komparase.com

Dampak dan Perlawanan Terhadap Kebijakan Tabungan Perumahan Rakyat

Sabtu, 15 Juni 2024 | 17:00 WIB
buruh menolak tapera (foto: detik.com)
buruh menolak tapera (foto: detik.com)

Sejumlah federasi buruh dan pekerja mengekspresikan penolakan yang tegas terhadap pelaksanaan kebijakan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Bahkan, buruh dan pengusaha mendesak agar kebijakan tersebut dicabut.

Kebijakan Tapera, yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera, telah menjadi sorotan. Iuran Tapera, yang mencapai 2,5% dari gaji pekerja baik swasta maupun PNS, dengan tambahan 0,5% yang ditanggung oleh perusahaan, menjadi pokok permasalahan.

Eri Wibowo, Wakil Sekjen Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia), menegaskan bahwa besarnya iuran Tapera belum menjamin kemampuan pekerja untuk memiliki rumah. Menurutnya, besaran iuran yang terkumpul bahkan tidak mencapai setengah dari harga rumah subsidi.

Demonstrasi Massal dan Seruan untuk Evaluasi Kebijakan Tapera

Eri menyatakan penolakan ASPEK Indonesia terhadap kebijakan ini, dengan alasan bahwa iuran yang diberlakukan tidak sebanding dengan manfaat yang diperoleh. Dia juga menggarisbawahi kekurangan dalam sosialisasi aturan Tapera, di mana masih banyak pertanyaan yang belum terjawab, terutama terkait penanganan uang pekerja jika iuran tidak terpenuhi.

Sementara itu, Ketua DPC FSP LEM SPSI Jakarta Timur, Endang Hidayat, mengumumkan rencana aksi demonstrasi untuk menentang Tapera pada tanggal 27 Juni di Istana Negara, Jakarta.

Dia menyatakan bahwa keberadaan Tapera hanya akan menambah beban dan kesengsaraan bagi buruh, terutama setelah penerapan Omnibus Law No. 5 tahun 2023. Endang juga menyoroti ketidaksesuaian representasi buruh dalam pembentukan komite Tapera.

Solihin, Ketua Dewan Pimpinan Provinsi (DPP) Apindo DKI Jakarta, juga mengekspresikan keberatannya terhadap Tapera.

Dia memperhitungkan bahwa potongan gaji yang diterapkan pada pekerja dan pengusaha telah mencapai angka yang sangat tinggi, mencakup potongan untuk jaminan sosial dan kesehatan. Dia menyoroti kemungkinan tumpang tindih dengan program lain seperti BPJS Ketenagakerjaan.

Solihin menegaskan keberatan DPP Apindo DKI Jakarta terhadap Tapera, menganggapnya sebagai beban tambahan yang tidak perlu. Sebagai wadah yang mewadahi dunia usaha, DPP Apindo DKI Jakarta bersama dengan pihak terdampak menyerukan pembatalan implementasi Tapera.

Lihat Juga Mobil Baru

Komentar

Berita

Telah Dipilih

Silahkan Pilih yang Lain.

x

Belum memiliki akun? Daftar di Sini