Terapkan Langkah Konservatif di Paruh Kedua 2024, Fintech Pinjol Mulai Catatkan Laba Lagi

2024-07-18 01:37:54

News Image Ilustrasi Fintech P2P Lending (foto: Pngtree)

Industri fintech peer-to-peer (P2P) lending atau pinjaman online (pinjol) di Indonesia menunjukkan perbaikan signifikan pada kinerja keuangan mereka, khususnya pada paruh pertama tahun 2024.

Menurut data yang dirilis oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), laba industri fintech P2P lending mencatatkan peningkatan yang mencolok pada bulan Mei 2024, setelah sebelumnya mengalami kerugian pada awal tahun.

Pada bulan Mei 2024, industri ini berhasil mencatat laba sebesar Rp277,02 miliar, meningkat dibandingkan dengan Rp173,73 miliar yang tercatat pada bulan April tahun yang sama.

Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK, Agusman, peningkatan laba ini sejalan dengan pertumbuhan dalam penyaluran pendanaan bulanan yang juga mengalami kenaikan.

Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menyambut baik perbaikan ini dan menyatakan harapannya agar stabilitas kinerja dapat dipertahankan di paruh kedua tahun ini. Meskipun demikian, AFPI menekankan perlunya terus melakukan mitigasi risiko untuk memastikan keberlanjutan peningkatan laba ini.

Entjik S. Djafar, Ketua Umum AFPI, mengungkapkan bahwa industri ini tetap menerapkan langkah-langkah konservatif dengan fokus pada pengetatan risiko kredit. Hal ini penting mengingat beberapa tantangan yang masih mungkin dihadapi, terutama terkait dengan fluktuasi suku bunga yang dapat mempengaruhi aktivitas usaha dan permintaan pinjaman.

Pentingnya Langkah Konservatif 

Di sisi lain, perusahaan-perusahaan dalam industri ini juga mencatatkan performa positif. Misalnya, PT Akseleran Keuangan Inklusif Indonesia (Akseleran) melaporkan bahwa mereka berhasil mencatat laba setiap bulannya sejak awal tahun 2024.

Ivan Nikolas Tambunan, Group CEO & Co-Founder Akseleran, optimistis bahwa perusahaan dapat mencapai target laba antara Rp18 miliar hingga Rp20 miliar pada tahun ini. Ini merupakan pembalikan yang signifikan setelah mengalami kerugian pada tahun sebelumnya, baik di operating company maupun di holding group.

Namun demikian, Ivan juga mengidentifikasi beberapa tantangan yang mungkin dihadapi Akseleran di paruh kedua tahun ini, salah satunya adalah fluktuasi suku bunga yang dapat mempengaruhi biaya operasional perusahaan dan permintaan pinjaman dari para usaha kecil dan menengah.

Selain itu, Ivan juga menyoroti pentingnya menjaga tingkat Non-Performing Loan (NPL) tetap rendah untuk menjaga keberlanjutan bisnis. Hal ini sejalan dengan upaya regulasi yang telah diterapkan, seperti Surat Edaran OJK yang menurunkan batasan maksimum bunga pinjaman untuk mengurangi risiko bagi para peminjam.

Faktor lain yang turut mempengaruhi kinerja industri fintech P2P lending adalah adanya pembatasan jumlah pinjaman yang dapat dilakukan oleh peminjam ke berbagai platform fintech P2P lending.

Regulasi baru membatasi jumlah pinjaman maksimal hingga tiga platform, sedangkan sebelumnya mencapai lima hingga enam platform. Selain itu, aturan juga mengatur agar pinjaman tidak melebihi 50% dari penghasilan peminjam, sebagai upaya untuk mengurangi risiko kredit.

Secara keseluruhan, meskipun menghadapi beberapa tantangan regulasi dan ekonomi, industri fintech P2P lending di Indonesia menunjukkan adaptabilitas dan potensi pertumbuhan yang kuat.

Dengan terus menerapkan strategi mitigasi risiko dan memanfaatkan peluang-peluang yang ada, para pelaku industri ini diharapkan dapat menjaga momentum positifnya dan memberikan kontribusi yang signifikan bagi ekonomi digital Indonesia ke depannya.

Secara strategis, kebijakan penurunan bunga yang diterapkan oleh OJK melalui Surat Edaran Nomor 19 Tahun 2023 telah memberikan dampak yang signifikan terhadap dinamika industri fintech P2P lending.

Meskipun menurunkan tingkat bunga dapat mempengaruhi margin keuntungan bagi penyelenggara, langkah ini juga membantu mengurangi beban finansial bagi para peminjam, yang pada gilirannya dapat meningkatkan tingkat kelayakan pinjaman dan mengurangi tingkat NPL secara keseluruhan.

Perubahan regulasi ini memperkuat komitmen untuk membangun ekosistem pinjaman berkelanjutan yang berfokus pada perlindungan konsumen dan stabilitas pasar finansial di Indonesia.

Baca Juga

Semua Berita