Ratusan Kantor Bank Tutup, Ini Alasannya Menurut Bankir Senior

2024-06-05 03:10:37

News Image Ilustrasi Perbankan (foto: Unsplash)

Penutupan kantor cabang bank di Indonesia terus berlanjut hingga tiga bulan pertama Maret 2024. Menurut Statistik Perbankan Indonesia yang dirilis oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah kantor bank di Indonesia per Maret 2024 mencapai 24.243 unit.

Angka ini mengalami penurunan sebesar 733 unit secara tahunan dari 24.975 unit pada Maret 2023. Jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya, yakni Februari 2024, jumlah kantor bank turun 25 unit dari 24.286 unit.

Tren penurunan ini telah berlangsung sejak 2021, dimana jumlah kantor cabang mencapai 32.366 unit, dan pada 2022 turun menjadi 25.377 unit.

Secara lebih rinci, kategori bank kelompok KBMI I mencatat penurunan tahunan terbesar, yaitu sebesar 1.047 unit dari 4.639 unit menjadi 3.592 unit. Sementara itu, KBMI II justru mengalami peningkatan jumlah kantor sebesar 814 unit dari 2.303 unit menjadi 3.117 unit.

Kelompok bank besar yang tergabung dalam KBMI IV juga mengalami penurunan, yakni sebesar 385 unit menjadi 12.914 kantor dari 13.299 unit. Di sisi lain, KBMI III mengalami penurunan sebanyak 115 unit, dari 4.735 unit pada tahun sebelumnya menjadi 4.620 unit.

Salah satu bank yang mengalami penutupan kantor cabang adalah PT Bank Oke Indonesia Tbk (DNAR), bagian dari KBMI I. Bank ini telah menutup lima kantor cabang sejak tahun 2019.

Dilansir dari Bisnis.com pada Rabu (5/6/2024), Direktur Kepatuhan Bank Oke, Efdinal Alamsyah, mengakui bahwa penutupan kantor cabang bank umumnya disebabkan oleh beberapa faktor, seperti efisiensi operasional, perubahan teknologi, dan preferensi nasabah.

Menurut Efdinal, semua bank saat ini sudah melakukan digitalisasi layanan. Banyak nasabah yang lebih memilih menggunakan layanan perbankan digital, sehingga mengurangi kebutuhan untuk berkunjung ke kantor cabang.

"Saat ini terjadi perubahan perilaku nasabah bank. Mereka lebih sering menggunakan ATM, aplikasi mobile banking, dan internet banking untuk keperluan transaksi perbankan sehari-hari," ujarnya.

Selain itu, pemeliharaan kantor cabang membutuhkan biaya operasional yang tinggi, seperti biaya sewa kantor, utilitas seperti listrik dan telepon, serta gaji karyawan. "Dengan menutup kantor cabang yang dianggap tidak produktif, dapat mengurangi biaya operasional dan meningkatkan profitabilitas," tambah Efdinal.

Ia juga menyebutkan bahwa perubahan strategi bisnis menjadi faktor lain dalam penutupan kantor cabang, dimana bank lebih fokus pada layanan digital dan produk keuangan yang tidak memerlukan kehadiran fisik cabang.

LPPI: Digitalisasi dan Efisiensi Mendorong Penutupan

Sejalan dengan pendapat Efdinal, Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan juga menyoroti digitalisasi dan upaya efisiensi sebagai alasan utama penutupan kantor cabang bank.

"Menurut saya, ini karena adanya digitalisasi dan hasil perhitungan bank, dimana cabang bank tersebut terlihat kurang menguntungkan bisnis bank," ujarnya pada Senin (3/5/2024).

Secara keseluruhan, penutupan kantor cabang bank di Indonesia mencerminkan perubahan signifikan dalam industri perbankan. Perkembangan teknologi dan pergeseran preferensi nasabah menuju layanan digital mendorong bank untuk meninjau kembali model bisnis mereka dan mengurangi ketergantungan pada kantor fisik.

Upaya efisiensi operasional dan strategi bisnis yang lebih fokus pada layanan digital menjadi kunci untuk meningkatkan profitabilitas dan memenuhi kebutuhan nasabah di era digital ini. 

Dengan perubahan ini, bank di Indonesia diharapkan mampu beradaptasi dengan cepat terhadap tren digitalisasi yang semakin kuat, sehingga dapat terus memberikan layanan yang efisien dan relevan bagi nasabah.

Penutupan kantor cabang mungkin menimbulkan tantangan, terutama dalam hal aksesibilitas bagi sebagian nasabah. Namun, dengan strategi yang tepat, perbankan digital dapat menjadi solusi yang menguntungkan baik bagi bank maupun nasabah.

Baca Juga

Semua Berita