2024-07-10 02:41:26
Logo Investree (foto: Tech in Asia Indonesia)Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah menyelidiki dugaan kecurangan di PT Investee Radhika Jaya (Investree), sebuah platform fintech peer-to-peer (P2P) lending.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK, Agusman, menegaskan bahwa pihaknya akan menindaklanjuti kasus tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku, termasuk berkoordinasi dengan aparat penegak hukum.
Pada saat yang sama, Investree juga sedang menghadapi masalah gagal bayar. Per 9 Juli 2024, rasio tingkat wanprestasi di atas 90 hari (TWP90) Investree mencapai 16,44%, meningkat dari 12,58% pada 12 Januari 2024. Angka ini jauh di atas ambang batas OJK yang hanya 5%, menunjukkan tingginya kelalaian dalam penyelesaian kewajiban kepada pemberi pinjaman (lender).
Agusman juga mengungkapkan bahwa Investree belum menyerahkan laporan terkait realisasi suntikan modal dan rencana penyelesaian masalah gagal bayar. Perusahaan ini juga belum memenuhi ketentuan ekuitas minimum. Padahal, sebelumnya Investree telah menyatakan akan segera mendapatkan suntikan dana dari JTA Holdings.
Kok Chuan Lim, Co-Founder dan Director of Investree Singapore Pte. Ltd., mengungkapkan bahwa proses investasi dengan JTA Holdings sudah dimulai. "Kami memproyeksikan pencairan dana dari JTA Holdings akan segera selesai dan saat ini kami berada dalam proses pengecekan prosedur kelayakan skema JV (joint venture)," ujar Lim dalam keterangan resminya pada Mei 2024 lalu.
Persiapan penggalangan dana dari JTA Holdings ke Investree sudah direncanakan sejak lama. Pada tahun 2023, kedua belah pihak sepakat untuk membentuk JV bernama JTA Investree Consultancy yang berbasis di Doha, Qatar.
Lim menegaskan bahwa Investree dan JTA terus berkomitmen untuk memenuhi setiap prosedur yang diperlukan guna finalisasi penggalangan dana tersebut. "Banyak tahapan yang harus dilalui untuk memastikan elemen legalitas dan kepatuhan terpenuhi," tambahnya.
Selain itu, Lim juga memastikan bahwa proses pemulihan bisnis perusahaan terus dilakukan. Upaya pembenahan meliputi restrukturisasi manajemen internal, efisiensi biaya operasional, pembukaan kembali layanan customer service, dan memulai kembali langkah penagihan piutang (collection).
Selain mendalami dugaan kecurangan di Investree, OJK juga mencatat lebih dari 5.000 pengaduan masyarakat terkait fintech, termasuk industri P2P lending atau pinjaman online (pinjol).
Friderica Widyasari Dewi, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen (PEPK) OJK, menyatakan bahwa sejak 1 Januari 2024 hingga 30 Juni 2024, terdapat 5.047 pengaduan terkait fintech.
Lima masalah terbesar yang diadukan adalah perilaku petugas penagihan, kegagalan/keterlambatan transaksi, fraud eksternal, penyalahgunaan data pribadi, dan permasalahan bunga/denda/pinalti.
Kiki, sapaan akrab Friderica, menambahkan bahwa dari jumlah pengaduan tersebut, 3.017 di antaranya terkait perilaku petugas penagihan yang masuk melalui Aplikasi Portal Pelindungan Konsumen (APPK) OJK.
Selain itu, antara Januari 2024 hingga Juni 2024, OJK menemukan 411 pengaduan yang berindikasi pelanggaran ketentuan pelindungan konsumen, khususnya perilaku petugas penagihan, di industri perbankan, perusahaan pembiayaan, dan fintech.
"Pelanggaran yang paling banyak terjadi adalah penggunaan kata-kata kasar dan penagihan dengan kalimat ancaman," jelas Kiki. OJK terus melakukan penegakan disiplin atas pelanggaran ketentuan yang dilakukan oleh pelaku usaha jasa keuangan (PUJK), termasuk bagaimana perilaku petugas penagihan yang mewakili PUJK dalam menjalankan tugasnya.
Dengan banyaknya aduan yang diterima, OJK berkomitmen untuk terus mengawasi dan menindaklanjuti setiap pelanggaran yang terjadi demi melindungi konsumen dan menjaga integritas industri keuangan.