Dinamika Kredit Pemilikan Rumah di Tengah Kebijakan Suku Bunga Tinggi

2024-05-31 08:32:42

News Image properti

Di tengah masa di mana suku bunga mengalami peningkatan yang signifikan, minat masyarakat terhadap kredit pemilikan rumah (KPR) di Indonesia justru menunjukkan kenaikan. Meskipun demikian, pengaruh jangka panjang dari kebijakan suku bunga yang tinggi dapat mempengaruhi permintaan akan rumah, tingkat konsumsi, dan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.

Menurut David Sumual, seorang ekonom yang menjabat sebagai Kepala Ekonom di PT Bank Central Asia Tbk (BCA), dalam jangka menengah hingga panjang, hubungan antara kebijakan suku bunga dengan permintaan kredit pemilikan rumah (KPR) dan perkembangan sektor properti tidaklah begitu signifikan.

Sebaliknya, kedua segmen tersebut lebih cenderung dipengaruhi oleh dinamika harga komoditas secara global.

”Justru saat terjadi booming komoditas (ledakan harga komoditas), permintaan KPR dan perkembangan sektor properti lebih berdampak signifikan,” katanya seperti dikutip dari laman kompas.id, (10/04/2024).

Perspektif Ekonomi dan Kebijakan

Bagi masyarakat umum, menurut David, tingkat suku bunga bukanlah faktor utama yang memengaruhi minat terhadap KPR. Yang lebih penting adalah ekspektasi mereka terhadap perkembangan ekonomi dan pendapatan di masa mendatang.

Contohnya, selama periode 2011 hingga 2015, terjadi lonjakan pertumbuhan dalam sektor properti yang secara dominan dipicu oleh kenaikan harga komoditas. Namun, ketika kebijakan suku bunga cenderung stabil, permintaan akan KPR dan rumah menjadi relatif terbatas.

David juga menyoroti penurunan suku bunga kredit konsumsi dalam satu tahun terakhir, sementara suku bunga kredit modal kerja meningkat. Ia menekankan bahwa persaingan antarbank yang ketat menjadi faktor utama di balik penurunan suku bunga kredit konsumsi.

Pemerintah sekarang diharapkan mempertimbangkan kebijakan yang dapat memperkuat ekosistem sektor properti domestik, terutama mengingat bahwa pertumbuhan sektor ini dapat berperan dalam mengatasi defisit transaksi berjalan dengan mengurangi ketergantungan pada impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Sebelumnya, International Monetary Fund (IMF) juga menyoroti dampak dari kebijakan suku bunga tinggi dalam jangka panjang terhadap permintaan KPR, tingkat konsumsi, dan pertumbuhan ekonomi. Hal ini terungkap dalam World Economic Outlook yang dirilis pada Senin, 8 April 2024.

Rui Mano, seorang peneliti dari Departemen Riset IMF, menjelaskan bahwa kebijakan suku bunga tinggi memiliki dampak signifikan baik bagi para peminjam baru maupun yang sudah memiliki KPR. Tingkat suku bunga yang tinggi dapat meningkatkan harga rumah dibandingkan sebelumnya.

Kebijakan moneter secara langsung memengaruhi tingkat suku bunga yang ditawarkan oleh bank untuk KPR baru, dan akibatnya memengaruhi minat masyarakat terhadap KPR. Berkurangnya minat tersebut akan menekan harga rumah, yang pada gilirannya mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan konsumsi.

Selain dampaknya pada permintaan KPR, tingkat suku bunga yang tinggi juga berdampak pada peminjam yang sudah memiliki KPR. Sebagian dari mereka akan menghadapi peningkatan cicilan ketika suku bunga acuan naik, yang pada akhirnya dapat membatasi pengeluaran mereka karena keterbatasan pendapatan.

Di sisi lain, meskipun tingkat kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) di sektor properti cenderung meningkat sedikit, masih berada dalam batas yang dapat dikelola. Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae, NPL perbankan dan sektor properti masih tergolong dalam batas yang wajar.

Rasio Loan at Risk/LaR juga menunjukkan tren penurunan, yang mencerminkan sentimen positif terhadap ketahanan sektor properti di Indonesia. Rae memperkirakan bahwa sektor properti akan terus tumbuh, didorong oleh minat yang besar dari masyarakat dan dukungan dari pemerintah melalui insentif pajak dan program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Baca Juga

Semua Berita