2024-11-16 14:36:20
Pabrik Hyundai. Sumber foto: iamautomodified.comHyundai Motor Group, Produsen otomotif asal Korea Selatan, berkomitmen menjadikan Indonesia sebagai pusat produksi baterai mobil listrik di Asia Tenggara. Ambisi ini didukung oleh cadangan nikel Indonesia yang merupakan yang terbesar di dunia.
“Kami ingin memanfaatkan (nikel) untuk membuat Indonesia sebagai hub produksi baterai di Asia Tenggara. Jadi, kami memang memproduksi mobil, tetapi kami juga ingin menjadikan Indonesia sebagai hub untuk memasok baterai,” kata Hendry Pratama, Head of New Business Department Hyundai Motor Asia Pasific, seperti dikutip dari Kompas.com.
Hyundai telah memulai langkah strategis dengan membangun fasilitas pabrik sel baterai di Karawang dan fasilitas battery pack di Bekasi. Fasilitas battery pack ini dikelola oleh Hyundai Energy Indonesia (HEI), pabrik perakitan sistem baterai pertama milik Hyundai di Asia Tenggara. Hyundai menginvestasikan dana sebesar Rp900 miliar untuk proyek ini.
Fasilitas tersebut diproyeksikan mempekerjakan lebih dari 150 orang dengan kapasitas produksi mencapai 50.000 unit per tahun. Dengan langkah ini, Hyundai menunjukkan keseriusannya dalam mendukung elektrifikasi kendaraan di Indonesia.
Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia. Berdasarkan data Global Data dan US Geological Survey Data, produksi nikel di Indonesia diperkirakan mencapai 17 miliar ton pada 2023. Cadangan ini menjadi potensi besar untuk mendukung pengembangan industri kendaraan listrik atau electric vehicle (EV).
Namun, Direktur Sumber Daya Energi Mineral dan Pertambangan Kementerian PPN/Bappenas, Nizhar Marizi, menyebutkan bahwa adopsi kendaraan listrik masih menghadapi tantangan.
“Konsumen masih khawatir soal daya tahan baterai yang kemudian berkaitan dengan ketersediaan stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) yang saat ini jumlahnya masih terbatas,” ujar Nizhar di acara yang sama.
Hyundai menyadari hal ini dan telah membangun jaringan SPKLU untuk memfasilitasi pengisian daya kendaraan listrik. Hingga Maret 2024, Hyundai telah memiliki 200 SPKLU yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia.
“Hyundai adalah salah satu perusahaan swasta dengan jaringan SPKLU terbesar di Indonesia setelah PLN,” kata Hendry.
Hyundai memastikan SPKLU-nya kompatibel dengan kendaraan listrik merek lain melalui penggunaan standar CCS2 (Combined Charging System 2).
Tantangan lain yang dihadapi dalam adopsi EV adalah harga kendaraan listrik yang relatif tinggi. Pemerintah telah memberikan subsidi untuk konversi kendaraan berbahan bakar minyak (BBM) menjadi kendaraan listrik. Namun, realisasi program subsidi ini masih belum optimal.
“Sudah dua tahun ini kami ada subsidi untuk konversi motor BBM menjadi motor listrik. Tetapi targetnya tidak pernah tercapai, hanya sekitar 30-40 persen dari target,” kata Nizhar.
Selain itu, loyalitas masyarakat terhadap merek tertentu juga menjadi faktor. “Berdasarkan survei, banyak konsumen yang masih menunggu EV dari Jepang,” tambahnya.
Hyundai Motor Group optimis dengan langkah-langkah strategis yang telah diambil, mulai dari pembangunan fasilitas baterai hingga pengembangan jaringan SPKLU. Ambisi Hyundai untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat produksi baterai mobil listrik di Asia Tenggara menunjukkan keseriusan dalam mendukung transisi energi hijau.
Dengan cadangan nikel yang melimpah dan dukungan infrastruktur yang terus berkembang, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pemain kunci dalam industri kendaraan listrik global.
Writer