2024-05-06 07:34:57
Perum1Industri properti sangat diperlukan dalam mendukung kehidupan masyarakat dan memiliki potensi besar untuk menggerakkan perekonomian Indonesia. Menurut Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI) Joko Suranto, sektor perumahan di Indonesia bisa diibaratkan sebagai raksasa yang tertidur karena belum sepenuhnya dimanfaatkan dengan baik.
Ia menegaskan bahwa sektor ini telah terbukti berperan dalam mengisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Produk Domestik Bruto (PDB), penyerapan tenaga kerja, dan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
"Properti atau industri perumahan dalam 1 dasawarsa ini diperlakukan dan mendapat akomodasi yang belum sesuai dengan proporsinya. Ini kita lihat dari angka backlog perumahan, yang tahun 2010 mencapai 13,5 juta. Lalu pada tahun 2020 hanya turun menjadi 12,7 juta. Artinya, ada hampir 20% kepala keluarga yang tak memiliki rumah layak huni" kata Joko dalam CNBC Indonesia, Rabu (24/4/2024).
Backlog ini merupakan istilah yang merujuk kepada jumlah rumah atau unit perumahan yang belum selesai dibangun atau belum tersedia untuk dihuni. Backlog perumahan bisa diibaratkan antrian panjang bagi orang-orang yang membutuhkan rumah tetapi rumahnya belum tersedia atau belum dibangun.
Joko menjelaskan bahwa Real Estate Indonesia (REI) telah mengusulkan pendekatan propertinomic yang terdiri dari empat pilar utama untuk mengembangkan sektor properti, yaitu institusi, kebijakan, alokasi anggaran dan penetapan proyek-proyek properti sebagai Program Strategis Nasional (PSN).
"Dari data yang ada, propertin ini adalah big giant atau raksasa yang sedang ditidurkan. Kenapa saya bilang seperti itu? Karena industri ini adalah padat karya, backbone-nya 185 industri. Ketika industri suatu proyek dijadikan sebagai subjek, maka mesin ekonominya saya sebut 185 industri tadi, akan panas dan tumbuh. Dan pertumbuhan itu akan kena juga ke mereka yang belum punya rumah" kata Joko dalam CNBC Indonesia, Rabu (24/4/2024).
Dari segi institusi, mereka berharap adanya sebuah departemen atau direktorat yang khusus menangani pertumbuhan dan penyediaan perumahan di Indonesia. Hal ini sangat penting mengingat Indonesia masih memiliki backlog sebanyak 12,7 juta yang belum berhasil diselesaikan secara efektif. Sementara itu, dalam hal kebijakan, masalahnya terletak pada penyebaran perizinan yang dikelola oleh enam kementerian berbeda, yang mengakibatkan masalah koordinasi di seluruh organisasi. Ketika membicarakan perizinan, kebijakan sektor properti juga diatur oleh enam kementerian yang berbeda.