12 Konglomerat Penguasa Perbankan di Indonesia

2024-04-01 01:18:36

News Image bank stock photo 1

Sejumlah konglomerat Indonesia memiliki kontrol terhadap berbagai entitas perbankan di dalam negeri, baik melalui kepemilikan langsung maupun tidak langsung. Beberapa konglomerat bahkan diketahui mengendalikan 2 hingga 5 entitas perbankan di Indonesia, seperti Chairul Tanjung melalui PT Mega Corpora dan grup Sinarmas yang memiliki Bank Sinarmas serta PT Bank Nano Syariah. Contoh lainnya adalah Mu'min Ali Gunawan yang menjadi pengendali saham di Bank Panin dan Bank Panin Dubai Syariah melalui PT Panin Investment dan PT Bank Panin Tbk.

 

Dalam hal kepemilikan konglomerat terhadap entitas perbankan, biasanya perbankan menjadi bagian penting dalam portofolio bisnis mereka karena memiliki pertumbuhan yang stabil dan dapat melengkapi ekosistem bisnis mereka di industri lain, seperti sektor riil, perdagangan, properti, dan investasi.

 

1. Hartono Bersaudara

PT Dwimuria Investama Andalan, yang dimiliki oleh Budi Hartono dan Bambang Hartono, mengendalikan 54,94% saham Bank Central Asia (BCA). Keluarga Hartono memperoleh saham BCA setelah keluarga Salim kehilangan kendali atas bank tersebut selama krisis ekonomi Asia pada tahun 1997-1998. Saat ini, BCA menjadi bank swasta terbesar ketiga di Indonesia dengan aset yang mencapai Rp1.408 triliun pada tahun 2023, meningkat 7,1% dibandingkan tahun sebelumnya.

 

Selain itu, BCA memiliki anak perusahaan bernama Blu, sebuah bank digital yang berkembang setelah BCA mengakuisisi PT Bank Royal Indonesia pada tahun 2019. Blu kemudian diubah namanya menjadi PT BCA Digital pada tahun 2020. Pada tahun 2023, aset Blu meningkat 22,18% menjadi Rp13,51 triliun dibandingkan tahun sebelumnya, sementara laba bersihnya mencapai Rp46,04 miliar, berbalik dari kerugian sebesar Rp71,6 miliar pada tahun 2022.

 

2. Chairul Tanjung

Chairul Tanjung, yang merupakan salah satu dari orang terkaya keenam di Indonesia, juga dikenal sebagai salah satu individu yang memiliki kepemilikan terbesar di sektor perbankan di Indonesia. Melalui PT Mega Corpora, ia memiliki kontrol langsung maupun tidak langsung atas lima bank di Indonesia. Di antara lima bank tersebut, tiga di antaranya adalah anak perusahaan langsung dari Mega Corpora, yaitu PT Bank Mega Tbk. (MEGA), PT Bank Mega Syariah, dan PT Allo Bank Indonesia Tbk. (BBHI). Selain itu, Chairul Tanjung juga memiliki kepemilikan saham di beberapa bank daerah, seperti Bank Sulteng dengan 24,9% saham dan Bank Sulutgo dengan 24,82% saham.

 

3. Dato' Sri Tahir

Dato Sri Tahir merupakan pemilik Bank Mayapada dan memiliki kepemilikan saham yang sama-sama signifikan dengan perusahaan asal Taiwan, Cathay Insurance, dalam struktur pengendalian PT Bank Mayapada Internasional Tbk (MAYA). Pada kuartal III/2023, Bank Mayapada mencatatkan laba bersih sebesar Rp66,02 miliar, mengalami penurunan sebesar 39,83% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang mencapai Rp109,74 miliar.

 

4. Keluarga Riady (Lippo Group)

PT Bank Nationalnobu Tbk. atau yang dikenal sebagai Bank Nobu (NOBU) dimiliki oleh James Riady, seorang taipan Indonesia. Melalui PT Putera Mulia Indonesia (PMI), James Riady secara resmi menjadi pemegang saham pengendali terakhir dari Bank Nobu, menggantikan peran ayahnya, Mochtar Riady. Kini, keluarga Riady memiliki kekayaan sebesar US$1,4 miliar atau sekitar Rp22,04 triliun per tanggal 19 Maret 2024. Pada tahun 2023, Bank Nobu mencatatkan laba bersih sebesar Rp141,54 miliar, meningkat 36,3% dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang sebesar Rp103,85 miliar pada tahun 2022.

