2024-04-17 04:48:04
Foto RupiahPerekonomian Indonesia terus tertekan akibat anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang kini mencapai Rp16.000. Menanggapi situasi ini, Abdul Manap Pulungan, Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), menyoroti bahwa perbankan akan lebih selektif dalam menyalurkan kredit valuta asing. Dikarenakan risiko yang tinggi, bank-bank diharapkan akan mengurangi penyaluran jenis kredit ini di kuartal II/2024. Selain itu, penurunan permintaan kredit valuta asing juga berpengaruh terhadap keputusan bank untuk lebih berhati-hati.
Dampak lain dari perlambatan penyaluran kredit valuta asing adalah keharusan bank untuk menambah Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN), yang merupakan dana cadangan untuk mengantisipasi penurunan kualitas aset. Abdul menjelaskan bahwa bank tidak akan berani menambah eksposur pada kredit valuta asing tanpa perbaikan kondisi yang signifikan. Meskipun demikian, kredit dalam mata uang rupiah masih mendominasi portofolio pembiayaan, dengan sebagian besar penyaluran masih dilakukan dalam mata uang lokal.
Perbankan besar masih mendominasi dalam penyaluran kredit valuta asing, terutama karena mereka memiliki jaringan luas yang memungkinkan fasilitasi transaksi Letter of Credit antara bank domestik dan asing. Amin Nurdin dari Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) juga menggarisbawahi pentingnya sistem peringatan dini bagi bank-bank besar dengan portofolio kredit korporasi dan komersial dalam valuta asing, mengingat potensi risiko yang bisa meningkatkan rasio kredit bermasalah atau nonperforming loan (NPL).
Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan bahwa per Januari 2024, total kredit valuta asing yang disalurkan oleh bank umum mencapai Rp1.048,08 triliun, tumbuh 14,95% dari tahun sebelumnya. Meskipun mengalami pertumbuhan, proporsi kredit valuta asing hanya berjumlah 14,66% dari total keseluruhan kredit. Bank-bank besar seperti kelompok KBMI IV memiliki kontribusi terbesar dalam penyaluran kredit valuta asing.
Di sisi lain, perusahaan-perusahaan perbankan seperti PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BNI) dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. juga mengambil langkah-langkah strategis di tengah kondisi ekonomi yang tidak stabil ini. BNI, misalnya, telah memutuskan untuk menghentikan penyaluran kredit valuta asing sementara waktu dan berfokus pada penerbitan global bond untuk mengoptimalkan ekspansi aset valuta asing. Sementara itu, Bank Mandiri mengimplementasikan sistem peringatan dini untuk mengantisipasi risiko kredit pada debitur dengan pendapatan dalam rupiah, guna memastikan mereka tetap mampu memenuhi kewajiban finansialnya.