Bank Milik Fintech Catatkan Kinerja Positif, Adakah Potensi Kenaikan Saham?

2024-06-20 01:51:10

News Image Kantor Bank Jago (foto: ANTARA News)

Bank-bank yang dimiliki oleh perusahaan financial technology (fintech) terus menunjukkan perbaikan dalam kinerja keuangan mereka, terutama terlihat dari pertumbuhan laba bersih dan perbaikan kualitas kredit. Namun, para analis saham menilai bahwa kinerja saham-saham bank milik fintech masih lesu dan cenderung mengalami tren penurunan.

Contohnya, PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB), yang dikendalikan oleh PT Akulaku Silvrr Indonesia (Akulaku), berhasil membukukan laba sebesar Rp 14,23 miliar pada Kuartal I-2024. Padahal pada periode yang sama tahun lalu, bank ini mengalami kerugian sebesar Rp 68,40 miliar.

Meski begitu, rasio kredit bermasalah (NPL) BBYB mengalami peningkatan dari 3,53% menjadi 3,94% per Maret 2024. Dilansir dari Kontan pada Kamis (20/6/2024), Direktur Bisnis BNC Aditya Windarwo menyatakan bahwa pihaknya berupaya menekan rasio NPL hingga maksimal 3,5% tahun ini dan mengurangi porsi kredit melalui mitra fintech.

“BNC terus melakukan perbaikan kualitas kredit dengan lebih berhati-hati dalam penyalurannya, serta terus melakukan monitor,” ungkapnya.

Meskipun ada perbaikan kinerja keuangan, harga saham BBYB masih mengalami penurunan yang cukup signifikan. Secara year-to-date (YtD), harga saham BBYB turun sebesar 49,54%. Dalam satu pekan terakhir, saham BBYB terkoreksi 7,56% menjadi Rp 220 pada penutupan perdagangan Rabu, 19 Juni 2024.

Hal serupa juga terjadi pada PT Bank Bumi Arta Tbk (BNBA) yang dimiliki oleh PT Takjub Finansial Teknologi (Ajaib). Meskipun bank ini mencatatkan pertumbuhan laba signifikan sebesar 264% year-on-year (yoy) menjadi Rp 29,16 miliar pada Kuartal I-2024, kinerja sahamnya tetap mengalami tren penurunan.

Bank ini juga menunjukkan perbaikan dalam rasio NPL dari 4,82% menjadi 3,88% per Maret 2024. Direktur Pengembangan Bisnis dan Keuangan Bank Bumi Arta, Efwin Suryahusada, menyatakan bahwa perbaikan NPL tersebut sejalan dengan selesainya kredit restrukturisasi Covid-19.

“Kami melakukan pendekatan personal untuk mencari solusi bersama debitur agar bisa menyelesaikan kewajibannya kepada bank,” kata Efwin.

Namun, kinerja saham BNBA juga mengalami penurunan secara YtD sebesar 19,46%, dari sebelumnya di kisaran Rp 760 pada awal tahun 2024. Dalam sepekan, harga saham terkoreksi 0,83% menjadi Rp 600 per saham pada penutupan perdagangan Rabu, 19 Juni 2024.

Analis: Perbankan dan Fintech Punya Prospek Cerah

Analis dari Investindo Nusantara Sekuritas, Pandhu Dewanto, menyatakan bahwa dengan tren perkembangan teknologi di industri keuangan, perbankan dan fintech memiliki prospek yang cerah dalam jangka panjang.

“Masih ada potensi pasar yang cukup luas di masa mendatang, namun belum bisa berharap banyak dalam jangka pendek,” ungkap Pandhu. Menurutnya, saat ini bank fintech berada pada valuasi yang relatif tinggi dibandingkan dengan bank konvensional, serta memiliki gap yang cukup besar dalam hal sumber daya dan efisiensi, sehingga masih sulit untuk bersaing.

Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus, juga menyatakan bahwa saham-saham bank milik fintech belum terlalu menarik saat ini. Namun, dia menyebutkan masih ada potensi kenaikan meskipun terbatas.

“Sejauh ini kami belum bisa memberikan rekomendasi, namun kami cenderung masih menyukai ARTO karena ekosistem dan kolaborasi yang dibangun memberikan efek pengganda,” ujar Nico.

Kinerja saham PT Bank Jago Tbk (ARTO), yang dimiliki oleh PT Dompet Karya Anak Bangsa di belakang Gopay, juga mengalami penurunan dalam sepekan sebesar 11,21% menjadi Rp 1.900 per saham pada penutupan perdagangan Rabu, 19 Juni 2024.

Secara YtD, saham ARTO terkoreksi 34,48% dari harga sebelumnya di kisaran Rp 3.500 pada Januari 2024. Secara kinerja, Bank Jago mencatatkan pertumbuhan laba 24% yoy menjadi Rp 21,71 miliar pada Kuartal I-2024, dengan rasio NPL rendah di level 0,6%, di bawah rata-rata industri perbankan sebesar 2,3%.

Baca Juga

Semua Berita