 

5. Anthoni Salim

Anthoni Salim, seorang konglomerat, merupakan pemilik PT Bank Ina Perdana Tbk. (BINA). Berdasarkan data Forbes, kekayaannya mencapai US$10,3 miliar atau sekitar Rp161,12 triliun per Desember 2023. Bank Ina mencatatkan laba bersih sebesar Rp170,49 miliar pada kuartal III/2023, yang meningkat signifikan sebesar 79,77% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, di mana laba bersihnya mencapai Rp94,83 miliar pada kuartal III/2022.

 

6. Hary Tanoesoedibjo

Menurut informasi dari situs resmi perusahaan, PT Bank MNC Internasional Tbk (MNC Bank) didirikan setelah MNC Group melakukan akuisisi terhadap PT. Bank ICB Bumiputera Tbk. Saat ini, bank yang dimiliki oleh konglomerat Hary Tanoesoedibjo mencatatkan laba bersih sebesar Rp77,91 miliar pada tahun 2023, mengalami peningkatan sebesar 48,4% secara tahunan dibandingkan dengan laba bersih tahun sebelumnya yang sebesar Rp52,5 miliar.

 

7. Jerry Ng

Jerry Ng, seorang bankir veteran, memperoleh kekayaannya dari kepemilikan saham di PT Bank Jago Tbk. (ARTO). Dia memperoleh saham tersebut melalui akuisisi yang kemudian mengubah nama bank tersebut menjadi Bank Artos pada bulan Desember 2019. Bank Jago telah bertransformasi menjadi bank digital dan berupaya untuk berkolaborasi dengan perusahaan fintech kecil dan menengah. Pada tahun 2023, Bank Jago mencatatkan laba bersih sebesar Rp72,36 miliar, meningkat 354,74% secara tahunan dibandingkan dengan periode sebelumnya yang mencapai Rp15,91 miliar pada tahun 2022.

 

8. Mu'min Ali Gunawan

PT Bank Panin Tbk. (PNBN) dimiliki oleh konglomerat Mu'min Ali Gunawan, yang saat ini berbagi kepemilikan dengan ANZ Group dari Australia. Dalam struktur pemegang saham, Mu'min Ali Gunawan menjadi salah satu pengendali saham di Bank Panin melalui PT Panin Investment. Pada tahun 2023, Bank Panin mencatat laba bersih yang diatribusikan kepada pemilik sebesar Rp2,53 triliun. Selain itu, PNBN juga mencatat penyaluran kredit sebesar Rp148,49 triliun sepanjang tahun 2023, meningkat 8,4% secara tahunan, sementara asetnya naik 4,5% menjadi Rp222,01 triliun. Selain PNBN, Panin juga memiliki entitas syariah, yaitu PT Bank Panin Dubai Syariah Tbk. (PNBS), yang dikendalikan oleh PT Bank Panin Tbk. dengan 67,3% saham dan Dubai Islamic Bank PJSC dengan 25,1% saham. PNBS mencatat laba bersih sebesar Rp244,69 miliar sepanjang tahun 2023, sedikit menurun dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp250,53 miliar.

 

9. Eddy Kusnadi Sariatmadja

Eddy Kusnadi Sariatmadja, salah satu pendiri Emtek pada tahun 1983, memiliki mayoritas saham perusahaan tersebut sebesar 21,94%, yang setara dengan 13,44 miliar saham. PT Super Bank Indonesia (Superbank) adalah bank berbasis digital yang merupakan brand baru menggantikan PT Bank Fama International, didirikan pada 5 Maret 1993 di Bandung. Pada tahun 2021, kepemilikan Bank Fama dialihkan kepada Grup Emtek yang diwakili oleh PT Elang Media Visitama dan PT Nusantara Berkat Agung. Kemudian, Grab dan Singtel juga bergabung melalui A5-DB Holdings Pte Ltd dan Singtel Alpha Investment Pte Ltd sebagai pemilik saham untuk mendukung transformasi Bank Fama menjadi bank berbasis digital. Sebagai bank digital yang dimiliki oleh EMTK, Superbank mencatatkan kerugian sebesar 148,15% secara tahunan menjadi Rp385,1 miliar pada tahun 2023, meningkat dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp155,18 miliar.

