2024-04-17 04:30:25
Ilustrasi Saham AnjlokIndeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan tajam pada sesi perdagangan Selasa (16/4/2024), disebabkan oleh semakin negatifnya sentimen pasar global yang terjadi selama periode libur panjang Lebaran 2024 atau Idul Fitri 1445 H. Penurunan tersebut mencapai 1,68%, dengan IHSG berakhir di level 7.164,81. Di awal sesi pertama, indeks bahkan sempat terjun lebih dalam, mencapai penurunan 2,6%.
Volume transaksi pada hari tersebut mencapai kira-kira Rp 23 triliun, dengan sekitar 25 miliar lembar saham yang ditransaksikan sebanyak 1,8 juta kali. Dari jumlah saham yang diperdagangkan, 165 saham mengalami kenaikan, 457 saham mengalami penurunan, dan 175 saham tidak mengalami perubahan. Investor asing mencatatkan penjualan bersih atau net sell yang cukup besar, yaitu mencapai Rp 2,48 triliun di semua segmen pasar. Rinciannya, Rp 2,46 triliun di pasar reguler dan Rp 24,42 miliar di pasar tunai serta negosiasi.
Pada tingkat sektoral, sektor properti tercatat sebagai penyumbang penurunan terbesar pada IHSG di sesi perdagangan tersebut, dengan kontribusi penurunan sebesar 3,25%.
Berikut fakta-fakta mengenai anjloknya saham perbankan RI:
1. BEI Ungkap Penyebab IHSG Sempat Ambruk 2% Lebih
Bursa Efek Indonesia (BEI) memberikan tanggapan terkait penurunan tajam Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang terjadi pada awal perdagangan Selasa kemarin, dimana IHSG sempat anjlok lebih dari 2%. Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa, Irvan Susandy, menyatakan bahwa ada beberapa penyebab di balik gerakan IHSG tersebut, dengan salah satunya berasal dari faktor global.
"Beberapa di antaranya adalah meningkatnya ketegangan politik di Timur Tengah, khususnya pasca serangan yang dilancarkan Iran dengan menggunakan lebih dari 300 drone dan rudal ke Israel pada hari Sabtu lalu. Selain itu, kenaikan imbal hasil obligasi Amerika Serikat atau US Treasury yield juga berpengaruh, yang terjadi seiring dengan meningkatnya inflasi di AS dan dinamika geopolitik," jelas Irvan kepada para wartawan pada hari Selasa, (16/4/2024).
Di sisi dalam negeri, beberapa data ekonomi yang dirilis dalam dua minggu terakhir juga ikut berkontribusi pada penurunan IHSG. Inflasi konsumen (IHK) pada Maret 2024 mencatatkan angka sebesar 3,05% (year-on-year), naik dari bulan Februari 2024 yang tercatat sebesar 2,75% (year-on-year). Selain itu, cadangan devisa pada Maret 2024 juga mengalami penurunan menjadi US$ 140,4 miliar dari US$ 144 miliar pada bulan sebelumnya.
Tak hanya itu, periode libur panjang Lebaran Idul Fitri 1445 H juga memberikan dampak pada pelemahan IHSG di tengah beragam sentimen ekonomi global yang berlangsung. Libur Lebaran di Indonesia berlangsung dari tanggal 8 hingga 15 April 2024, sehingga penyesuaian pasar domestik baru terjadi hari ini, menyebabkan respons terhadap sentimen global agak tertunda.
"Untuk informasi, indeks pasar saham global di beberapa negara seperti Vietnam, Taiwan, Cina, Korea Selatan, Jepang, Filipina, dan Australia, telah mengalami penurunan lebih dari 2% dalam dua hari terakhir sejak Jumat. Ini menunjukkan bahwa IHSG juga mengalami penyesuaian sejalan dengan akumulasi risiko pasar selama periode libur," ungkapnya.
2. Deretan Saham Penekan IHSG Kemarin Mayoritas Bank Raksasa
Kemarin, lima saham dengan kapitalisasi pasar tinggi (big cap) turut memberikan tekanan pada IHSG. Dari kelompok saham tersebut, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) menjadi yang paling mempengaruhi penurunan IHSG dengan kontribusi penurunan sebesar 34,8 indeks poin.
Selain BBRI, dua bank besar lainnya juga turut memberikan dampak negatif terhadap IHSG, yaitu PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang menyumbang penurunan sebesar 23,9 indeks poin dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dengan penurunan sebesar 18,1 indeks poin.
3. Saham-saham Ini Dilego Asing Saat IHSG Merana Lagi
Beberapa saham, terutama dari sektor perbankan besar, dicatatkan sebagai saham yang paling banyak dijual oleh investor asing. Saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) merupakan yang terbanyak dijual dengan nilai mencapai Rp 954,4 miliar.
