai [due diligence], ada keterlambatan data yang kita terima, jadi belum selesai," ujarnya dalam Paparan Kinerja Kuartal I/2024 BTN pada April lalu (25/4/2024). Akibatnya, BTN belum dapat membuat keputusan terkait akuisisi Bank Muamalat karena data yang diperlukan untuk proses tersebut belum sepenuhnya terkumpul.
Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan bahwa hingga saat ini belum ada permohonan aksi korporasi terkait akuisisi BTN terhadap Bank Muamalat yang diajukan kepada mereka.
Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, menjelaskan bahwa pengajuan permohonan aksi korporasi seperti akuisisi dan merger adalah wewenang manajemen bank masing-masing. OJK akan mengevaluasi serta memproses sesuai ketentuan yang berlaku apabila bank telah mengajukan permohonan tersebut kepada OJK.
"Namun, sampai dengan saat ini belum terdapat permohonan yang disampaikan kepada OJK terkait rencana aksi korporasi dimaksud [akuisisi BTN terhadap Bank Muamalat]," kata Dian dalam jawaban tertulis pada Jumat (14/6/2024).
Meski demikian, OJK tetap mendukung inisiatif konsolidasi perbankan sebagai bagian dari upaya mewujudkan Roadmap Pengembangan dan Penguatan Perbankan Syariah Indonesia 2023-2027. "OJK juga terus melakukan komunikasi terkait berbagai persiapan yang dilakukan oleh industri perbankan untuk merespons ketentuan mengenai spin-off," ujar Dian.
Sebagai informasi, berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12 Tahun 2023 tentang Unit Usaha Syariah (POJK UUS), bank yang memiliki UUS dengan share asset lebih dari 50% dan/atau total aset UUS mencapai lebih dari Rp50 triliun wajib melakukan spin-off. BTN Syariah sendiri telah memiliki aset sebesar Rp54,84 triliun pada kuartal I/2024.