Isu Overtreatment di Rumah Sakit Sebabkan Klaim Asuransi Meroket? Ini Kata Pengamat

2024-06-03 01:57:09

News Image Kantor Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) (foto: Bisnis.com)

Pengamat asuransi menilai fenomena overtreatment atau perawatan berlebihan dalam asuransi kesehatan sulit untuk dibuktikan. Isu overtreatment di rumah sakit yang merugikan pasien disebut menjadi salah satu faktor penyebab meningkatnya klaim kesehatan beberapa tahun terakhir.

Berdasarkan data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) pada kuartal I/2024, klaim kesehatan industri asuransi jiwa naik 29,6% secara tahunan (year on year/yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, mencapai Rp5,96 triliun. Pada kuartal I/2023, klaim kesehatan tercatat Rp4,6 triliun atau meningkat sekitar 38,6% dibandingkan kuartal I/2022 sebesar Rp3,32 triliun.

Dilansir dari Bisnis.com pada Minggu (2/6/2024), Ketua Sekolah Tinggi Manajemen Risiko dan Asuransi (STIMRA), Abitani Taim, menyatakan bahwa membuktikan adanya overtreatment dari rumah sakit di tengah lonjakan klaim kesehatan tidaklah mudah. Menurutnya, setiap dokter memiliki pertimbangan medisnya sendiri.

Overtreatment dapat dikatakan curang jika perawatan tersebut tidak berkaitan dengan penyakit yang didiagnosa dan bertujuan untuk memperoleh keuntungan finansial,” ujar Abitani.

Abitani menekankan bahwa penyedia asuransi kesehatan harus mampu memverifikasi apakah klaim pelayanan kesehatan yang diajukan sesuai dengan diagnosis penyakitnya. Selain itu, perusahaan asuransi juga perlu memberikan literasi kepada pihak rumah sakit mengenai prinsip-prinsip asuransi dan membangun etika yang baik dalam pelayanan asuransi kesehatan.

Terkait dengan rencana AAJI untuk membentuk mekanisme berbagi informasi antar perusahaan asuransi guna mendeteksi adanya overtreatment, Abitani menilai langkah ini cukup efektif. Namun, ia juga mengingatkan potensi implikasi hukum seperti penyebaran informasi rahasia dan pencemaran nama baik. “Data rekam medis sangat rahasia, memasukkan nama seseorang atau lembaga ke dalam daftar hitam tidak dapat dilakukan kecuali sudah terbukti secara hukum,” tambahnya.

AAJI: Masih Kami Teliti

Sebelumnya, Ketua Bidang Produk, Manajemen Risiko, dan GCG AAJI, Fauzi Arfan, menyatakan bahwa industri asuransi masih mengeksplorasi faktor-faktor lain yang menyebabkan peningkatan klaim kesehatan, selain inflasi medis dan meningkatnya jumlah masyarakat yang mulai berobat pasca pandemi Covid-19.

Salah satu faktor yang dieksplorasi adalah overtreatment, terutama karena kenaikan klaim kesehatan secara persentase lebih tinggi dibandingkan inflasi medis yang berkisar antara 10–13% per tahun. AAJI mencatat pada periode Januari—Maret 2024, klaim kesehatan asuransi jiwa meningkat 29,6% yoy.

"Apakah ada overtreatment? Itu adalah salah satu hal yang sedang kami teliti. Kami sangat khawatir hal tersebut terjadi, karena overtreatment tidak hanya merugikan industri asuransi, tetapi juga pelanggan," ungkap Fauzi dalam konferensi pers AAJI di Jakarta, Rabu (29/5/2024). Fauzi memberi contoh, jika ada nasabah yang sakit flu tetapi diminta melakukan perawatan lain yang tidak diperlukan, tentu hal ini akan merugikan nasabah.

Untuk mengatasi hal ini, AAJI tengah mengkaji pembentukan metode pertukaran informasi antar perusahaan anggota guna menghindari penipuan. "Ini sedang dalam proses sharing data, tujuannya agar kami memiliki keseragaman dan dapat mendeteksi overtreatment dari rumah sakit," jelasnya.

Selain itu, AAJI juga mendukung langkah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang telah menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk memperkuat ekosistem kesehatan melalui produk dan layanan asuransi kesehatan yang berkualitas.

Inisiatif ini diharapkan dapat memberikan solusi komprehensif terhadap permasalahan overtreatment dan memastikan bahwa layanan asuransi kesehatan tetap adil dan sesuai dengan kebutuhan medis pelanggan. Selain itu, dengan berkurangnya masalah overtreatment, kepercayaan dan integritas penyedia asuransi bisa meningkat di mata nasabah.

Baca Juga

Semua Berita