Bank Neo Commerce: Nasabah Kaya Lebih Sensitif Terhadap Perubahan Suku Bunga

2024-05-19 10:44:30

News Image Direktur Bisnis Bank Neo Commerce Aditya Windarwo (foto: Marketeers)

PT Bank Neo Commerce Tbk. (BBYB), yang juga dikenal sebagai BNC, melaporkan bahwa nasabah kelas atas atau kaya cenderung lebih peka terhadap pergerakan suku bunga dibandingkan dengan nasabah dari kalangan menengah ke bawah.

Dilansir oleh Bisnis.com pada Minggu (19/05/2024), Direktur Bisnis BNC, Aditya Windarwo, menyebutkan bahwa nasabah kaya cepat beralih ke bank lain yang menawarkan suku bunga simpanan lebih tinggi ketika ada penurunan kecil dalam suku bunga.

“Nasabah kelas atas lebih materialistis, ketika bunga turun sedikit, mereka langsung pindah ke bank lain,” ujar Aditya dalam wawancara dengan Media Group pada 8 Mei 2024.

Aditya menjelaskan bahwa sensitivitas terhadap perubahan suku bunga sangat bergantung pada jumlah uang yang disimpan di bank. Misalnya, ketika seseorang memiliki Rp500.000 dan orang lain memiliki Rp50 miliar dalam rekening dengan suku bunga 8%, perbedaan jumlah bunga yang diterima akan sangat signifikan. Sebaliknya, masyarakat menengah ke bawah lebih peka terhadap manfaat yang ditawarkan bank, seperti kemudahan tarik tunai, jumlah transfer gratis, dan layanan lainnya. “Masyarakat menengah ke bawah lebih sensitif terhadap benefit yang mereka dapatkan, bukan pada pricing,” tambahnya.

Lebih lanjut, Aditya mengamati bahwa generasi muda di Indonesia lebih menyukai e-wallet dibandingkan membuka rekening di bank konvensional. Namun, mereka menyadari bahwa e-wallet memiliki keterbatasan, terutama dalam hal kemampuan mengajukan pinjaman atau membayar tagihan.

BNC melihat ini sebagai peluang untuk menawarkan solusi yang lebih komprehensif dan fleksibel. “Bank Neo ingin menjadi lebih lengkap dari e-wallet, dengan kemampuan mengajukan pinjaman, membayar cicilan, dan lainnya. Proses onboarding kami sangat mudah dan kapabilitas kami lebih dari sekadar e-wallet,” jelas Aditya.

BNC menargetkan pertumbuhan kredit hingga 20% secara tahunan hingga akhir tahun ini. Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menargetkan pertumbuhan kredit industri sebesar 9% hingga 11% pada 2024.

BNC juga menargetkan peningkatan aset lebih besar dari tahun sebelumnya, di mana porsi dana murah atau CASA diharapkan mencapai 30% dari total dana pihak ketiga (DPK) tahun ini. “Kami menargetkan rasio kredit bermasalah (NPL) maksimal 3,5% gross,” kata Aditya.

Rasio BOPO Meningkat Walau Aset Menurun

Pada 2023, BNC telah menyalurkan kredit sebesar Rp10,78 triliun, tumbuh 5,26% secara tahunan. Net interest margin (NIM) BNC naik dari 13,83% pada 2022 menjadi 18,39% pada 2023. Bank juga mencatat perbaikan efisiensi, dengan rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) menurun dari 127,28% pada 2022 menjadi 112,27% pada 2023. Penurunan rasio BOPO menunjukkan peningkatan efisiensi bank.

Namun, aset BNC mengalami penurunan sebesar 7,74% secara tahunan menjadi Rp18,16 triliun pada 2023. Meski demikian, kualitas aset tetap terjaga, dengan rasio kredit bermasalah atau NPL nett turun dari 2,05% pada 2022 menjadi 0,95% pada 2023. BNC juga mencatat penurunan DPK sebesar 4% secara tahunan menjadi Rp13,87 triliun pada 2023, dan dana murah atau CASA turun 3,24% menjadi Rp3,99 triliun.

Dengan strategi yang lebih fleksibel dan solusi yang komprehensif, BNC berharap dapat menarik lebih banyak nasabah dari berbagai segmen, baik kelas atas maupun menengah ke bawah, serta meningkatkan loyalitas nasabah yang sudah ada. Hal ini sejalan dengan visi BNC untuk terus mengembangkan produk dan layanan yang sesuai dengan kebutuhan pasar dan memperkuat posisinya sebagai salah satu bank terkemuka di Indonesia.

Baca Juga

Semua Berita