Tidak hanya BBCA, saham perbankan besar lainnya juga dilepas oleh asing, dengan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dilego sebesar Rp 664,4 miliar, dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) sebesar Rp 107,3 miliar.
4. Ini Penyebab Saham Bank Besar Ambruk
Satu sektor yang terkena dampak adalah perbankan, dimana pasar mengalami kepanikan karena merosotnya nilai saham bank-bank besar, termasuk bank raksasa. Saham PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) mengalami penurunan paling drastis kemarin, terjun bebas sebesar 5,56% menjadi Rp 2.550 per unit. Penurunan serupa terjadi pada empat bank besar lainnya, dengan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) turun 5,31%, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) turun 3,56%, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) turun 2,93%, dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) turun 1,89%.
Saham perbankan di Indonesia secara keseluruhan mengalami penurunan tajam di tengah berbagai sentimen negatif global, mulai dari meningkatnya ketegangan di Timur Tengah hingga inflasi yang kembali meningkat di Amerika Serikat (AS). Selain itu, mayoritas emiten bank di Indonesia telah melewati tanggal cum dividen dan telah membayar dividen kepada pemegang sahamnya. Penurunan saham perbankan dan IHSG secara umum terjadi bersamaan dengan pelemahan nilai tukar rupiah.
Menurut data Refinitiv yang diambil pada penutupan Selasa kemarin, rupiah melemah sebesar 2,08% menjadi Rp 16.170 per dolar AS, yang merupakan posisi terendah sejak 6 April 2020, atau sekitar empat tahun lalu. Ini berbarengan dengan kenaikan indeks dolar AS (DXY) yang tercatat naik 0,1% menjadi 106,31 pada pukul 14:54 WIB.
5. Saat IHSG Ambruk, Saham Emas Malah Meroket
Pada penutupan perdagangan Selasa yang lalu, mayoritas emiten emas di Indonesia menunjukkan kinerja yang positif, didorong oleh terus meningkatnya harga emas meskipun Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan. Saham PT J Resources Asia Pasifik Tbk (PSAB) mencatat kenaikan paling signifikan pada sesi I hari itu, dengan lonjakan sebesar 10,11% menjadi Rp 196 per saham. Sementara itu, saham-saham emas dengan kapitalisasi pasar besar seperti PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) juga mengalami kenaikan signifikan, masing-masing sebesar 9,92% dan 8,38%.
Kenaikan ini dipicu oleh harga emas yang terus mencetak rekor tertinggi baru hingga Selasa lalu. Menurut data Refinitiv, pada hari Selasa, harga emas dunia di pasar spot mencapai US$ 2.382,72 per troy ons, naik sedikit dari hari sebelumnya dan mencatat rekor harga penutupan tertinggi dalam sejarah emas. Permintaan yang terus meningkat untuk aset safe haven ini menyebabkan harga emas mencapai rekor baru, memberikan keuntungan bagi saham-saham emas di Indonesia karena kenaikan harga emas global.
"Sepertinya ini adalah pergerakan harga yang dipengaruhi oleh faktor geopolitik, yang mungkin berkaitan dengan pernyataan dari pasukan pertahanan Israel tentang adanya perkembangan yang signifikan," ujar Bart Melek, kepala strategi komoditas di TD Securities. Iran melakukan serangan dengan menggunakan drone dan rudal berbahan peledak pada Sabtu (13/4/2024) malam, yang merupakan serangan pertama oleh negara lain ke Israel dalam lebih dari tiga dekade, meningkatkan kekhawatiran akan kemungkinan konflik regional yang lebih luas. Indeks dolar AS atau DXY juga mencatat kenaikan signifikan dalam empat hari perdagangan terakhir, mencapai posisi tertinggi sejak November 2023 pada Senin (15/4/2024).
Ini terjadi setelah yield Treasury AS untuk tenor 10 tahun mencapai tingkat tertinggi dalam lima bulan menyusul data yang menunjukkan penjualan ritel AS meningkat lebih dari yang diperkirakan pada Maret, menandakan perekonomian yang kuat di akhir kuartal pertama. CME FedWatch Tool memprediksi bahwa suku bunga The Fed akan tetap pada 5,25% - 5,5% hingga September 2024, mundur dari proyeksi sebelumnya yang lebih optimis di bulan Juni. "Namun, harga emas mungkin akan turun mendekati US$ 2.200 jika premi geopolitik berkurang," kata Daniel Pavilonis, ahli strategi pasar senior di RJO Futures.
Pembelian oleh bank sentral juga terus mendukung stabilnya harga emas batangan.