 

10. Eka Tjipta Widjaja

Bank Sinar Mas didirikan oleh mendiang Eka Tjipta Widjaja pada tanggal 18 Agustus 1989, awalnya dikenal sebagai PT Bank Shinta Indonesia, sebelum kemudian berubah menjadi PT Bank Sinarmas Tbk. (BSIM). PT Sinar Mas Multiartha Tbk adalah pemegang saham pengendali dari BSIM, menguasai 29,995% saham perseroan. Bank Sinarmas mencatat laba bersih sebesar Rp140,31 miliar selama enam bulan pertama tahun 2023, mengalami penurunan sebesar 5% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Grup Sinarmas juga telah memiliki PT Bank Nano Syariah, yang merupakan hasil dari proses spin off Unit Usaha Syariah (UUS) dari Bank Sinarmas yang efektif beroperasi sejak 2 Januari 2024. Saat ini, Bank Nano Syariah didukung sepenuhnya oleh Bank Sinarmas sebagai pemegang saham pengendali dengan kepemilikan sebesar 51%, sementara sisanya dimiliki oleh PT Sinarmas Multiartha (25%) dan PT Asuransi Sinarmas (24%). Menurut laporan keuangan, Bank Nano Syariah mencatat laba sebesar Rp20,28 miliar per Januari 2024.

 

11. Keluarga Sampoerna

Bank Sahabat Sampoerna merupakan bagian dari bisnis keuangan yang dimiliki oleh keluarga Sampoerna melalui PT Sampoerna Investama. Pada tahun 2023, bank ini berhasil mencatat laba sebesar Rp62,01 miliar, meningkat 131,25% dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang sebesar Rp26,81 miliar. Direktur Keuangan dan Perencanaan Bisnis Bank Sahabat Sampoerna, Henky Suryaputra, menyatakan bahwa bank ini tetap menargetkan pertumbuhan bisnis yang pesat sesuai dengan rencana bisnis mereka, dengan perkiraan pertumbuhan kredit sebesar 10%-15% tahun ini, dengan fokus pada pasar Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

 

Selanjutnya, Grup Astra, melalui PT Astra International Tbk. (ASII), memiliki PT Bank Jasa Jakarta (Bank Saqu) yang mengalami rugi bersih sebesar Rp47,44 miliar pada tahun 2023. Angka ini menunjukkan penurunan dari laba bersih tahun sebelumnya yang mencapai Rp60,96 miliar. Astra International masuk dalam pengambilalihan Bank Jasa Jakarta melalui PT Sedaya Multi Investama (SMI) atau Astra Financial, dan pada tahun 2022, bersama dengan WeLab Sky Limited, mereka mengakuisisi Bank Jasa Jakarta senilai US$500 juta. Setahun setelah akuisisi tersebut, Bank Jasa Jakarta mengalami transformasi menjadi bank digital baru.

 

12. Grup Astra

PT Bank Jasa Jakarta (Bank Saqu) yang merupakan bagian dari PT Astra International Tbk. (ASII) mencatatkan kerugian bersih sebesar Rp47,44 miliar pada tahun 2023, berbanding terbalik dengan laba bersih sebelumnya pada tahun sebelumnya yang mencapai Rp60,96 miliar. Astra International mengakuisisi Bank Jasa Jakarta melalui PT Sedaya Multi Investama (SMI) atau Astra Financial, dan pada tahun 2022, bersama dengan WeLab Sky Limited, mereka membeli Bank Jasa Jakarta dengan nilai senilai US$500 juta. Kemudian, setahun setelah akuisisi tersebut, Bank Jasa Jakarta diubah menjadi bank digital baru.

Baca Juga

Semua Berita