2024-06-05 03:02:26
Menara HSBC Indonesia (foto: Detik.com)**Prospek Bisnis Perbankan Tetap Cerah di Tengah Tekanan Penurunan NIM**
Dilansir dari Bisnis.com pada Rabu (5/6/2024), James Cheo, Chief Investment Officer Southeast Asia dan India for Global Private Banking and Wealth di HSBC, berpendapat bahwa Bank Indonesia akan mengikuti perubahan suku bunga The Fed dalam menentukan BI Rate, yang pada gilirannya akan mempengaruhi NIM.
Namun, Cheo menekankan bahwa NIM hanyalah salah satu komponen yang menentukan profitabilitas perbankan. Menurutnya, pertumbuhan kredit di Indonesia menjadi faktor kunci yang lebih signifikan.
Meskipun rasio margin bunga bersih (net interest margin/NIM) mengalami tekanan di tengah tingginya suku bunga acuan, bisnis perbankan tetap dinilai prospektif. Sebagaimana diketahui, NIM memberikan gambaran tentang efisiensi lembaga keuangan dalam menghasilkan keuntungan dari selisih antara pendapatan bunga yang diperoleh dan biaya bunga yang dibayar. Semakin besar NIM, semakin besar potensi keuntungan perbankan dari dana yang disalurkan.
Data dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menunjukkan bahwa per April 2024, NIM di Indonesia berada di angka 4,57%, turun tiga basis poin (bps) dari bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 4,60%. Secara tahunan, NIM mengalami penurunan 20 bps dari 4,77% yang tercatat pada tahun sebelumnya.
“Jika GDP tumbuh pada tingkat 5%-6%, pertumbuhan kredit biasanya akan tumbuh dua kali lipat, bahkan dua setengah kali lipat,” ujarnya dalam acara Media Briefing HSBC Global Banking Investment Outlook Kuartal III/2024, Selasa (4/6/2024).
Pada kesempatan yang sama, Managing Director Global Chief Investment Officer Global Private Banking and Wealth HSBC, Willem Sels, menambahkan bahwa prospek perbankan di Indonesia tetap kuat, terutama karena pertumbuhan ekonomi yang solid.
Dia juga menyebutkan bahwa sektor perbankan merupakan bagian dari portofolio investasi yang menarik, baik di wilayah Eropa, AS, maupun Asia Tenggara, karena valuasi yang murah, pertumbuhan ekonomi yang tangguh, dan pembagian dividen.
"Dari perspektif investor, sektor perbankan merupakan sektor yang menarik," tambahnya.
Jika dirinci lebih lanjut, berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Maret 2024, NIM untuk KBMI I mencatat penyusutan sebesar 10 bps menjadi 4,59% dari 4,69% tahun sebelumnya.
Sementara itu, NIM KBMI II mengalami penurunan lebih tajam sebesar 28 bps menjadi 4,05% dari 4,33%. Penurunan NIM juga terlihat pada KBMI III yang menyusut sebesar 18 bps menjadi 3,65% dari 3,83%. Tren penurunan ini juga dialami oleh KBMI IV, atau kelompok bank jumbo, di mana NIM mereka turun 16 bps menjadi 5,19% dari 5,35%.
Meskipun NIM mengalami penurunan, pertumbuhan kredit diharapkan tetap menjadi pendorong utama profitabilitas perbankan. Cheo meyakini bahwa dengan pertumbuhan ekonomi yang stabil, sektor perbankan akan mampu mempertahankan kinerja positifnya.
Selain itu, sektor perbankan di Indonesia terus menarik minat investor global karena kombinasi antara valuasi yang menarik dan prospek pertumbuhan yang solid.
Sels menambahkan bahwa sektor perbankan merupakan investasi yang menarik tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di berbagai wilayah lainnya seperti Eropa dan Amerika Serikat.
Faktor-faktor seperti valuasi yang murah, pertumbuhan ekonomi yang kuat, dan kebijakan dividen yang menguntungkan membuat sektor ini tetap menarik bagi para investor. Secara keseluruhan, meskipun rasio margin bunga bersih menghadapi tekanan, prospek bisnis perbankan di Indonesia tetap cerah.
Dengan dukungan pertumbuhan ekonomi yang kuat dan minat investor global yang tinggi, sektor perbankan di Indonesia diharapkan dapat terus berkembang dan memberikan keuntungan yang signifikan.
Pertumbuhan kredit yang diharapkan meningkat seiring dengan pertumbuhan GDP, menjadi salah satu pendorong utama yang akan membantu perbankan mempertahankan kinerjanya di tengah dinamika suku bunga yang fluktuatif.